Jowonews

Progres PLTA Kayen Signifikan, Pembangunan Jalan Penghubung Capai 30 Persen

Jalan Penghubung PLTA Kayen

JAKARTA – Jalan penghubung menuju lokasi pembangunan Bendungan Kayan I sepanjang 12 kilometer kini tengah dikebut. Jalan yang dibangun PT Kayan Hyrdro Energy (PT KHE) ini untuk mengejar target pembangunan konstruksi Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan yang akan dimulai pada 2023 mendatang. PT KHE optimistis pembangunan PLTA Kayan dapat dimulai pada 2023 dan beroperasi secara bertahap pada 2026. Perlu diketahui PLTA Kayan Cascade yang dibangun PT KHE memanfaatkan area sepanjang sungai Kayan dan terdiri atas 5 bendungan dengan 5-6 unit turbin pembangkit tiap bendungannya. Tahap pertama PLTA Kayan Cascade berkapasitas 900 Megawatt (MW), tahap kedua 1.200 MW, tahap ketiga dan keempat masing-masing 1.800 MW, dan tahap kelima 3.300 MW. Proyek ini diperkirakan menelan biaya sekitar 17 miliar dolar AS dengan sumber dana dari PT KHE sendiri dan partner di mana salah satu partnernya Sumitomo Jepang. Pembangunan jalan tersebut akan terbagi dalam tiga seksi pengerjaan, yakni dari titik Bendungan Kayan I menuju Tugu Lima, kemudian Tugu Lima menuju Sungai Muara Pangean, dan Sungai Muara Pangean menuju jalan PU (Pekerjaan Umum) atau jalan umum. Panjangnya 12 kilometer. Demikian dikatakan Direktur Operasional PT Kayan Hydro Energy (PT KHE) Khaeroni kepada sejumlah media nasional dan asing di Long Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, akhir Agustus 2022. “Untuk memulai tahap konstruksi 2023, sedang dikerjakan perluasan jalan untuk angkutan alat berat serta izin peledaikan. Sementara gudang bahan peledak sudah siap sejak lama,” kata Khaeroni sambil menunjuk sejumlah gudang bahan peledak yang telah dibangun sejak beberapa waktu lalu. Saat ini di bawah koordinasi Manajer Lapangan Sapta Nugraha dan Safran, PT KHE tengah melakukan land clearing dan pembukaan jalan di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan. Sementara kegiatan land clearing kedua di area tugu 5 yang diperuntukkan untuk infrastruktur. “Karena kemarin banjir jadi agak tersendat, selesai itu nanti kita harapkan 80 hektare lebih,” ungkap Khaeroni. Jalan penghubung ke gudang penyimpanan bahan peledak (handak) di tugu 5 melewati Sungai Pangean, Kecamatan Peso sudah selesai. PT KHE juga telah memesan bangunan konstruksi jembatan. “Jalan penghubung ke handak sudah selesai, Jadi jalan PU menuju Sungai Pangean, dari Sungai Pangean ke Tugu 5 itu kita sudah pesan jembatan besar itu kemungkinan tidak lama lagi tiba. Kemarin pengirimannya agak tersendat dari Surabaya karena pada saat lebaran mereka tidak terima pengiriman muatan barang besi yang banyak,” jelas Khaeroni. Lebih lanjut Khaeroni mengatakan, “Kemarin logistik angkut dari Tanjung Selor menuju Peso kondisinya pas air surut sehingga mereka harus kembali lagi. Nanti pengiriman logistik sampai Tugu 5 harus keadaan air pasang”. Untuk memperlancar pengiriman material konstruksi di Peso, kata Khaeroni ada 11 titik Sungai Kayan akan dilakukan pengerukan. “Kalau pengerukan ada 11 titik. Salah satu spotnya ada di depan Desa Long Bia, ada adras. Terus ada tikungan sungai dekat Peso ada pengerukan. Untuk pengerukan di beberapa titik spot itu kemarin kami sudah proses izin pemanfaatannya di ke kementerian ESDM. Sekarang lagi proses peningkatan IUP OP dan kemarin sudah dapat rekomendasi dari PUPR untuk perizinan pengerukan,” ungkapnya. Kemudian kata Khaeroni, bendungan kedua tengah dilakukan land clearing di wilayah Tugu 5. Lalu untuk infrastruktur sedang diupayakan untuk permohonan izin peledakan, di mana rekomendasi dari Polres Bulungan dan Polda Kaltara telah selesai. “Sekarang tengah proses izin penggunaan dan pembelian bahan peledak di Mabes Polri itu selesai di Juni, maka tidak lama lagi sudah melakukan peledakan jalan yang menuju bendungan. Peledakan itu bisa makan waktu 6 bulanan. Jadi nanti sampai ke titik bendungan dilakukan peledakan pembuatan diversion channel atau pengelak sungai itu,” ujarnya. Sebagai informasi, diversion channel adalah saluran pembagi debit atau shorcut untuk mengurangi debit banjir pada sungai yang langsung dialirkan ke laut. “Rencana awal tahun 2023 itu sudah membuat diversion channel, terus lanjut konstruksi bendungan,” ucapnya. Untuk penyelesaian akses jalan penghubung antara titik lokasi pembangunan PLTA Kayan I perlu dilakukan peledakan 115 ribu meter kubik material batu di sejumlah titik jalur akses tersebut per September 2022.

