Jowonews

Resep Sederhana untuk Menyajikan Gulai Ayam Padang yang Lezat di Momen Berbuka Puasa

Resep Gulai Ayam Padang

SEMARANG – Setiap tahun, momen berbuka puasa selalu menjadi waktu yang paling dinanti-nantikan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Di antara kehangatan dan kebersamaan bersama keluarga, hidangan lezat menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi berbuka puasa. Salah satu hidangan yang dapat menyempurnakan momen istimewa ini adalah gulai ayam Padang, hidangan khas Sumatera yang kaya akan rempah dan cita rasa yang lezat. Gulai ayam Padang, dengan kuah kental dan rasa rempah yang kuat, telah menjadi favorit di seluruh Indonesia. Untuk menciptakan hidangan ini di rumah, Anda tidak perlu menjadi koki profesional. Berikut adalah resep sederhana yang bisa Anda coba: Resep Gulai Ayam Padang Bahan-bahan: Bumbu halus: Cara membuat: Dengan resep ini, Anda dapat menyajikan hidangan gulai ayam Padang yang lezat dan autentik di meja berbuka puasa. Selamat mencoba dan nikmati kelezatannya!

Mengenal Sarung Goyor Magelang, Perpaduan Tradisi dan Kualitas yang Terjaga

Sarung Goyor Magelang

MAGELANG – Suasana Ramadan selalu diwarnai dengan kesibukan dan keramaian, terutama dalam mencari perlengkapan ibadah. Salah satu yang menjadi favorit di kalangan masyarakat adalah sarung goyor, yang kini telah menjadi daya tarik tidak hanya di dalam negeri, tapi juga hingga ke luar negeri, khususnya ke Arab Saudi. Di tengah Kota Magelang, terdapat seorang perajin sarung goyor yang menjaga tradisi pembuatan sarung ini sejak tahun 1950-an. Generasi ketiga perajin ini, Umar Saleh Al Katiri, menceritakan betapa pesatnya permintaan sarung goyor, terutama saat bulan puasa. Namun, meski permintaan meningkat, produksi tetap terbatas karena kendala teknis. “Pada bulan puasa seperti ini, permintaan naik pesat. Namun, produksi kami tetap 10-15 kodi per bulan. Kami tidak bisa menambahnya karena proses pembuatannya masih dilakukan secara manual,” ungkap Umar. Proses pembuatan satu sarung goyor memakan waktu hingga dua hari, dengan rincian produksi sekitar 10-15 kodi per bulan. Sarung-sarung tersebut kemudian didistribusikan kepada agen di Magelang dan Muntilan dengan harga kisaran Rp 14 juta per kodi. Tidak hanya diminati di dalam negeri, sarung goyor buatan Umar juga diekspor hingga ke Arab Saudi. Meskipun Umar tidak memasang target khusus untuk ekspor, namun setiap bulannya rata-rata 10-15 kodi sarung goyor diekspor ke luar negeri. Proses ekspor dilakukan setelah Ramadan, dengan mengutamakan pelayanan lokal terlebih dahulu. Selain motifnya yang khas dengan motif botol yang menjadi ciri khasnya, sarung goyor buatan Umar juga terkenal akan kualitasnya yang baik dan tidak mudah melar saat dipakai.

