Jowonews

Serunya Lomba Ontel Keranjang Sisih di Sukoharjo, Berat Beban Sebelah 40 Kilogram

Serunya Lomba Ontel Keranjang Sisih di Sukoharjo, Berat Beban Sebelah 40 Kilogram

SUKOHARJO – Warga Kabupaten Sukoharjo, memiliki perlombaan unik bernama Lomba Ontel Keranjang Sisih. Para saling beradu kecepatan dengan keranjang yang memuat beban hingga 40 kg. Keranjang dipasang hanya di satu sisi, sehingga pembalap cukup kesulitan untuk mengayuh sepedanya. Ditambah lagi dengan beban yang berat. Lomba unik ini diselenggarakan oleh warga Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Bupati Sukoharjo. Sebagian besar peserta lomba mengalami kesulitan. Sebab, untuk kategori laki-laki, lomba dilakukan dua kali putaran, dengan beban di dalam keranjang seberat 40 kilogram. Sementara untuk kategori perempuan dilakukan satu kali putaran, dengan beban 20 kilogram. Peserta harus bisa menyeimbangkan sepedanya dan harus cepat bersaing dengan peserta lainnya. Tidak jarang peserta berbenturan dengan peserta lainnya. Lomba Ontel Keranjang Sisih ini baru pertama kali diadakan di desa Pranan. Bukan tanpa alasan, kontes ini ternyata punya cerita tersendiri bagi warganya. Menurut Kepala Desa (Kades) Pranan, Sarjanto, dari dulu hingga sekarang, sebagian besar penduduk desa tersebut memiliki mata pencaharian dengan berdagang buah-buahan. Dulu, lanjut Sarjanto, buah hasil panen warga diangkut dengan sepeda dengan keranjang hanya pada satu sisi saja. “Lomba ini untuk mengenang masa lalu. Karena dulu, sepeda merupakan alat angkut untuk warga yang mayoritas pedagang buah, dan bebannya hanya sebelah. Dan yang memanfaatkan itu hanya warga kami,” katanya, dikutip dari Detik Jateng. Perlombaan ini sendiri diikuti 50 peserta laki-laki, dan 4 peserta wanita. Mereka saling bersaing untuk memperebutkan hadiah dengan total 3 juta rupiah. Kades berharap perlombaan ini menjadi event rutin tahunan di desa tersebut. Sebab, saat ini yang masih memanfaatkan keranjang sebelah itu hanya kurang dari 10 orang saja, dan rata-rata dari mereka telah berusia lansia. “Dulu adanya cuma keranjang saja. Belum ada bronjong seperti saat ini. Sehingga yang mudah-mudah ini bisa mengerti, mereka dulu dibesarkan dengan cara seperti ini,” tutupnya. Foto: doc. Detik Jateng

