Gapoktan Sidomulyo Sukses Kembangkan Jenis Usaha, Komisi B Tertarik Kembangkan di Jateng
SLEMAN – Pengembangan lembaga usaha ekonomi yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sidomulyo di Kecamatan Godean, Sleman, DIY, patut diacungi jempol. Sejak berdiri pada 2008, sampai sekarang ini mampu memenuhi kebutuhan pasokan beras hingga 270 ton/bulan. Bahkan aneka jenis beras organik tersedia di sini, seperti beras putih, beras merah, hingga beras hitam serta bawang merah dan bekatul. Kiprah inilah yang menarik Komisi B DPRD Jateng berkunjung langsung ke tempat itu, Rabu (5/4/2023). Kunjungan itu selain untuk mengetahui kiat-kiat peningkatan usaha sekaligus untuk menguatkan materi draf Raperda Ketahanan Pangan di Jateng. Ketua Komisi B Sumanto berharap, peningkatan usaha yang dilakukan gapoktan ini bisa diaplikasikan ke desa-desa di Jawa tengah yang dulu namanya lumbung pangan desa menjadi Gapoktan. Pemerintah akan memotivasi untuk memulai produksi supaya pada 2050 Indonesia bisa menjadi swasembada pangan. Dalam penjelasannya, Nurhayati Kepala UPTD BP 4 Wilayah II Sleman mengungkapkan, Gapoktan Sidomulyo merupakan gabungan dari tujuh kelompok tani. Yakni Kelompok Tani Rukun Pirak Bulus, Sri Rejeki Brongkol, Ngudi Makmur I Sembuh Lor, Tani Rukun Sembuh Kidul, Ngudi Makmur II Gancahan V dan VI, Manunggal Karso Gancahan VIII. “Bermodalkan lahan sawah seluas 150 ha, mereka mampu memenuhi kebutuhan pasokan beras hingga 270 ton/bulan. Aneka jenis beras organik tersedia di sini, beras putih, beras merah, hingga beras hitam serta bawang merah dan bekatul,” ucapnya. Wakil Ketua Komisi B Sri Maryuni menanyakan mengenai cara pengelolaan beras organik di Gapoktan Sidomulyo yang notabene sudah meraih peringkat 1 nasional dan kelompok percontohan di Indonesia. Nurhayati menjelaskan, pada saat penanaman padi organik terpenting adalah sumber air yang tidak tercemar. “Jika pun dari bibit sampai pupuk sudah organik tapi jika sumber air sudah tercemar limbah rumah/ pupuk kimia itu memengaruhi kualitas beras. Maka dari itu kami kerja sama dengan petani yang berada di dekat pegunungan lahan sawah masih bisa dialiri sumber air yang masih alami belum tercampur dengan limbah rumah/ pupuk kimia,” ungkapnya. Sarif Abdilah Anggota Komisi B menanyakan peran pemerintah dalam subsidi apakah ada kendala dan bagaimana cara mengelola subsidi tersebut. Dijelaskan untuk subsidi benih sebesar 2,5 kg ada juga PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) yang memberikan pinjaman modal bagi petani tanpa jaminan. Jelas Nurhayati, serta menyarankan jika akan adanya subsidi dari pemerintah seharusnya ada survei kebutuhan yang diperlukan contoh di PUAP subsidi Rp 100 juta tapi jumlah petani lebih dari Rp 100 ribu itu menjadi salah satu penyebab PUAP tidak berjalan.