Jowonews

Sebelum Buka Bioskop, Pastikan Protokol Kesehatan Dipatuhi

SEMARANG, Jowonews- Pemerintah diminta memastikan protokol kesehatan Covid-19 dipatuhi sebelum memutuskan pembukaan kembali bioskop pada masa pandemi . “Pertanyaannya, bisa tidak protokol kesehatan dijaga. Kalau tidak bisa menjaga, seyogianya jangan dilakukan,” kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jawa Tengah Dr. Djoko Handojo, M.Si Med, Sp.B., Sp.B. (K) Onk, FICS di Semarang, Jumat. (16/10) Menurut dia, pandemi Covid-19 merupakan persoalan kesehatan. Namun tidak bisa berdiri sendiri karena ada faktor lain seperti ekonomi dan sosial. IDI, kata dia, mengingatkan agar protokol kesehatan selalu digunakan di berbagai aspek kehidupan. Berkaitan dengan rencana pembukaan kembali bioskop, lanjut dia, hal yang paling memerlukan perhatian yakni berkaitan dengan sirkulasi udara atau ventilasi dan durasi film. “Kita tahu bioskop merupakan ruang tertutup dan berpendingin udara. Ventilasi harus menjadi perhatian, durasi film juga jangan terlalu lama,” katanya. Ia mempersilakan jika bioskop akan kembali dibuka karena hal tersebut merupakan hak pemerintah daerah. Meski demikian, kata dia, IDI mengingatkan pentingnya menerapkan protokol kesehatan. “Tolong pakai masker, jaga jarak, jangan berkerumum,” tambah Djoko Handojo sebagaimana dilansir Antara. Sebelumnya, Pemerintah Kota Semarang berencana membuka kembali bioskop dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat setelah beberapa bulan tutup terkait pandemi. Pejabat Sementara Wali Kota Semarang Tavip Supriyanto menyebut bahwa pembukaan bioskop ini sebagai salah satu upaya menggerakkan perekonomian. Menurut dia, izin akan diberikan kepada bisokop yang sudah memenuhi berbagai persyaratan dalam melaksanakan protokol kesehatan. “Pengelola bioskop mengajukan izin ke Disbudpar, kemudian akan dicek penerapan protokol kesehatannya dan dievaluasi,” demikian avip Supriyanto

IDI Jateng Promosikan Protokol Kesehatan Masa Pandemi

SEMARANG, Jowonews- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jawa Tengah menyiapkan program untuk mempromosikan pelaksanaan protokol kesehatan dalam adaptasi kehidupan baru semasa pandemi Covid-19 di 22 tempat. Ketua IDI Jawa Tengah Djoko Handojo di Semarang, Jumat (16/10), mengatakan, promosi pelaksanaan protokol kesehatan akan dilakukan bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Ia mengatakan bahwa IDI sejak akhir Februari 2020 mendukung kegiatan sosialisasi mengenai pencegahan penularan Covid-19. “IDI tidak boleh bosan, menggiatkan protokol kesehatan merupakan upaya yang bisa memotong penyebaran Covid-19,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Kegiatan promosi protokol kesehatan kali ini, menurut dia, akan dilakukan di 22 tempat mulai dari lingkungan rukun tetangga hingga fasilitas kesehatan. “Kita harus memberikan pencerahan, kalau yang terpapar Covid jangan jauhi. Itulah pentingnya program Jogo Tonggo yang dijalankan di Jawa Tengah,” katanya. Humas IDI Jawa Tengah Renni Yuniati mengatakan promosi protokol kesehatan akan dilakukan berdasarkan kondisi penularan Covid-19. “Bisa wilayah yang kasusnya masih tinggi, bisa juga daerah yang sudah berhasil menekan kasus Covid,” katanya. Ia mengatakan bahwa kegiatan promosi juga dilakukan untuk mengingatkan masyarakat bahwa pandemi masih berlangsung. Karenanya protokol kesehatan harus tetap dijalankan, termasuk memakai masker, menjaga jarak, serta mencuci tangan. B

Citigrower Gelar Webinar “Berkebun Urban di 3 Benua”

