Jowonews

Pilkada Surakarta: KPU Tetapkan Paslon Gibran-Teguh dan Bajo

SURAKARTA, Jowonews- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surakarta menetapkan pasangan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa dan Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo) sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surakarta pada Pilkada 2020. “Hal ini sesuai dengan Nomor.77/PL.02.3-Kpt/3372/KPU-Kot/IX/2020 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surakarta 2020,” kata Ketua KPU Surakarta Nurul Sutarti usai Rapat Pleno tertutup penetapan paslon peserta pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surakarta 2020, di Kantor KPU Surakarta, Jateng, Rabu. Menurut Nurul Sutarti, kedua paslon Gibran-Teguh dan Bajo resmi ditetapkan sebagai paslon peserta Pilkada Surakarta 2020 setelah keduanya memenuhi persyaratan administrasi pendaftaran secara secara lengkap dan sah. Menurut Nurul, penetapan kedua paslon peserta Pilkada Surakarta tersebut dibuat berita acara dan akan diserahkan langsung kedua paslon Gibran-Teguh dan Bajo, kemudian tim pemenangan parpol pengusung, dan Bawaslu. KPU Surakarta pada rapat pleno penetapan calon sengaja tidak mengundang kedua pasang calon wali kota dan wakil wali kota serta tim pemenangan. Hal ini sesuai ketentuan KPU RI untuk penjaga protokol kesehatan. Mekanisme penetapan calon hanya dihadiri jajaran struktural internal KPU. “Kami langsung menyerahkan Surat Keputusan (SK) penetapan kedua paslon ini, paling lambat sehari setelah rapat pleno penetapan,” ucap Nurul sebagaimana dilansir Antara. Setelah itu KPU Surakarta tahapan tahapan selanjutnya dengan pengundian nomor urut paslon yang akan digelar di Hotel Sunan Solo, pada Kamis (24/9), dengan mekanisme rapat pleno terbuka. “Pada pengundian nomor urut paslon ini, pleno terbuka dilakukan sesuai penerapan protokol kesehatan dan jumlah peserta dibatasi,” tutur Nurul. Ia mengatakan tahapan selanjutnya kedua paslon Pilkada Surakarta harus memberikan melaporkan awal rekening khusus dana kampanye sehari sebelum hari pertama kampanye. “Laporan dana kampanye dilaporkan batasannya Jumat (25/9), sedangkan awal kampanye damai dimulai Sabtu (26/9),” demikian Nurul.

