Jowonews

Pemkab Kudus Perbolehkan Shalat Id di Masjid dengan Syarat

KUDUS, Jowonews.com – Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mengizinkan warga menggelar Shalat Idul Fitri di masjid dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat sebagai antisipasi terhadap potensi penularan penyakit virus corona jenis baru (COVID-19). “Silakan menggelar Shalat Idul Fitri di masjid, tetapi jangan lupa untuk menerapkan protokol kesehatan, mulai dari menyediakan tempat cuci tangan memakai sabun, petugas jaga mengecek suhu tubuh serta memastikan semua jamaah memakai masker,” kata Pelaksana Tugas Bupati Kudus M. Hartopo di Kudus, Rabu. Ia juga mengingatkan pengurus masjid untuk memastikan bahwa jarak saf antarjamaah juga dipastikan dibuat berjarak aman agar tidak mudah terjadi kontak antarjamaah guna mencegah penularan virus corona. Terkait hal itu, dia juga menginstruksikan jajarannya, mulai dari camat untuk melakukan monitoring pelaksanaan Shalat Id di masyarakat apakah sudah menerapkan protokol kesehatan atau belum. Sementara itu, Sekretaris MUI Kabupaten Kudus Suudi memberikan imbauan kepada masyarakat di wilayah itu untuk menggelar Shalat Idul Fitri di rumah untuk mencegah penularan maupun penyebaran virus corona. “Kalaupun di lingkungannya benar-benar aman dan bukan termasuk zona merah dan ingin menggelar Shalat Idul Fitri di masjid, tentunya harus menerapkan protokol kesehatan,” ujarnya. Ia mengungkapkan pengurus masjid yang memang berkeinginan menggelar Shalat Idul Fitri, konsekuensinya wajib memenuhi protokoler kesehatan. Berdasarkan pantauan di sejumlah tempat di Kudus, belum ada spanduk yang bertuliskan siap menggelar Shalat Idul Fitri, seperti yang terjadi pada tahun sebelumnya terpasang di sejumlah tempat strategis. Sementara itu, Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus Muhammad Nadjib Hassan ketika dimintai komentarnya terkait rencana pelaksanaan Shalat Idul Fitri di Masjid Menara Kudus enggan berkomentar. “Mohon maaf saya tidak bisa berkomentar terkait hal itu,” ujarnya. (jwn5/ant)

Ria Busana Pekalongan Ditutup Gugus Tugas karena Tak Patuh Protokol COVID-19

PEKALONGAN, Jowonews.com – Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu siang, menutup sementara Toko Ria Busana di Jalan Dr. Cipto karena pemilik toko belum menunjukkan langkah memadai dalam pencegahan virus corona. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Pekalongan Sri Budi Santoso di Pekalongan mengatakan bahwa penyelenggaraan usaha pada masa pandemi COVID-19 tidak ada larangan. Kendati demikian, pemilik usaha harus memperhatikan protokol kesehatan. Selama ini, kata dia, Tim Gugus Tugas melalui Divisi Pengamanan dan Penegakan Hukum sudah melakukan pengawasan hampir di semua pusat perbelanjaan, baik berkunjung ke lokasi maupun inspeksi mendadak. “Soal penutupan sementara Toko Ria Busana ini karena pemilik toko belum mengambil langkah yang cukup terhadap rekomendasi gugus tugas dalam pengawasan,” katanya menegaskan. Sri Budi Santosa yang akrab disapa SBS ini mengatakan bahwa Toko Ria Busana ini bisa buka kembali setelah mendapat izin dari tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. “Toko Ria Busana dapat dibuka kembali jika mendapat izin dan persetujuan atas langkah yang akan dilakukan untuk menjamin upaya pencegahan dan protokol kesehatan,” katanya menandaskan. Ia mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan pengawasan di beberapa pusat perbelanjaan. Bahkan, pihaknya akan menutup tempat usaha yang tidak menerapkan menerapkan protokol kesehatan. “Kami akan terus melakukan tindakan pencegahan yang memadai secara konsisten dan berkelanjutan sebagai antisipasi pencegahan dan penyebaran COVID-19,” katanya. Petugas dari Tim Gugus Tugas saat memasang pengumuman penutupan Toko Ria Busana di Jalan Dr. Cipto, Kota Pekalongan, Rabu. Perwakilan manajemen Toko Ria Busana Sigit mengaku pihaknya sudah mendapatkan peringatan dari Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. “Sebelumnya memang sempat ada peringatan. Pada waktu itu arahan juga sudah kami ikuti. Namun, memang ini ada surat mau tidak mau diikuti. Rencananya, besok (Kamis, red.) kami akan komunikasi untuk langkah perbaikan,” katanya. (jwn5/ant)