SEMARANG, Jowonews- Beruntunglah masyarakat Indonesia. Negeri khatulistiwa bertanah subur. Sinar matahari dan air pun melimpah sepanjang tahun. “Beragam tanaman bisa tumbuh di negeri ini.  Anugerah Tuhan sebagai negara megabiodiversity,”  cetus Dian Armanda, peneliti urban farming dan biologi lingkungan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang dalam keterangan persnya, Jumat  (16/10). Sementara di negara subtropis di Amerika dan Eropa misalnya, kegiatan bercocok tanam membutuhkan sumber daya yang lebih besar. Tanpa rekayasa teknik, berkebun hanya bisa dilakukan di musim panas saja. Tanaman juga memerlukan perawatan ekstra, kata Dian yang juga merupakan founder Citigrower, sebuah inisiatif berbasis digital yang aktif kampanyekan urban farming. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana pengalaman berkebun urban di negara tropis dibandingkan dengan subtropis Amerika dan Eropa, Citigrower menyelenggarakan webinar bertajuk “Berkebun Urban di 3 Benua; Sisi Praktis dan Teoretis”. Webinar akan dilaksanakan hari Sabtu (17/10) besok mulai pukul 19:30 via Zoom. Webinar ini bersifat gratis dan peserta akan mendapatkan sertifikat. Masyarakat bisa mendaftarkan lewat link  https://bit.ly/citigrowerwebinar Pekebun Urban Amerika Co founder CitiGrower Agung Bakti mengatakan, webinar  ini bertujuan untuk ikut mengedukasi masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai benua untuk aktif dalam kegiatan urban farming. “Sebagai narasumber ahli, Dian Armanda akan menyampaikan aspek teoretis serta pengalaman berkebun urbannya di Indonesia dan Eropa. Sedangkan narasumber lain, owner Haiqal Garden Syarif Syaifulloh diaspora Indonesia di Philadelphia, akan bercerita bagaimana cara berkebun urban di negara subtropis Amerika,” ujar Agung. Syarif  merupakan pelopor kegiatan urban farming di kota yang terletak di negara bagian Pennsyylvania itu. Dia menanan hingga 40  jenis sayur di kebun urbannya. Hasil panenya ,selain dikonsumsi sendiri, juga dibagikan ke para tetangga dan komunitas.. Menurut Agung, aksi syarif banyak menginspirasi warga di sana. sehingga semakin banyak orang terlibat bercocok tanam di rumahnya. “Atas dedikasinya tersebut, Syarif diberi penghargaan sebagai bapak teladan kota Philadelphia,” pungkas Agung.

Innovative Urban Farming, Masa Depan Ketahanan Pangan Dunia

SEMARANG, Jowonews- Peringatan hari pangan sedunia setiap tanggal 16 Oktober, masih terus dibayangi masalah kebutuhan pangan masyarakat yang jumlahnya semakin meroket. Tahun 2050, kebutuhan produksi pangan diperkirakan akan meningkat  hingga 50 % dibandingkan tahun 2012, mengutip data Badan Pangan Dunia FAO (2018) “Saat itu akan ada 9,7 Millyar mulut penduduk yang harus diberi makan.  68 % diantaranya tinggal di perkotaan. Sehingga diperlukan jumlah pangan yang sangat besar khususnya bagi masyarakat konsumen perkotaan,”  tegas Dian Armanda, peneliti urban farming dan biologi lingkungan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang dalam keterangan persnya, Jumat  (16/10). Di sisi lain, kata Dian, luasan lahan pertanian konvensional secara global terus tergerus. Ledakan jumlah penduduk membuat banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi tempat pemukiman. Hal ini jelas semakin menekan jumlah produksi pangan yang dihasilkan.Karena itu perlu ada  terobosan lain untuk pemenuhan pangan masa depan, terangnya. “Jika tahun 1960-2000 terobosan itu dilakukan dengan intensifikasi masif pertanian melalui revolusi hijau, maka saat ini innovative urban farming atau pertanian perkotaan inovatif adalah jawabannya,”  tegas kandidat doktor dari Institute of Environmental Science, Leiden University, Belanda ini. Urban Farming Kian Menjanjikan Hasil riset Dian dalam jurnal internasional Global Food Security (September, 2019) menunjukkan, urban farming kian menjanjikan. Hal ini ditinjau dari segi aspek potensi produksi global, keragaman pangan yang dihasilkan, potensi luasan lahan dan jumlah praktisi yang terlibat Riset yang mengambil sejumlah sampel lokasi urban farming komersial di Asia, Amerika, dan Eropa itu memperlihatkan, sistem pertanian perkotaan ini bisa meningkatkan sumber pangan dengan efektif dan  efisien. “Sebagai contoh, urban farming Aerofarm di kawasan kota New Jersey, Amerika Serikat mampu menghasilkan panen sayur hingga 140 kg per tahun per meter persegi lahan dengan teknik aeroponik indoor vertikal,” cetus ibu beranak tiga ini. Kapasitas produksinya bisa mencapai 100 kali lebih banyak daripada pertanian konvensional. Namun dengan konsumsi air cuma sepersepuluhnya, tambah Dian. Innovative urban farming juga dipandang cukup ramah lingkungan. “Inovasinya membuat aspek perawatan dan sumber daya yang dipakai menjadi minimalis, namun dapat menghasilkan panen yang maksimalis,” tegas perempuan kelahiran Yogyakarta itu. Dian menyatakan, sejak tahun 2010, terobosan teknologi innovative urban farming seperti hidroponik, akuaponik, aeroponik, vertical farming, indoor farming, dan precision farming semakin berkembang secara global. Gaya hidup baru berkebun urban  skala hobi maupun rumahan  untuk subsisten (pemenuhan kebutuhan sendiri) semakin marak. Demikian pula dengan kebun urban  skala komersial. Banyak bermunculan perusahaan urban farming berupa pabrik sayuran di tengah kota di berbagai belahan dunia. “Apalagi di masa pandemi seperti sekarang, dimana orang punya banyak waktu di rumah, urban farming  terus berkembang menjadi salah satu kegiatan favorit masyarakat. Bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Ini langkah awal yang bagus untuk menciptakan ketahanan pangan masa depan,”  ujarnya, Untuk memperkuat ketahanan pangan tersebut , Dian mengajak masyarakat Indonesia beramai-ramai menjadikan lahan pekarangannyadan ruang-ruang potensial di rumah sebagai kebun urban. Hasil panennya bisa dipetik untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga.