Drumblek Salatiga, Marching Band Lokal Dengan Peralatan Musik Dari Barang Bekas

Drumblek Salatiga, Marching Band Lokal Dengan Peralatan Musik Dari Barang Bekas

Drumband Blek atau masyarakat menyebutnya Drumblek Salatiga, adalah seni musik yang berasal dari Pancuran, kota Salatiga. Jangan buru-buru membuang wadah kue bekas ke rumah kita. Mungkin kita bisa mengadakan konser marching band menggunakan barang-barang lamamu. Barang yang menurut sebagian orang tak dapat digunakan lagi ini dapat dimanfaatkan sebagai drumblek. Seperti halnya perangkat Marching Band pada umumnya, Drumblek juga memiliki perangkat yang sama dengan Marching Band. Namun, Drumblek menggunakan peralatan yang lebih sederhana yang berbahan dasar barang bekas seperti kotak kue, kentongan, tempat sampah kecil, tempat sampah besar, dan piring. Dalam bahasa Belanda, kata “blek” dalam Drumblek berasal dari kata serap “Blik” yang berarti kaleng untuk makanan. Sejarah Awal Mula Munculnya Drumblek Salatiga Kesenian lokal Salatiga Drumblek pertama kali muncul pada tahun 1986 di Desa Pancuran, Desa Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga dengan penggagasnya bernama Didik Subiantoro Masruri atau biasa dikenal dengan Didik Ompong. Ide kreatif Didik muncul ketika Desa Pancuran diundang untuk mengikuti Karnaval HUT ke-41 Republik Indonesia. Saat itu, banyak acara seni yang berlangsung di Kota Salatiga. Acara yang dimaksud adalah karnaval, parade, dan festival budaya. Awalnya Didik berkeinginan untuk mendirikan drumben agar Desa Pancuran bisa berpartisipasi dalam acara tersebut, namun digagalkan oleh dana yang terbatas. Setelah mempertimbangkan matang-matang, Didik akhirnya menemukan ide unik untuk terus membuat drumben menggunakan barang-barang bekas yang masih bisa digunakan sebagai instrumen pendukung, seperti bambu, ember, drum, ember, dan jerigen. Ide Didik disambut antusias oleh teman-teman dan remaja di Desa Pancuran. Bersama-sama, mereka mulai mengumpulkan kaleng bekas, kaleng minyak, ember, dan potongan bambu. Setelah beberapa barang bekas tersebut terkumpul semuanya, mereka melanjutkan latihan untuk bisa tampil di Karnaval HUT ke-41 Republik Indonesia. Selama latihan awal, drumnya jauh lebih keras saat dipukul, bahkan tidak membentuk ritme lagu. Memang, semua peralatan yang digunakan adalah barang bekas. Dalam perkembangan selanjutnya, nama “drumlek” akhirnya disepakati untuk menyebut temuan kesenian tersebut mengingat alat yang digunakan mayoritas berasal dari drum bekas berbahan seng (bahasa Jawa: blek), sedangkan nama komunitas kesenian ini pada awalnya dikenal dengan nama Drumben Tinggal Kandas, kemudian berganti nama menjadi Gempar (Generasi Muda Pancuran). Keseriusan latihan warga Desa Pancuran terbayar saat tampil dalam rangka HUT ke-41 Negara Kesatuan Republik Indonesia. Drumblek asal Desa Pancuran ini menarik perhatian masyarakat, bahkan hingga saat ini masih menjadi salah satu pertunjukan yang ditunggu-tunggu masyarakat setiap kali berbagai acara kesenian digelar di kota