Pembunuh Gadis di Jepara Berawal dari Niat Mencuri Motor

JEPARA, Jowonews.com – Kasus pembunuhan seorang gadis remaja asal Kedung, Jepara, berawal dari niat pelaku untuk mencuri sepeda motor namun ketahuan pemiliknya sehingga nekat menghabisi nyawa korbannya untuk menghilangkan jejak kejahatannya. “Pelaku bernama Indra Permana asal Ciamis itu awalnya hendak mencuri sepeda motor milik Sintya Wulandari (21) asal Desa Dongos, Kecamatan Kedung, Jepara,” kata Kapolres Jepara AKBP Nugroho Tri Nuryanto didampingi Kasat Reskrim AKP Djohan Andhika di Jepara, Rabu. Indra, residivis curanmor tahun 2015, pada hari Rabu (13/5) memantau situasi rumah korban yang juga sudah dikenal sebelumnya. Ketika mengetahui ada sepeda motor, pelaku mencoba mengambil kuncinya di dalam rumah korban. Selesai salat Zuhur dan hendak salam terakhir, korban melihat pelaku masuk rumah. Pelaku yang panik langsung menendang korban hingga tengkurap, kemudian mencekik korban selama beberapa menit hingga meninggal dunia. Setelah dipastikan tidak berdaya, korban ditinggal. Sebelum meninggalkan rumah itu, pelaku membawa sepeda motor, telepon selular, dan dompet korban. Pelaku yang sempat bersembunyi di Tasikmalaya, akhirnya ditangkap di Cengkareng, Jakarta Barat, saat hendak melakukan transaksi sepeda motor hasil curian, sedangkan telepon selular milik korban dijual secara daring dengan harga Rp700 ribu. Indra Permana di hadapan petugas mengakui tidak ada niat membunuh korban yang sudah dikenal sebelumnya. Namun, karena korbannya teriak sehingga panik, lalu muncul reaksi spontan hingga mengakibatkan korban meninggal. “Saya juga tidak melakukan pemerkosaan terhadap korban,” ujarnya. Aksi nekatnya mencuri sepeda motor hingga berujung kematian karena pelaku hendak pulang ke Lampung, tempat kelahiran istrinya, membutuhkan uang. Sebelum kejadian, pelaku juga sempat bertamu ke rumah korban. Atas perbuatannya itu, pelaku dijerat dengan Pasal 365 Ayat (3) KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun. (jwn5/ant)

Kisah Korban PHK Nekat Mudik Jalan Kaki Jakarta-Solo

SOLO, Jowonews.com – Warga Kota Solo bernama Maulana Arif Budi Satrio, korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi COVID-19, nekad mudik dengan berjalan kaki dari Jakarta karena tidak mampu membeli tiket bus umum yang harganya dinilai terlalu tinggi. “Jadi tanggal 8 Mei 2020 sudah diumumkan kalau semua pekerja di tempat saya bekerja di-PHK. Itu yang saya pikirkan, kalau tidak ada pekerjaan ke depan bagaimana,” kata pria berusia 38 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai sopir bus pariwisata ini di Solo, Rabu. Ia mengatakan pilihan apakah harus tetap bertahan di Jakarta atau pulang ke Solo di masa pandemi ini harus dipikirkan masak-masak. “Apalagi dari kantor saya juga tidak dapat apapun. Akhirnya saya berpikir lebih baik pulang, tetapi ketika saya cari tiket bus ternyata harganya luar biasa, sampai Rp500.000. Itupun yang datang Elf (minibus) yang jumlah penumpangnya melebihi kapasitas, kan saya takut,” katanya. Akhirnya pada tanggal 11 Mei, warga Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Solo, ini memutuskan untuk pulang berjalan kaki. Selama perjalanan tersebut, ia tidak pernah dengan sengaja berhenti untuk tidur malam. “Saya sering istirahat, tetapi sebentar-sebentar saja, istirahat paling lama kalau pas sahur sampai Subuh. Kemudian tanggal 14 (Mei) sore saya sampai Gringsing, Kendal. Saat itu karena terkendala biaya, saya tidak bisa melanjutkan perjalanan,” katanya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menghubungi pengurus pusat Persatuan Pengemudi Bus Pariwisata di mana ia juga menjadi salah satu anggotanya. “Kemudian saya dihubungkan dengan pengurus Jawa Tengah yang ada di Semarang. Alhamdulilah saya dapat dukungan penuh, bahkan saya juga dimarahi kenapa melakukan hal nekad seperti itu. Selanjutnya saya diminta menunggu saja di Gringsing dan pengurus yang di Semarang menjemput, kemudian saya diantar sampai ke Solo,” katanya. Sesampainya di Solo, bapak satu anak ini langsung menuju ke rumah karantina, yaitu di Gedung Graha Wisata Niaga Solo. “Waktu dicek kondisi saya bagus. Bahkan suhu tubuh 32 derajat celcius, saya memang dengan kesadaran sendiri langsung ke rumah karantina ini. Sekaligus saya ingin menunjukkan kepada semua orang bukan berarti orang yang dari Jakarta itu membawa virus,” katanya. Sesuai dengan aturan, ia akan berada di rumah karantina tersebut hingga tanggal 29 Mei 2020. “Jadi saya Lebaran di sini, tetapi banyak temannya. Saya juga belum ketemu keluarga, tetapi sudah memberi kabar kalau saya sudah sampai di Solo,” katanya. (jwn5/ant)