Tradisi Wetonan, Cara Masyarakat Jawa Memperingati dan Mensyukuri Hari Kelahiran

Tradisi Wetonan, Cara Masyarakat Jawa Memperingati dan Mensyukuri Hari Kelahiran

Tradisi merayakan ulang tahun bukanlah tradisi asli Indonesia. Namun, Indonesia memiliki tradisi yang memiliki konsep serupa dengan ulang tahun, yaitu Wetonan. Wetonan adalah salah satu tradisi yang masih dilakukan masyarakat Jawa hingga saat ini. Kata “wetonan” dalam bahasa Jawa berarti peringatan hari kelahiran. Orang Jawa sering menyebut tradisi wetonan sebagai wetonan atau bancaan weton. Weton merupakan kombinasi dari tujuh hari dalam seminggu dan hari pasaran Jawa yaitu legi, pahing, pon, wage, dan kliwon. Bancaan Weton adalah peringatan hari kelahiran berdasarkan perhitungan penanggalan Jawa yang berputar setiap 35 hari. Pada hari tersebut, keluarga bayi akan mengadakan nyelapani. Kata “nyelapani” berasal dari kata dasar “selapan” yang artinya sama dengan satu bulan dalam perhitungan Jawa (selapan = 35 hari). Perhitungannya berdasarkan perhitungan hari kalender Masehi (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu) dan perhitungan hari kalender Jawa (Pon, Wage , Kliwon, Legi, Pahing). Wetonan dalam masyarakat Jawa terjadi setiap 35 hari sekali. Misalnya, jika seseorang memiliki weton Jumat Pahing maka weton selanjutnya adalah 35 hari kemudian dan akan bertemu pada hari yang sama yakni Jumat Pahing. Bancakan Weton berpijak pada kepercayaan masyarakat Jawa dalam rangka menghormati sedulur papat limo pancer. Sedulur papat meliputi: 1) kawah (cairan ketuban) yang dianggap kakak, 2) plasenta (ari-ari) yang dianggap adik, 3) getih (darah), 4) pusar (tali pusar), Sementara pancer kelima adalah manusia itu sendiri. Bagi orang Jawa, semua sedulur (saudara) empat tersebut harus diruwat, dirawat dan dihormati melalui ritual bancaan weton. Menurut kepercayaan orang Jawa, dalam diri manusia terdapat dua saudara, yaitu saudara tua dan saudara muda. Sedulur tua diimajinasikan plasenta atau ari-ari dan sedulur nom adalah wujud dari kebiasaan kita. Bancaan weton juga bertujuan agar saudara tua (sedulur tua) dan saudara muda (sedulur nom) saling rukun, sehingga jiwa dan raga akan menjadi kesatuan yang utuh dan mendapatkan jati dirinya yang asli. Dalam praktik sehari-hari, masyarakat Jawa tidak weton tak hanya digunakan untuk peringatan hari lahi saja, tetapi juga untuk hal-hal lain seperti perhitungan jodoh, hari baik dan untuk beberapa keperluan dalam ritual adat. Melalui weton ini, masyarakat Jawa sering menilai apakah suatu pasangan akan baik-baik saja atau tidak. Jika perhitungannya tidak bagus, pasangan itu terpaksa berpisah. Doa Wetonan Anak Dalam masyarakat Jawa, doa ini dibacakan dalam bahasa Jawa atau sangat mirip dengan niat dan keinginan yang ingin mereka capai saat melakukan Slametan Weton. “Niki sampeyan sekseni nggeh, asale pasang jenang pethak jenang abrit niki ngleresi tone erna diweruhi mbok’e ibu bumi bapa’e kuasa, asale pasang jenang pethak jenang abrit lan sedoyo buceng niki dongakne sageto angen-angen asale sekolah anak erna (nama anak) niki pinter nggeh, mugi-mugi sedoyo buceng niki saget jejeg mantep bakale angen-angen si erna lan diparingi seger kewarasan anak kulo erna sing sekolah niki saget disekseni nggeh, dongane kabul slamet”. Semua orang yang ada atau mengikuti Slametan Weton sebagai saksinya, bahwa pembuatan jenang putih dan jenang merah ini karena untuk memperingati hari lahirnya Erna (orang yang diperingati hari lahirnya) yang diketahui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, semua yang ada seprti tumpeng, bothok pelas dan jenang ini semoga sebagai simbol untuk mendo’akan Erna (nama