Orang Tua Sebagai Guru

Oleh: Dr. Aji SofanudinPeneliti pada Lembaga Kajian Masalah Umat dan Sosial (L@KMUS) Jawa Tengah Pandemi covid-19 telah memaksa semua aspek kehidupan berubah, termasuk pembelajaran di sekolah/madrasah. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau Belajar dari Rumah (BDR) menjadi praktik baru pembelajaran. Namun kehadiran metode PJJ atau BDR ini bukan tanpa masalah. Jika dipetakan setidaknya akan muncul empat masalah krusial PJJ. Pertama, problem keterbatasan kuota. Banyak siswa/orang tua siswa yang mengeluh borosnya penggunaan kuota. Dalam bahasa keseharian disebut “miskin kuota”. Kedua, problem sinyal jaringan internet dan listrik. Bukan hanya di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar), bahkan di Jawa Tengah pun problem ini ada. Ketiga, problem kepemilikan HP/Laptop. Banyak siswa yang tidak memiliki perangkat gawai sebagai prasyarat pembelajaran daring. Keempat, Masalah SDM guru. Kompetensi pedagogik guru dalam teknik pembelajaran dengan daring perlu ditingkatkan. Indonesia sangat luas dengan problem pendidikan yang tidak seragam. Oleh karena itu solusi pembelajaran pun tentu beragam. Kebijakan yang hanya “mengakomodir” pembelajaran daring akan tidak efektif. Pembelajaran daring penting, tetapi pembelajaran tatap muka langsung juga tidak bisa ditinggalkan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan beragam model pembelajaran. Pembelajaran di Masa Pandemi Pertama, pembelajaran konvensional, tatap muka langsung masih dimungkinkan terutama di daerah yang aman Covid-19. Atau daerah yang hijau. Di daerah yang tidak punya sinyal, tidak terdapat jaringan internet (lelet) tentu harus menggunakan pembelajaran langsung. Kedua, pembelajaran daring, pembelajaran virtual. Yang diperlukan adalah pembuatan paket-paket pembelajaran yang menarik sehingga siswa tidak jenuh. Di antara problem utama pembelajaran daring adalah kesulitan siswa menguasai materi. Dengan paket pembelajaran yang menarik diharapkan siswa semangat dan mudah memahami materi yang diajarkan. Pendidikan kecakapan hidup penting untuk diajarkan. Ketiga, blended learning. Pembelajaran blended (campuran) perlu dipraktekkan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar. Fleksibilitas kurikulum penting, tetapi tidak boleh mengurangi mutu pembelajaran. Oleh karena itu, perlu juga dikembangkan model pembelajaran blended, yang memadukan antara daring dan luring. Tentu dengan protokol kesehatan yang ketat. Di tingkat pengambil kebijakan, Kemendikbud ataupun Kementerian Agama perlu terus meningkatkan kompetensi guru dengan berbagai terobosan. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh kementerian antara lain sebagai berikut: Pertama mengembangkan kerja sama, baik dengan perorangan maupun lembaga asosiasi guru (AGPAI, IGI, PGRI, dll) untuk meningkatkan profesionalisme guru. Kedua, perlunya kolaborasi dan sinergi dalam peningkatan kompetensi pedagogik guru, terutama di bidang pembelajaran daring. Ketiga, peningkatan kapasitas guru melalui jalur formal S2/S3. Keempat, selain meningkatkan kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial perlu juga dikembangkan kompetensi spiritual terutama untuk meningkatkan integritas guru. Pemerintah perlu “lebih hadir” dengan misalnya mengembangkan “new practice” pembelajaran di masa pandemi. Praktek-praktek terbaik pembelajaran di sekolah/madrasah perlu disebarkan tempat lain. Dalam mengatasi keterbatasan kuota, beberapa sekolah mengembangkan budaya ta’awun atau gotong royong melalui infak/shodaqoh ODOT (one day one thousand), satu hari seribu rupiah. Uangnya dikumpulkan dan disumbangkan ke siswa/orang tua yang membutuhkan. Model-model seperti ini perlu digemakan. SE Mendkibud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19 telah memberikan fleksibilitas penggunakan dana BOS (bantuan operasional sekolah). Penggunaan dana BOS dapat digunakan untuk penyediaan alat kebersihan, hand sanitizer, disinfectant, dan masker bagi warga sekolah serta untuk membiayai pembelajaran daring. Tentu ini bisa memperlancar pembelajaran baik daring maupun tatap muka langsung. Selain itu, harus disadari bersama bahwa tugas mendidik tidak hanya oleh guru. Setiap orang tua sejatinya adalah guru. Bahkan seorang ibu adalah Madrasatul ula, guru utama dan pertama dalam keluarga. Semoga kesadaran ini, semakin tumbuh di era Pandemi Covid-19 ini.