Anak Tenaga Medis di Jateng Dapat Jalur Khusus PPDB SMA/SMK 2020

SEMARANG, Jowonews.com – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah menyediakan jalur khusus untuk anak dari orang tua yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 tingkat SMA dan SMK di provinsi setempat. “Kami fasilitasi mereka yang berjuang untuk pemberantasan COVID-19 dalam afirmasi dan di afirmasi tadi ada untuk orang tua yang menjadi garda terdepan menangani COVID-19 kami masukkan pada afirmasi, baik petugas kesehatan, perawat, dokter, sopir ambulans, kan ada surat keputusan di dinas kesehatan,” kata Sekretaris Disdikbud Jateng Padmaningrum di Semarang, Rabu. Selain itu, untuk anak berkebutuhan khusus (ABK), siswa berprestasi dan atlet, serta warga tidak mampu, tetap mendapatkan perhatian dari Pemprov Jateng pada PPDB 2020 ringkat SMA/SMK. Ia menyebutkan PPDB pada tahun ini sangat mementingkan integritas dari orang tua siswa, karena dokumen, seperti surat keterangan dokter sudah tidak dibutuhkan lagi sebagai salah satu persyaratan sebagai upaya mengantisipasi penularan COVID-19. Dokumen persyaratan tersebut diganti dengan surat keterangan dari orang tua. “Pada tahun ajaran baru sudah tidak diperlukan lagi surat keterangan ujian nasional dan sebagai penggantinya, acuan didasarkan pada nilai rapor SMP atau MTs dari semester 1 hingga 5,” ujarnya. Menurut dia, ada perbedaan penerimaan pada jenjang SMA dan SMK, dimana untuk jenjang SMA ada berbagai jalur yang bisa ditempuh, seperti jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur perpindahan tugas orang tua, dan jalur prestasi. “Adapun, jalur zonasi (khusus PPDB SMA) ditetapkan minimal 50 persen. Sisanya, diisi jalur prestasi sebanyak 30 persen, jalur afirmasi anak miskin, difabel, dan prestasi olahraga sebanyak 15 persen, serta jalur perpindahan orang tua sebesar 5 persen, sedangkan jenjang SMK ada dua jalur, yakni jalur seleksi prestasi dan jalur afirmasi,” katanya. Selain itu, Pemprov Jateng juga memberikan porsi tersendiri bagi pelajar penyandang disabilitas sehingga anak-anak berkebutuhan khusus, seperti tunadaksa, tunarungu maupun tunanetra, bisa bersekolah di tingkat SMA. Terkait dengan hal itu, Disdikbud Jateng telah berusaha melakukan pengembangan terhadap kemampuan guru dan fasilitas sekolah, bahkan tahun ini pihaknya akan menggandeng guru dari sekolah luar biasa (SLB) sebagai pendamping di sekolah inklusi. “Kami juga memfasilitasi ABK dan siswa yang mempunyai kemampuan olahraga, mereka yang atlet kami inginnya tidak terjadi penurunan kualitas. Untuk itu kami juga bekerja sama dengan KONI dan disdikpora. Selain itu juga ada jalur pendaftaran berdasarkan perpindahan orang tua,” ujarnya. Seperti diwartakan, daya tampung SMA dan SMK negeri di Jateng pada PPDB tahun ini adalah 216.156 siswa yang terdiri dari 115.908 pelajar untuk jenjang SMA dan 100.248 pelajar untuk jenjang SMK. (jwn5/ant)