Jowonews

Kue putu masuk daftar “50 Best Cakes” versi TasteAtlas

Kue putu masuk daftar “50 Best Cakes” versi TasteAtlas

Situs kuliner TasteAtlas mengeluarkan daftar 50 kue terbaik di dunia berdasarkan peringkat penilaian audience dalam pembaruan terakhir di bulan Juli 2022. Kue tradisional asal Indonesia, kue putu menempati peringkat ke-45 dengan skor 4,21. TasteAtlas merupakan situs wisata dan kuliner yang mengulas seputar makanan tradisional, resep lokal, dan restoran autentik di seluruh dunia.

Kue Putu Dinobatkan Sebagai Salah Satu Kue Terbaik Dunia

Kue Putu Dinobatkan Sebagai Salah Satu Kue Terbaik Dunia

Baru-baru ini situs Taste Atlas merilis kue-kue populer dan 50 kue dengan nilai terbaik di seluruh dunia. Kue Putu, kue tradisional asal Indonesia menjadi salah satunya. Tepatnya kue putu menempati peringkat ke-45 dengan skor 4.21. TasteAtlas merupakan situs wisata dan kuliner yang mengulas seputar makanan tradisional, resep lokal, dan restoran autentik di seluruh dunia. Kue putu merupakan kue tradisional asal Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan sederhana seperti parutan kelapa, tepung beras dan gula (merah/jawa) sebagai isiannya. Kue tradisional ini pada umumnya dihidangkan dalam warna putih dan hijau. Namun, yang lebih banyak dijumpai adalah warna hijau yang berasal dari daun suji. Ditambah taburan parutan kelapa warna putih, membuat kue ini lebih menggugah selera. Kue ini biasanya dijual saat sore menjelang malam hari. Biasa dijajakan dengan dipanggul atau menggunakan gerobak. Salah satu ciri khas yang menjadi penanda dari penjual kue ini adalah cerobong asap kecil yang berbunyi nyaring. Cerobong ini juga sebagian digunakan untuk mengukus bahan kue yang dimasukkan dalam tabung bambu. Sejarah Kue Putu Nama Kue Putu diambil dari serapan bahasa Jawa “putu” yang berakar dari istilah kuno bahasa Jawa “puthon” yang berarti “lingkaran” atau “bundar”. Hal ini merujuk pada peralatan yang digunakan sebagai pengukus kue putu yang berasal dari rongga batang bambu yang berbentuk tabung. Pada masa Dinasti Ming, kue putu disebu dengan XianRoe Long yang berarti kue dari tepung beras dengan isi kacang hijau di dalamnya. Namun setelah masuk di Indonesia, isian kue diganti menjadi gula jawa/ gula merah. Sementara itu penyebutan puthu tertuang dalam Serat Centhini yang ditulis pada tahun 1814 pada masa Kerajaan Mataram. Dalam naskah itu diceritakan bahwa Ki Bayi Panurta meminta santrinya untuk menyediakan hidangan pagi. Diantara hidangan tersebut terdapat puthu sebagai camilan atau makanan pembuka. Kejadian ini terjadi pada tahun 1630 di Desa Wanamarta, Jawa Timur. Penyebutan puthu juga terjadi pada peristiwa lain di desa yang sama. Dalam naskah kuno tersebut diceritakan Nyai Daya dan Nyai Sumbaling sedang menyiapkan kudapan usai salat Subuh. Hidangan yang disiapkan itu terdapat gemblong, serabi, ulen-ulen, puthu, jenang, jadah, dendeng baluk, dendeng gepuk, kupat, pisang bakar, jenang grendul, balendrang, dan wedang bubuk.

Tempe Mendoan Banyumas, Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

Tempe Mendoan Banyumas, Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

Rasanya tidak ada masyarakat Indonesia yang tidak mengenal tempe. Produk olahan fermentasi dari kedelai ini memiliki aroma kacang yang mengiurkan dengan tekstur yang garing. Indonesia adalah negera produsen terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Maka tak heran pula, jika ada banyak menu olahan tempe, salah satunya adalah Tempe Mendoan Banyumas. Tempe biasa disantap sebagai makanan utama atau camilan yang mengenyangkan yang diketahui dapat menigkatkan kesehatan karena mengandung antioksidan, antimikroba, dan mencegah diare. Salah satu olehan tempe yang populer adalah tempe mendoan. Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia Sejak 29 Oktober 2021 Tempe Mendoan khas Banyumas resmi ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda (WBTb) Indonesia. Peresmian tersebut diberikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam sidang Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2021 di Jakarta. Tempe Mendoan masuk dam WBTb kategori Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional berdaarkan ketetapan Kasi Nilai Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas Mispan. Telah Ada Lebih Dari Seabad Mendoan, konon sudah ada sejak lebih dari satu abad lalu yang munculnya bersamaan dengan tempe. Sejak 1960-an, tempe mendoan telah menjadi komoditas dan dikelola secara komersil di Banyumas dan menjadi ujung tombak pariwisata di Kabupaten Banyumas. Tempe mendoan adalah olahan tempe dengan bahan dasar tempe khas Banyumas yang bentuknya tipis. Tempe kemudian dibalur campuran tepung dan bumbu tak lupa dengan irisan daun bawang, lalu digoreng selama tiga sampai empat menit tidak sampai renyah bahkan cenderung mendo atau setengah matang. Itulah mengapa dinamakan tempe mendoan. Cocok Disajikan Panas dengan Rawit Hijau Tempe Mendoan cocok disajikan panas-panas dengan cabe rawit hijau dan atau sambal kecap manis. Pada dasarnya cita rasa tempe mendoan hampir sama dengan tempe pada umumnya, namun bentuknya lebih tipis dengan ketebalan bahan mentah sekitar 3 inci. Bukan tanpa alasan tempe mendoan digoreng setengah matang. Konon karena dulunya dibuat sebagai olahan cepat saji dan bertujuan untuk mempersingkat waktu pengolahan yang tidak menghabiskan banyak waktu menunggu tempe renyah. Semenjak menjadi komoditas dan dikelola secara komersial, muncul pusat oleh-oleh sawangandan kripik Nyonya Sutisno yang mengolah bentuk lain dari mendoan yang kering atau disebut dengan nama kripik. Filosofi Tempe Mendoan Filosofi tempe mendoan merupakan perumpamaan orang Banyumas yang bisa diumpamakan seperti mendoan yang lembek, fleksibel dalam arti mudah menyesuaikan diri. Namun dalam keadaan mendesak, bisa menjadi keripik yang kaku. Yang bila diajak berselisih ibarat mau diajak remuk bersama. Filosofi ini dikaitkan dengan tekad para pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan Indonesia asli Banyumas zaman dulu yang banyak menjadi tokoh di dunia diplomasi dan kemiliteran seperti Jendral Soedirman, Soesilo Soedarman, Soepardjo Roestam, dan lain-lain.