Salatiga. Mengenakan pakaian sederhana, cenderung ala kadarnya, dan mengenakan theklek (Jawa: sandal kayu), Drumblek Tinggal Kandas memiliki seringkalai mengangkat tema politik dalam penampilannya. Namun, tema tersebut dikemas tidak terlalu vulgar. Ciri khas pembawaan drumblek tersebut mengantarkan warga Desa Pancuran meraih penghargaan dari MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) untuk kategori pawai menggunakan theklek dengan peserta terbanyak. Desa Pancuran kemudian dikenal tidak hanya sebagai pencetus drumblek saja, tetapi juga dengan barisan theklek sebagai ciri khasnya. Ide-ide kreatif Didik secara bertahap diikuti oleh desa-desa lain di kota Salatiga. Semakin banyak kelompok seni drumblek bermunculan di setiap desa di Salatiga. Drumblek tidak hanya ditampilkan pada saat acara karnaval tetapi juga digunakan sebagai acara seremonial oleh pemerintah kota Salatiga. Seni Drumblek berkembang pesat selama 10 tahun terakhir, ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok Drumblek baru di daerah perbatasan Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Salah satu faktor yang mendorong pesatnya pertumbuhan kelompok drumblek adalah adanya dukungan dari masing-masing kepala desa di daerah masing-masing. Bentuk Penyajian Drumblek Salatiga Drumblek Kota Salatiga dipengaruhi oleh pemain drumben Belanda. Ketika status Kota Salatiga masih gemeente, setiap tahun orang Eropa (khususnya Belanda) yang tinggal di wilayah Kota Salatiga mengadakan festival. Biasanya parade dimulai di Lapangan Tamansari sebelum berkeliling kota. Setelah pemerintah Hindia Belanda meninggalkan kota Salatiga, alih-alih parade ini punah. Justru drumben gaya londo menjadi tren di Salatiga. Drumblek adalah bentuk “tiruan” dari drumben, hanya instrumennya yang lebih “populer”. Drumblek menjadi salah satu inovasi hiburan yang sangat digemari terutama oleh masyarakat Kota Salatiga hingga saat ini. Jenis musik ini tidak tergolong alat musik biasa karena berasal dari barang bekas. Namun melalui inovasi, dan kreativitas, benda-benda tersebut disulap menjadi alat musik unik yang tidak berbeda dengan alat musik biasa. Selain itu, seni drumblek lebih kepada musik untuk ruang terbuka, baik di lapangan maupun musik yang dimainkan sambil berjalan seperti drumben. Anggota drumblek menjadi poin penting dalam kesenian ini. Semakin banyak anggota drumblek, semakin keras suara musik yang dihasilkan. Memang inti dari drumblek adalah semangat dari aspek memainkan instrumen, tarian dan kostum yang digunakan, sehingga anggota kelompok drumblek adalah hal utama yang harus dikoordinasikan secara harmonis untuk memunculkan harmoni. Dalam satu kelompok drumblek biasanya terdiri dari beberapa anggota yang tugasnya memainkan lagu dengan menggunakan beberapa kombinasi instrumen, dipimpin oleh satu atau dua orang komandan lapangan. Drumblek seringkali juga diiringi dengan tarian bendera yang membentuk formasi dengan pola yang berubah-ubah tergantung koreografi lagu yang dimainkan. Foto: doc. putranovant