Inovasi Robot Pengolah Sampah Karya Anak Bangsa

MALANG, Jawa Timur-– Inovasi unik dilakukan dua mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Andanrani dan I’if Nur Safitri membuat robot pengolah dan pemroses sampah “Magic Trash Robot” (Master). Menurut salah satu mahasiswa penemu “Master”, Andanrani di Malang, Jumat (16/10), tujuan dibuatnya robot pintar Master ini berangkat dari keresahan masyarakat terhadap sampah yang membawa dampak buruk di lingkungan sekitar. “Kondisi ini yang melahirkan ide Master. Dengan adanya produk ini, segala aktivitas dalam memilih sampai sesuai jenisnya menjadi lebih praktis. Master juga memudahkan pengelolaan sisa makanan menjadi pupuk sederhana yang dapat mengurangi bau akibat pembusukan,” kata Andanrani sebagaimana dilansir Antara. Menurut Andanrani, di Indonesia belum ada teknologi seperti ini. Kalaupun ada, fungsinya hanya sebatas tempat sampah biasa di lokasi umum yang tidak dapat memilah-milah jenis sampah sendiri. “Produk kami berupa robot sampah yang bisa memilah sendiri sesuai jenisnya, seperti plastik, kaleng, kaca, dedaunan, sisa makanan. Selain itu, dapat menguraikan sampah menjadi pupuk sederhana yang dapat meminimalisasi bau sampah,” kata mahasiswa angkatan 2018 ini. Olah Sampah Jadi Pupuk Selain itu, lanjutnya, Master mampu mengelola sampah menjadi pupuk sederhana dengan menggunakan inovasi baru agar dapat mengembangkan unsur kualitas produk yang baik, bermanfaat untuk masyarakat umum maupun pribadi. Lebih lanjut, Andanrani mengatakan pengelolaan sampah kota di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah aktual seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk. Masalah ini berdampak pada semakin banyak jumlah sampah yang dihasilkan. Sampah menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menyebabkan meningkatnya degradasi kebersihan lingkungan, karena mengeluarkan gas metan yang menyebabkan global warming. Menurut berbagai penelitian para ahli, katanya, gas ini (metan) memiliki daya rusak 23 kali lebih kuat dari karbon. Robot Marster yang dibuat oleh kedua mahasiswa tersebut berhasil menjadi runner up dalam lomba business plan pada Dies Natalis ke-62 Politeknik ATK Yogyakarta. Dalam lomba yang diikuti mahasiswa seluruh Indonesia ini, mereka juga menawarkan rencana bisnis berupa robot yang mampu memilah sampah sesuai jenisnya.