Pakar: Infrastruktur Belum Siap, E-Voting Belum Bisa untuk Pilkada 2020

SEMARANG, Jowonews- Pemilihan Kepala Daerah 2020 dinilai belum bisa dilaksanakan secara elektronik atau e-voting, meski Undang-Undang Pilkada sudah mengakomodasinya. “Terlalu berat menyiapkan infrastrukturnya karena semuanya full electronic. Apalagi masalah pengamanan datanya,” kata Pakar keamanan siber dan komunikasi CISSReC Doktor Pratama Persadha, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (23/9) . Pratama mengatakan bahwa pelaksanaan e-voting, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 85, mempertimbangkan kesiapan pemerintah daerah dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah. “Intinya penyelenggaraan pemilu elektronik harus melihat kesiapan infrastruktur di setiap daerah,” kata Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC. Dengan adanya wacana pilkada diundur karena pandemi Covid-19. Kemudian muncul lagi ide tentang e-voting, menurut Pratama, sulit untuk direalisasikan saat ini. Secara prinsip, kata dia, e-voting bisa dilaksanakan di tanah air. Namun, tidak secara 100 persen karena masih ada wilayah yang sulit dijangkau sinyal internet. Kendati demikian, ada jalan tengah bagi wilayah yang sulit internet. Yakni pemilihan tetap manual. Namun, hasil penghitungan suara dikumpulkan di satu titik lokasi khusus yang tersambung dengan internet dan sistem e-voting. e-rekap Pratama mengatakan bahwa KPU pada Pilkada 2020 menerapkan e-rekap. Hal ini bisa menjadi satu percobaan apakah KPU siap dengan sistem yang lebih sederhana “Namun, e-rekap juga memiliki kendala sama karena tidak semua terjangkau internet,” kata Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014. Dikatakan pula harus ada satu titik lokasi, tempat hasil perhitungan suara dikumpulkan, lalu dikirim dari lokasi tersebut. Menurut Pratama, yang harus disiapkan sebenarnya bukan hanya masalah sistem serta infrastruktur internet, melainkan juga terkait dengan kesiapan sumber daya manusia (SDM) sebagai user utamanya. Selain itu, lanjut dia, faktor keamanan sistem menjadi sangat penting saat menggunakan model pemilu elektronik. Pasalnya, e-voting rawan mengundang kecurangan lewat peretasan. “Hasilnya bisa dengan mudah didelegitimasi bila ditemukan kecurangan maupun kesalahan sistem,” kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini. Jalan panjang menuju e-voting, katanya lagi, masyarakat harus disiapkan dengan edukasi jauh-jauh hari. Minimal pemilu elektronik juga masuk dalam edukasi berkehidupan siber di tanah air sehingga masyarakat tidak kaget nantinya. Di lain pihak, menurut dia, sistem bisa disinkronisasi dengan database milik dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) sehingga verifikasi menjadi lebih mudah.

BMKG: Waspadai Cuaca Ekstrem Saat Pancaroba

BANJARNEGARA, Jowonews- Masyarakat diminta mewaspadai kemungkinan cuaca ekstrem pada saat pancaroba atau peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. “Banjarnegara dan kabupaten lain di sekitarnya mulai memasuki musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan sehingga perlu diwaspadai kemungkinan cuaca ekstrem,” kata Kepala Stasiun Geofisika BMKG Banjarnegara Setyoajie Prayoedhie di Banjarnegara, Selasa. (22/9). Dia menjelaskan, Banjarnegara diprakirakan akan memasuki awal musim hujan pada dasarian pertama bulan Oktober 2020. “Sekarang ini peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, sementara awal musim hujan paling awal dasarian pertama bulan Oktober. Meliputi sebagian besar Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga dan Wonosobo. Selain itu sebagian Banyumas dan Magelang serta beberapa wilayah di Jawa Tengah lainnya,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Dia menambahkan terkait dengan pancaroba, pihaknya mengingatkan warga untuk senantiasa mewaspadai potensi hujan lebat dengan intensitas sedang hingga lebat, dalam durasi pendek maupun panjang yang disertai angin kencang dan petir. Sementara itu dia juga menambahkan bahwa pada dasarian kedua September 2020 seluruh wilayah Banjarnegara mengalami hujan dengan kriteria curah hujan rendah. Sementara pada dasarian kedua September 2020 wilayah Banjarnegara mengalami hari tanpa hujan dengan kriteria sedang. “Sementara pada dasarian ketiga September umumnya wilayah kabupaten Banjarnegara diprakirakan terjadi hujan dengan kriteria menengah,” katanya. Dia juga menambahkan bahwa kendati terdapat potensi cuaca ekstrem pada musim peralihan, namun masyarakat di wilayah itu diimbau untuk selalu menyaring pemberitaan yang beredar. Dia menambahkan pihaknya akan terus melakukan pemuktahiran data untuk menginformasikan kondisi cuaca terkini kepada seluruh masyarakat. “Masyarakat juga dapat mengakses media sosial yang kami miliki untuk mengetahui informasi mengenai prakiraan cuaca terkini,” katanya.