anak) agar pintar dalam bersekolah, mempunyai pendirian yang kuat, selalu diberi kesehatan, semoga do’a yang dipanjatkan bisa terkabulkan. Do’a ini biasanya dibacakan oleh salah satu anggota keluarga tertua. Sementara itu anggota keluarga lainnya menjawab setiap do’a yang dibacakan tersebut dengan jawaban nggeh atau secara sederhana adalah mengucapkan amin. Hal yang Perlu Dipersiapkan Sebelum Prosesi Wetonan Memasak nasi untuk dibuat tumpeng, banyaknya beras yang dimasak dikira-kira saja mencukupi untuk minimal 1 keluarga. Setelah nasi matang, selanjutnya nasi dicetak menggunakan kukusan untuk membentuknya menjadi tumpeng, namun terlebih dahulu ditutup dengan daun pisang agar nasi tidak menempel di panci. Selain itu juga agar nasi lebih mudah dikeluarkan dari kukusan. Bahan lain yang diperlukan adalah sayuran. Sayuran yang umum termasuk kacang panjang, kangkung, kubis, kecambah, bayam, dan banyak lagi. Sayuran ini akan dibuat diperuntukkan sebagai keleman atau kulupan yang dimasak dengan cara direbus hanya dengan air tetapi tidak terlalu matang. Agar sayuran tidak terlalu matang atau terlalu lembek, segera setelah dikeluarkan sebaiknya direndam dalam air dingin agar sayuran tetap terlihat hijau namun matang. Selanjutnya hal yang perlu dipersiapkan adalah membuat sambal krambil atau kelapa sebagai pasangannya. Langkah selanjutnya adalahmembuat bothok dan pelas. Bothok terbuat dari tempe yang dipotong kotak-kotak kecil kemudian dicampur dengan daun brambang yang sudah dipotong sebelumnya. Jangan lupa tambahkan garam yang sudah dihaluskan sebelumnya. Setelah selesai, semuanya dibungkus dengan daun pisang lalu dimasak. Sedangkan untuk pelas terbuat dari kacang kedelai yang ditumbuk halus, ditambah garam kemudian dibungkus seperti bothok dan dimasak. Bahan terakhir adalah Jenang. Jenang yang dimakud merupakan dua porsi nasi putih yang dibuat membentuk gundukan dan diletakkan di atas piring, satu sisi nasi putih dan sisi lainnya gula merah di atasnya. Orang Jawa menyebutnya jenang merah dan jenang putih. Setelah selesai tumpeng ditaruh pada sebuah wadah, biasanya berupa tampah atau leseran kemudian dikelilingi oleh sayuran dan bothok pelas. Prosesi Wetonan Langkah pertama dalam proses pelaksanaan Slametan Weton adalah orang tertua dalam keluarga akan membacakan doa dalam bahasa Jawa. Orang Jawa sering menyebutnya ngojupne. Bacaan Niat ini berisi permohonan perlindungan kepada Yang Maha Kuasa, agar yang berulang tahun atau peringatan hari lahirnya dapat memperoleh kesehatan jasmani dan rohani. Langkah kedua adalah makan bersama anggota keluarga. Sementara itu orang yang sedang diperinati wetonnya harus memakan jenang putih agar mendapatkan kekuatan, kesehatan, dan keselamatan dari Tuhan. Selanjutnya, baru seluruh anggota keluarga makan bersama-sama. Makanan Wetonan Yang Wajib Ada Setiap tradisi slametan, khususnya bagi masyarakat Jawa, akan menggunakan makanan dan sesaji sebagai salah satu elemen untuk melakukan slametan. Sama halnya dengan slametan weton, ada dua makanan yang wajib disantap, yaitu tumpeng dan jenang. Tumpeng Bagi orang Jawa, tumpeng adalah hal yang sakral. Hampir semua slametan di masyarakat Jawa menggunakan tumpeng. Tumpeng nasi putih melambangkan pusat segala energi. Sementara itu di sekitar tumpeng ini terdapat sayuran dan biji bothok yang mengisi atau mengelilingi tumpeng. Sayur ini melambangkan harapan mendapat pitulungan (pertolongan) dari Tuhan. Selain itu diharapakan doa-doa yang diucapkan tidak terputus, seperti do’a panjang rejeki, panjang umur, kecerdasan atau panjang akal. Jenang Jenang yang digunakan untuk Slametan Weton adalah dua buah yang terdiri dari … Baca Selengkapnya