Pantai Nampu, Keindahan Tersembunyi di Wonogiri

Pantai Nampu, Keindahan Tersembunyi di Wonogiri

Pantai Nampu merupakan salah satu pantai di Wonogiri yang akhir-akhir ini cukup ramai dikunjungi wisatawan. Meski lokasinya agak tersembunyi, namun justru meningkatkan rasa penasaran wisatawan untuk mengunjungi. Pantai menjadi salah satu wisata yang candu bagi para wisatawan, pemandangan khas yang disuguhkan membuat candu siapapun yang melihatnya. Sekarang semakin banyak pantai yang ditemukan dan dijadikan tujuan wisata. Justru pantai-pantai yang masih tersembunyi dan belum banyak orang inilah yang digemari untuk dikunjungi karena pemandangan yang berbeda serta tergolong masih alami, meskipun akses menuju ke sana masih sulit serta minim fasilitas umum. Salah satu pantai yang tersembunyi tapi bikin penasaran para wisatawan adalah Pantai Nampu. Pantai Nampu berada di Desa Dringo, Kelurahan Gunturharjo, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Mmebutuhkan waktu tempuh 2 jam 9 menit sekitar 78 km dari pusat Kota Wonogiri melalui Jl. Raya Solo-Pacitan atau sekitar 2 jam 43 menit dengan jarak tempuh 93 km dari pusat Kota Solo melalui Jl. Raya Solo-Pacitan, perkiraan waktu tempuh jika tidak ada kendala. Waktu yang ditempuh untuk sampai ke Pantai Nampu memang terbilang cukup lama dan jauh karena letaknya yang tersembunyi. Meski jalan yang ditempuh menuju Pantai Nampu memiliki banyak tikungan tajam serta tanjakan dan turunan curam, namun pemandangan di sekeliling yang dihiasi bukit hijau dan bebatuan karst akan menyuguhkan pemandangan yang memanjakan mata, terlebih udaranya bersih dan segar sehingga perjalanan yang ditempuh akan sangan menyenangkan. Hal ini juga akan sebanding dengan pemandangan yang akan didapatkan saat sudah sampai di sana karena Pantai Nampu memiliki pemandangan yang memikat hingga enggan mengedipkan mata. Melihat Keindahan Pantai Nampu Wonogiri Pantai Nampu dikelilingi oleh bukti-bukit karts yang menjadi salah satu ciri khas deretan Pantai Selatan. Setibanya di Pantai Nampu langsung disambut dnegan keindahan pmandangan yang luar biasa. Dari kejauhan sudah tampak jelas garis pantai yang memanjang dengan kawasan pantai yang landai dan deburan ombak yang berlari menuju ke tepi seakan mengundang para pengunjung untuk datang mendekat. Berjalan-jalan dan bermain di hamparan pasir yang luas dan halus, menjadi pilihan aktivitas yang mengasyikkan. Jika ingin mencicipi segarnya air laut, bisa juga menceburkan diri sambil bermain ombak. Ombak di Pantai Nampu relatif besar, namun karena berada di kawasan pantai yang landai membuat pantai ini cukup aman untuk berenang. Hanya saja, jangan sampai berenang terlalu ke tengah, selain ombak yang semakin besar, juga terdapat banyak karang tajam yang berbahaya. Batu-batu karang tersebut bisa terlihat jelas saat air laut surut. Pada saat itu juga akan terlihat ikan-ikan kecil dengan bermacam warna yang berenang di sela-sela karang hingga menambah cantik suasana pantai. Di Pantai Nampu juga masih banyak penduduk sekitar yang berburu cumi-cumi untuk dikonsumsi pribadi. Setelah asyik bermain di pantai yang terik bisa langsung menikmati es degan (es kelapa muda) yang banyak dijajakan penduduk setempat untuk menghilakan dahaga dan menyegarkan badan kembali. Tidak hanya es degan, juga ada camilan yang juga dijual untuk menemani segarnya es degan sambil menikmati pemandangan serta angin semilir pantai. Suasana hati kemudian menjadi damai dan tenang. Sebenarnya, pemandangan tersebut belum ada apa-apanya. Panorama yang sangat memukau ada saat matahari