Analis: Soal E-Voting, Tinggal Siapkan Peraturan KPU saja

SEMARANG, Jowonews- Terkait implementasi e-voting, Komisi Pemilihan Umum dinilai tinggal menyiapkan Peraturan KPU tentang Pemilihan Suara Secara Elektronik saja. Karena di dalam Undang-Undang Pilkada sudah ada aturan mengenai e-voting. “Jadi, tidak perlu peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) terkait dengan pemilihan kepala daerah di 270 daerah, baik di sembilan provinsi, 224 kabupaten, maupun 37 kota, di tengah pandemi Covid-19,” terang analis politik dari Universitas Diponegoro, Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin, di Semarang, Selasa (22/9) malam. Teguh Yuwono lantas menyebut UU No. 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015 tentang Perpu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Di dalam Pasal 85 Ayat (1) disebutkan bahwa pemberian suara untuk pemilihan dapat dilakukan dengan cara: a. memberi tanda satu kali pada surat suara; atau b. memberi suara melalui peralatan pemilihan suara secara elektronik. Namun, lanjut dia, dalam Ayat (2a) disebutkan bahwa pemberian suara secara elektronik itu dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan pemerintah daerah dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah. Teguh Yuwono mengemukakan hal itu ketika merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md. yang menegaskan bahwa pilkada tetap dilaksanakan secara serentak di 270 daerah pada tanggal 9 Desember 2020. Ketika menyampaikan pengantar secara virtual Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak Tahun 2020 di Jakarta, Selasa (22/9), Mahfud memaklumi adanya kontroversi dari masyarakat yang menginginkan penundaan pilkada. Namun, ada pula yang menghendaki pelaksanaan pilkada tetap pada tanggal 9 Desember 2020. Menjawab pertanyaan pemilihan kepala daerah melalui DPRD, Teguh Yuwono mengatakan, “Saya kira pilihan terbaik tetap pilkada langsung karena demokrasi itu ‘kan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Jadi, ini yang menjadi konsen semua pihakn,’ ujarnya sebagaimana dilansir Antara. Penundaan Tidak Solutif Menyinggung pilkada di tengah pandemi Covid-19, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Undip itu mengutarakan bahwa penundaan pilkada bukan merupakan solusi karena tidak semua aktivitas harus tertunda. “Kalau semua gara-gara virus corona ditunda, nanti kuliah ditunda, makan ditunda, saya kira tidak solutif penundaan pilkada. Apalagi pernah ditunda, sebelumnya hari-H pencoblosan pada tanggal 23 September mundur menjadi 9 Desember 2020,” kata Teguh. Penundaan pilkada ini temaktub dalam UU No. 6/2020 Pasal 201A Ayat (1) yang intinya pemungutan suara serentak pada bulan September 2O2O tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal karena ada bencana nasional pandemi Covid-19. Selanjutnya, pada Ayat (2) disebutkan bahwa pemungutan suara serentak yang ditunda dilaksanakan pada bulan Desember 2O2O. Dikatakan pula oleh Teguh Yuwono bahwa pandemi COVID-19 adalah sesuatu yang riil dihadapi oleh masyarakat. Akan tetapi, justru bagaimana caranya dalam situasi seperti ini ada mekanisme teknologi yang bisa dipakai, misalnya e-voting. “Jadi, saya kira perlu disiapkan mekanisme online (dalam jaringan/daring) atau mekanisme offline (luar jaringan/luring) tetapi dengan protokol yang ketat,” katanya menegaskan. Jika di suatu daerah belum siap melaksanakan e-voting, menurut Teguh, waktu pemilihan lebih lama, misalnya sampai pukul 17.00. Begitu pula, ritme perlu diatur agar tidak terjadi kerumunan di tempat pemungutan suara (TPS). Alumnus Flinders University Australia ini lantas menandaskan, “Covid-19. tidak menjadi halangan. Bahwa virus corona harus di-handle, iya. Namun, kegiatan tidak bisa berhenti.”