Bermalam Di Tenda, Cara Lain Menikmati Keindahan Alam Dieng Saat Gelaran DCF 2022

Camping Ground Dieng Culture Festival

BANJARNEGARA – Menyewa di homestay untuk bermalam selama event Dieng Culture Festival (DCF) merupakan hal yang biasa. Tapi menghabiskan malam di luar ruangan, mendirikan tenda akan memiliki sensasi tersendiri. Salah satunya adalah Bumi Perkemahan Kailasa di Kompleks Candi Arjuna, Dieng. Selama Festival Budaya Dieng 2022, lebih dari 100 tenda berjejer di bawah naungan pohon cemara dan kayu putih. Suasana alam terbuka dan hawa yang dingin khas pegunungan menghadirkan sensasi berbeda bagi pengunjung. Selain itu, kerlap-kerlip lampu di malam hari akan membuat suasana terasa lebih romantis, dan membuat kawasan ini lebih hidup. Hanya berbekal kompor mini atau portable, wisatawan dapat menikmati suasana alam Dieng dengan secangkir kopi panas. Salah satunya dirasakan oleh Virda. Meski lebih dingin dibanding menginap di home stay, wisatawan asal Jakarta ini mengaku lebih senang berada di tenda. Karena ia merasa lebih selaras dengan alam. “Rasanya memang dingin, tapi seru. Seperti bisa menyatu dengan alam,” ujar Virda dikutip dari Detik Jateng, Jumat (2/9/2022). Pengunjung lainnya, Indah, mengaku penasaran ingin menginap di tenda. Ini merupakan pengalaman pertama baginya berlibur dan menginap di tenda. “Kalau umumnya itu kan di homestay atau hotel. Ini pengalaman pertama saya menginap di tenda. Karena penasaran juga,” kata dia. Namun, ia mengaku menikmati suasana alam perkemahan. Selain itu, membawa berbagai perlengkapan berkemah seperti kompor membuat berkemah menjadi berbeda. “Awalnya saya bingung mau bawa apa aja. Karena ini kan baru pertama camping. Setelah cari tahu ternyata ada bawa kompor untuk masak masak jadi seru,” ujarnya. Sementara itu, penanggung jawab Campiing Ground Kailasa Dieng, Rahmat Hidayat mengatakan, DCF ke-13 tahun ini menawarkan sesuatu yang berbeda bagi wisatawan. Salah satunya bermalam di tenda. “Selain homestay, ada camping ground. Ini kami menawarkan view, dan heningan malam yang menyatu dengan alam,” kata Rahmat. Dari segi fasilitas, bumi perkemahan ini menyediakan penerangan, api unggun, mushola, charging box, dan tempat pertemuan. Hal ini akan menjalin keakraban antar wisatawan. “Fasilitasnya banyak seperti perapian, mushola, selain tenda juga ada perlengkapan lainnya yang disediakan panitia. Mulai dari tenda, kasur, tempat tidur,” ujarnya.

Ribuan Lampion Hiasi Langit Dataran Tinggi Dieng

Dieng Culture Festival 2022

BANJARNEGARA – Ribuan lampion menghiasi langit di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, pada Jumat malam (2/9/2022). Kelap-kelip lampu lentera warna-warni muncul seperti bintang terbang yang menghiasi langit dataran tinggi dengan julukan “Negeri di awan” itu. Setidaknya ada 5.000 lampion yang diterbangkan secara massal oleh para wisatawan yang hadir di lokasi itu. Penerbangan lampion memang menjadi simbol khusus Festival Budaya Dieng yang ke-13 tahun ini digelar. Perayaan tahun ini merupakan kali pertama event Dieng Culture Festival digelar secara langsung, setelah mengalami pembatasan akibat pandemi selama dua tahun. Penerbangan lampion disertai dengan lagu perjuangan. Wisatawan tak hanya melepas lampion, mereka juga berharap Indonesia segera pulih. Seorang wisatawan, Voni mengatakan sungguh antusias mengikuti gelaran DCF tahun ini. “Sudah sangat menantikan apalagi penerbangan lampionnya. Apalagi dua tahun DCF tidak semeriah sekarang. Saya dari Purwokerto,” katanya, dikutip dari Tribun Jateng.