terbit atau terbenam. Bagi yang gemar berfoto, ada banyak spot cantik untuk latar belakang foto. Karena sebenarnya, Pantai Nampu ada tiga kawasan pantai yang masing-masing dipisahkan oleh bukit karst atau bukit kapur. Selain pantai utma yang telah dijelaskan sebelumnya, masih terdapat dua pantai lainnya yang berada di sisi sebelah Barat pantai utama. Untuk menuju ke sana, cukup berjalan kaki menyusuri jalan setapak di atas rerumputan yang hanya butuh waktu 1 menit perjalanan. Pada saat perjalanan ke sisi Barat pantai itulah pengunjung akan menjumpai gardu pandang di sisi kiri jalan, tepat di pinggir tebing. Disinilah biasanya spot foto yang paling digemari. Untuk sampai ke Pantai Nampu kedua, pengunjung harus mendaki bukit yang dihiasi pandan yang cukup tinggi dekat dengan gardu pandang. Banyak yang setuju jika pantai kedua ini lebih cantik daripada pantai utama, karena memiliki pasir yang putih juga lembut, selain itu pantai kedua juga dibelah oleh sebuah sungai kecil dan memiliki area yang ditumbuhi rerumputan hijau. Tidak berbeda dengan pantai kedua, pantai ketiga juga tidak terdapat petunjuk arah, sehingga pengunjung biasanya hanya menghabiskn waktu di pantai utama. Namun bagi mereka yang sudah paham lokasi Pantai Nampu, pantai ketiga direkomendasikan untuk camping. Karena tempatnya yang hampir selalu sepi, area pantai ketiga ini jauh lebih rindang dan teduh oleh pandan laut dan berbagai macam pepohonan. Rute Pantai Nampu Paranggupito Wonogiri Akses menuju Pantai Nampu bisa dibilang susah-susah gampang. Bisa ikuti rute ini :Dari arah Solo, Sukoharjo, Karanganyar, dan sekitarnya bisa menuju ke arah Kabupaten Wonogiri dengan melewati Kabupeten Sukoharjo hingga sampai Waduk Gadjah Mungkur. Lurus saja terus hingga kamu menemukan percabangan dengan papan petunjuk jalan, pilih arah menuju Pracimantoro/Yogyakarta. Lalu, lurus saja mengikuti jalan hingga sampai di perempatan dimana jika belok ke kiri akan menuju Pacitan, sedangkan jika ke kanan akan menuju Yogyakarta dan lurus menuju Wonosari. Ambil arah menuju Pacitan ya. Tetap ikuti jalan hingga sampai di perempatan lagi lalu ambil arah ke kanan menuju Paranggupito, setelah itu kamu akan menemukan papan petunjuk jalan menuju Pantai Nampu di pertigaan. Sedangkan apabila dari arah Pacitan, ada 2 rute yang bisa diambil, yaitu rute pertama, Donorejo-Kalak-Dringo-Pracimantoro-Pantai Nampu. Rute kedua, Parung-Sendang-Kalak-Dringo-Pracimantoro-Pantai Nampu. Tidak perlu khawatir soal tiket masuk karena terbilang sangat terjangkau, perorang dikenakan Rp 5000, serta Rp 5000 untuk parkir motor dan Rp 15.000 untuk parkir mobil. Fasilitas Untuk fasilitas yang tersedia memang masih sangat terbatas karena belum dikelola dengan maksimal. Hanya tersedi lahan parkir yang luas, akses jalan menuju lokasi pantai dan MCK. dI Pantai Nampu belum tersedia fasilitas kesehatan, tidak ada Tim SAR yang siap memberikan pertolongan, juga jauh dari pusat perbelanjaan, mesin ATM, dsb. Apalagi resto atau cafe mewah, yang ada hanya pedagang keliling dan warung-warung setempat. Begitu juga akomodasi yang sangat minim, tidak ada villa atau tempat menginap yang tersedia seperti tempat wisata lainnya. Karena tidak adanya fasilitas menginap, pengelola setempat akhirnya mendirikan Desa Wisata Nampu di di kawasan perkampungan yang menyediakan homestay atau menyewakan rumah penduduk kepada para wisatawan. Pilihan Paket Wisata Desa Wisata ini juga menawarkan Paket Wisata dalam bentuk Paket Harian, 3 hari dan mingguan. Paket Wisata tersebut berupa perpaduan antara wisata … Baca Selengkapnya

