KONSEP DAN FILOSOFI KI HADJAR DEWANTARA
Oleh: Aliya Rahmawati Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang dunia pendidikan sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia, bahkan pemikirannya masih relevan hingga saat ini. Benar adanya yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara yang pada intinya kita harus bisa bangga atas apa yang kita punya, tidak usah meniru orang lain. Belum tentu milik orang lain sesuai dan cocok untuk diri kita sendiri. Tetapi, kita juga harus belajar untuk memaksimalkan apa yang kita punya. Pemikiran yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dapat menjadi landasan dalam menentukan Kebijakan Pendidikan yang diambil dalam pelaksanaan Pendidikan nasional. Karena, didalam pemikiran Ki Hajar Dewantara terdapat makna filosofi, kultural yang sesuai bagi masyarakat bumi pertiwi Indonesia. Pelaksanaan Pendidikan perlu adanya landasan Pendidikan yang mampu memberikan ciri khas sesuai dengan falsafah kehidupan bangsa. Seperti pemikiran-pemikiran oleh Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara adalah sosok pemikir dan penggiat Pendidikan. Ia juga dijuluki sebagai bapak Pendidikan nasional yang hari kelahirannya diperingati sebagai hari Pendidikan nasional yakni setiap tanggal 2 Mei. Pada mulanya, Ki Hajar dewantara terkenal akan tulisan-tulisannya yang berbau politik dan menggugah semangat perjuangan bangsa. Setelah itu, Ki Hajar Dewantara memberikan perhatian terhadap Pendidikan dan pengajaran. Pemikiran-pemikirannya serta perhatiannya terhadap dunia Pendidikan menjadikan Ki Hajar Dewantara menjadi salah satu tokoh peletak dasar Pendidikan Bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia, masyarakat merasa memiliki kewajiban untuk memajukan dan memperbaiki berbagai hal dalam pendidikan. Namun tidak ada contoh yang baik untuk diterapkan di sekolah. Kemudian tidak ada cukupnya motivasi untuk mencari pengetahuan sendiri dan hanya berfokus pada nilai yang tinggi pada rapor. Indonesia hanya dipandang sebagai objek perdagangan selama masa penjajahan. Kemudian terdapat intruksi untuk mengajarkan kepada rakyat untuk belajar membaca, menulis dan berhitung seperlunya sajaguna membantu jalannya perusahaan. Pemberian pengajaran bebas hanya bisa untuk bangsa Eropa. Di saat bersaman didirikan juga “sekolah-sekolah kabupaten” yang hanya untuk mendidik calon pegawai. Ki Hadjar Dewantara bertekad untuk meluaskan semangat pendidikan kepada generasi muda. Upaya untuk mendidik kaum muda merupakan syarat utama dalam membebaskan diri dari jeratan penjajah. Pendidikan yang mendasarkan kebudayaan nasional dapat menghindari dari kebodohan. Pendidikan yang ada pada masa kolonial tidak mencerdaskan, melainkan mendidik manusia untuk tergantung pada nasib dan bersikap pasif. Kondisi tersebut justru membuat Ki Hajar Dewantara tergerak untuk mendirikan sekolah untuk rakyat. Sistem pendidikan masa kolonial tidak dapat menjadikan warga pribumi belajar sepenuhnya. Melihat fenomena tersebut, Suwardi Suryaningrat atau dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara mengorganisir dan memperbarui pendidikan nasional dengan mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan terlihat dari konsep mengenai Tri Pusat Pendidikan, bahwa dalam kehidupan anak-anak, terdapat tiga tempat penting yang menjadi pusat pendidikan bagi mereka, yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Pada saat yang bersamaan didirikanlah sekolah Bumiputera yang hanya memiliki 3 kelas dimana anak-anak diajarkan membaca, menulis dan berhitung seperlunya guna membantu usaha dagang mereka. Selain itu mereka juga memberikan pendidikan bagi calon mudir dokter untuk kepentingan mereka, yaitu guna menangani wabah cacar air disepanjang pantai utara pulau Jawa karena khawatir angka kematian penduduk yang tinggi akan berdampak pada hasil panen mereka. Sistem pendidikan masa kolonial tidak dapat menjadikan warga pribumi belajar sepenuhnya. Melihat fenomena tersebut, Suwardi Suryaningrat atau Ki Hadjar Dewantara mengorganisir dan memperbarui pendidikan nasional dengan mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan terlihat dari konsep mengenai Tri Pusat Pendidikan, bahwa dalam kehidupan anak-anak, terdapat tiga tempat penting yang menjadi pusat pendidikan bagi mereka, yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Dari konsep tersebut lahirlah istilah Tripusat Pendidikan yang menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional meliputi tiga hal, yaitu pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan masyarakat. Selain konsep Tri Pusat Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara juga mencetuskan lima asas pendidikan yang dikenal dengan Pancadharma, yaitu 1) Kodrat alam; 2) Kemerdekaan; 3) Kebudayaan; 4) Kebangsaan; dan 5) Kemanusiaan. Asas kodrat alam memiliki makna bahwa secara lahiriah akal pikiran manusia dapat berkembang dan dikembangkan. Kemudian asas kemerdekaan dapat diartikan bahwasanya para peserta didik diarahkan untuk merdeka secara lahir dan batin baik pikiran maupun tenaganya dimana mereka tidak hanya diberikan pengetahuan searah, tetapi juga diberi kebebasan untuk merdeka dalam mengembangkan diri mereka secara mandiri. Asas ketiga ialah kebudayaan, yaitu asas yang menyadarkan peserta didik bahwa pendidikan didasari sebagai sebuah proses yang dinamis. Selanjurnya adalah asas kebangsaan yang artinya dalam belajar peserta didik harus menimbuhkan rasa cinta tanah air dalam dunia mereka. Terakhir adalah asas kemanusiaan dimana diharapkan pendidikan dapat mengatasi segala perbedaan dan diskriminasi daerah, suku, keturunan dan agama. Konsep dan filosofi Ki Hadjar Dewantara inilah yang menjadi pedoman serta acuan bagi perkembangan pendidikan di Indonesia hingga saat ini. Salah satunya adalah dikembangkannya Kurikulum Merdeka supaya siswa dapat memilih apa yang diminatinya dalam pembelajaran sehingga nantinya tujuan dari pendidikan nasional tercapai, yaitu merdeka belajar, merdeka mengajar untuk Indonesia merdeka sesungguhnya. Pendidikan menjadi salah satu bidang yang juga sangat terpengaruh oleh perkembangan IPTEK. Dalam konteks mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang yang begitu lekat dengan penggunaan teknologi, maka pendekatan IPTEK di bidang pendidikan amat sangat diperlukan. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa “Untuk mendapatkan sistem pengajaran yang berfaedah bagi perikehidupan bersama, haruslah sistim itu disesuaikan dengan hidup dan penghidupan rakyat serta pentingnya asas menurut keadaan (natuurlijkheid), dalam arti segala alat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan.” Makna yang tersirat dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut adalah pentingnya kontekstualitas dalam pendidikan, pendidikan yang sesuai dengan zamannya, atau asas menurut keadaan (natuurlijkheid). Para siswa dan anak-anak kita yang saat ini sedang belajar adalah generasi penerus bangsa yang kelak akan mewarnai kehidupan dan peradaban bangsa Indonesia. Maka dari itu, perikehidupan dan kehidupan yang “serba teknologi” harus dipersiapkan sejak dini, supaya para generasi penerus kita tidak gagap teknologi sekaligus tidak kehilangan moral pijakan sebagai bangsa Indonesia.