Janu Setiawan, Mengais Rezeki dari Bisnis Servis Rebana di Bulan Puasa

Janu Setiawan

BOYOLALI – Kreativitas dalam mencari rezeki tak mengenal batas, begitu yang ditunjukkan oleh Janu Setiawan, warga Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Meskipun penjualan rebana yang dibuatnya sepi selama bulan Ramadhan, namun dia tak menyerah. Janu justru menemukan celah bisnis lain, yaitu servis rebana. Menurut Janu, di bulan puasa, minat masyarakat untuk membeli rebana memang menurun drastis karena lebih fokus pada ibadah, terutama kegiatan mengaji. Namun, hal itu tidak menghentikan arus rezekinya. Meskipun rebana buatannya tidak laku dijual, namun pesanan servis rebana justru mengalir deras kepadanya. Rebana-rebana yang dibawa ke Rebana Centre miliknya umumnya mengalami masalah suara yang kurang nyaring. Mereka yang memiliki rebana yang tidak terpakai selama bulan puasa, seringkali juga memanfaatkannya untuk diservis agar kembali berfungsi dengan baik. Tentang proses servis rebana, Janu menjelaskan bahwa mayoritas permintaan servis hanya untuk penggantian kulit rebana yang sudah kendor atau robek sehingga suaranya menjadi berubah. Ada pula yang meminta untuk pengecatan ulang kolom kayu rebana. “Kami menggunakan kulit kambing betina untuk servis rebana. Kulit ini lebih awet dan menghasilkan suara yang lebih nyaring,” ujar Janu, sambil menjelaskan bahwa pemasangan kulit kambing ini membutuhkan proses yang cukup rumit dan memakan waktu. Pada bulan puasa ini saja, Janu telah menerima pesanan servis sebanyak 200 rebana dengan biaya servis bervariasi antara Rp 125.000 hingga Rp 200.000 per rebana. Meskipun bisnis servis rebana ini dilakukan di kawasan Soloraya, namun pesanan juga datang dari grup hadrah atau majelis sholawat di Magelang, Salatiga, dan kota lainnya. Foto Dok. Joglosemar News

Misteri Selat Muria, Apakah Akan Kembali Terbentuk di Tengah Banjir Demak?

Selat Muria

DEMAK – Banjir yang melanda Kabupaten Demak, Jawa Tengah, beberapa hari belakangan ini telah menimbulkan banyak pertanyaan dari warga sekitar. Salah satu pertanyaan menarik yang muncul adalah apakah Selat Muria, yang terletak di wilayah ini, mungkin terbentuk kembali dalam waktu dekat? Sejarah mencatat bahwa Selat Muria dulunya adalah jalur air yang memisahkan Gunung Muria dengan daratan Jawa. Namun, seiring berjalannya waktu, proses sedimentasi membuat Selat Muria semakin dangkal dan akhirnya tidak bisa dilewati oleh kapal. Kawasan yang dulunya dialiri Selat Muria kini telah menjadi dataran yang menjadi bagian dari wilayah Demak, Kudus, Pati, hingga Rembang. Pertanyaannya, apakah Selat Muria akan kembali terbentuk dalam waktu dekat? Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, menanggapi hal ini dengan menyatakan bahwa meskipun terjadi penurunan tanah di sekitar Demak, bukan berarti Selat Muria akan segera terbentuk kembali. Menurutnya, proses tersebut memerlukan waktu yang sangat lama. Badan Geologi melalui penelitiannya menemukan bahwa daerah Demak didominasi oleh endapan kuarter, terutama endapan aluvial pantai atau aluvium. Hasil survei geofisika bawah permukaan juga mengindikasikan adanya sedimen lunak dan tebal di daerah tersebut. Faktor-faktor seperti curah hujan tinggi, kerusakan tanggul, dan kondisi lapisan tanah yang cenderung impermeable juga mempengaruhi banjir yang terjadi saat ini di Demak. Namun demikian, Wafid menyebutkan bahwa secara teori, Selat Muria mungkin saja terbentuk kembali akibat proses geologi yang sangat dahsyat, seperti gempa bumi tektonik berkekuatan besar. Namun demikian, penurunan tanah sendiri tidaklah cukup untuk menyebabkan terbentuknya kembali Selat Muria dalam waktu dekat. Proses tersebut membutuhkan waktu yang sangat panjang, bahkan ratusan hingga ribuan tahun. Selain itu, penurunan tanah harus merata dari Demak hingga Pati, yang menurut penelitian, belum sepenuhnya terpenuhi.