Sejarah Awal Mula Pekalongan, Mulai Dari Kisah Bahurekso Hingga Perjalanan Bujangga Manik

Sejarah Awal Mula Pekalongan, Mulai Dari Kisah Bahurekso Hingga Perjalanan Bujangga Manik

Kabupaten Pekalongan baru saja merayakan hari jadinya yang ke 400 tahun. Kawasan ini konon sudah berdiri sejak tahun 1622. Hingga kini, terdapat beragam sejarah awal mula Pekalongan yang berkembang di tengah masyarakat. Pekalongan didirikan pada masa Mataram Islam di bawah kepemimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Namun, beberapa jejak menunjukkan bahwa Pekalongan telah menjadi pemukiman sejak Mataram kuno. Sebuah artikel Hari Jadi Kabupaten Pekalongan yang diterbitkan Jurnal Cendekia Vol 1 Nomor 3 (2021) menyebutkan bahwa sejarah Pekalongan tidak lepas dari seorang tokoh bernama Bahurekso. Beberapa sumber lain menyebut namanya sebagai Joko Bahu. Dia adalah bawahan Sultan Agung. Kemudian, Bahureksa diperintahkan oleh Sultan Agung untuk membuka hutan di pantai utara. Dalam jurnal yang ditulis Eddy Waluyo, hutan itu dikenal angker. Dengan bantuan gurunya, Ki Ageng Cempaluk, Bahurekso berhasil membuka hutan angker tersebut. Kemudian ia menerima hadiah berupa tanah di daerah tersebut. Sesuatu yang diperoleh sebagai oleh-oleh dalam bahasa daerah disebut pengangsalan atau halong, yang kemudian menjadi titik tolak awal penyebutan wilayah Pekalongan. Meskipun Bahurekso adalah yang pertama membuka hutan Pekalongan, Kesultanan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung mengangkat seorang bupati pertama di wilayah tersebut. Bupati pertama yang diangkat adalah Pangeran Mandurorejo. Ia adalah cucu dari Ki Juru Martani, seorang tokoh yang berjasa mendirikan Kerajaan Mataram Islam. Juru Martani adalah orang kepercayaan Panembahan Senapati. Pelantikan Pangeran Mandurorejo sebagai bupati berlangsung pada tanggal 25 Agustus 1622, menjadi tonggak utama berdirinya Kabupaten Pekalongan. Tanggal ini juga bertepatan dengan 12 Rabiul Awal. Jejak Sejarah Awal Mula Pekalongan Meskipun Pekalongan asli masih berupa hutan, beberapa jejak sejarah membuktikan bahwa daerah itu terhubung dengan beberapa kerajaan besar yang lebih tua, termasuk Mataram kuno. Salah satu buktinya ditemukan beberapa situs arkeologi yang berasal dari Dinasti Syailendra. Salah satunya adalah lingga dan yoni di Desa Linggo Asri. Selain itu, Pekalongan juga memiliki ikatan sejarah dengan kerajaan Demak dengan bukti beberapa peninggalan sunan yang diyakini dekat dengan kerajaan Demak termasuk Sunan Kalijaga. Kisah Joko Bau Dilansir dari buku Asal Mula Kota di Indonesia Tempo Doeloe karya Zaenuddin HM, nama Pekalongan diambil dari kisah Joko Bau, putra Kyai Cempaluk, yang dikenal sebagai pahlawan di wilayah Pekalongan. Joko Bau mengabdi pada Sultan Agung, Raja Mataram. Ia kemudian diperintahkan untuk membawa Putri Ratansari dari Kalisalak Batang ke istana. Tapi sepertinya Joko Bau jatuh cinta pada sang putri. Tapi sepertinya Joko Bau jatuh cinta pada sang putri. Ketika raja mengetahuinya, Joko Bau dihukum dan diminta untuk melindungi wilayah pantai yang telah diserang oleh bajak laut. Konon tempat bersemedi Joko Bau disebut Pekalongan. Tempat Nelayan Mencari Ikan Selain cerita Joko Bau, nama Pekalongan juga dipercaya berasal dari kata pek dan along. Pek berarti tertinggi, sedangkan along atau halong berarti banyak yang kemudian membentuk kata Pekalong atau yang sekarang dikenal dengan Pekalongan. Kata Pekalong disematkan ke area tempat pemancing mencari ikan dan mendapatkan hasil yang berlipat ganda. Demikian pula, beberapa orang berpendapat bahwa kata kalong berasal dari kata kelelawar (sejenis kelelawar yang muncul di malam hari) sebagai sebutan pada nelayan yang mencari ikan di malam hari. Perjalanan Bujangga Manik Versi lain dari nama Pekalongan yang diyakini berasal dari kerajaan Pou-Kia-Loung. Diceritakan dalam manuskrip Sunda kuno pada abad 16. Naskah tersebut merupakan bagian dari koleksi Perpustakaan Bodlain di Inggris. Dalam manuskrip tersebut, dikisahkan perjalanan Bujangga Manik, sebagai orang terpelajar pertama dari Sunda. Dalam perjalanannya, ia beberapa kali singgah di Pulau Jawa, antara lain Brebes, Pemalang, Batang dan daerah yang sekarang dikenal dengan Pekalongan. Konon Bujangga Manik menyebut nama daerah itu dengan Pekalongan yang kemudian menjadi nama yang dipakai hingga saat ini. Lokasi Strategis untuk Perdagangan Maritim Cikal bakal Pekalongan sudah ada sejak awal abad 16. Saat itu wilayah Pekalongan ramai dikunjungi orang-orang dari kerajaan Demak dan Cirebon. Pada abad ke-17 secara administratif Pekalongan menjadi bagian dari Kesultanan Mataram yang diperintah oleh Sultan Agung. Pada saat penyerangan Batavia tahun 1628 oleh Kerajaan Mataram, Pekalongan telah menjadi gudang perbekalan. Hal ini karena Pekalongan terletak di garis pantai utara dan di jalur perdagangan laut yang strategis. Pada saat ini, Pangeran Manduraredja dan Bahureksa diangkat menjadi panglima perang. Pada abad ke-18, wilayah Pekalongan berada di bawah pengaruh VOC. Bahkan, sejak tahun 1800-an hingga 1942, wilayah Pekalongan menjadi wilayah administrasi pemerintahan Hindia Belanda dan dikenal sebagai Wilayah Gubernemen. Setelah deklarasi proklamasi, rakyat Pekalongan berhasil merebut markas tentara Jepang pada 3 Oktober 1945. Pada 7 Oktober 1945, Pekalongan terbebas dari tentara Jepang.

Pemkot Pekalongan Siapkan Para Pembatik Baru Melalui Lomba Membatik

Lomba Membatik Pekalongan

PEKALONGAN – Batik pekalongan telah dikenal di seluruh dunia dan merupakan warisan budaya tak benda yang harus dilestarikan. Agar pembatik memiliki generasi atau penerus, Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan menyelenggarakan lomba membatik dari tingkat SD hingga Perguruan Tinggi Wali Kota Pekalongan, Afzan Arslan Djunaid yang berada di Pekalongan, Senin, mengatakan pihaknya sudah berulang kali menggelar lomba membatik mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi dalam upaya mendorong mereka untuk melestarikan budaya asli daerah tersebut. “Dengan melalui lomba maupun kegiatan lain, diharapkan bisa melahirkan bibit-bibit penerus pembatik asal Kota Pekalongan serta mampu meningkatkan semangat pelajar melestarikan budaya asli daerah,” katanya, dikutip dari Antara Jateng. Ia meyakini melalui lomba membatik ini akan membawa nilai tambah bagi mereka sehingga mereka bisa mengetahui proses produksi batik dan jenis-jenis batik serta mencintai kerajinan batik. “Oleh karena itu, siapa lagi yang akan melestarikan batik? Jadi kami terus mendorong masyarakat untuk terus mencintai batik dan terlibat dalam pelestariannya,” ujarnya. Afzan Arslan yang sering disapa Aaf mengatakan kota Pekalongan dikenal sebagai kota kreatif dunia karena kerajinan batiknya. Ia mengatakan, seluruh proses produksi batik merupakan rangkaian proses kreatif mulai dari desain pola, menggambar pola hingga proses pewarnaan. “Oleh karena itu, tidak salah jika kemudian UNESCO menetapkan Kota Pekalongan sebagai Kota Kreatif Dunia karena keseharian orang-orangnya yang sangat lekat dengan kreativitas,” katanya. Ia menghimbau peserta lomba membatik dapat menjadi ahli dan terjun ke dunia batik, baik itu penerus batik, konsultan batik, desainer atau pun pengusaha di bidang batik. “Dengan mengenalkan proses membatik sejak dini, semoga akan tumbuh semangat mengenal batik secara lebih mendalam dan lahir pula keinginan untuk menjadi seorang pembatik yang handal,” demikian Afzan Arslan Djunaid. Foto: doc. Antara Jateng