Tradisi Tawur Sego atau perang nasi merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan sebagian masyarakat desa, terutama di Wilayah Pantura Timur, Jawa Tengah. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hasil panen yang melimpah.
Biasanya tradisi Tawur Sego yang dilaksanakan setelah masa panen atau biasanya bertepatan dengan hari besar penanggalan Jawa. Tradisi ini biasanya dilangsungkan di tanah lapang di desa masing-masing yang berdekatan dengan Punden keramat tokoh pendiri desa.
Punden merupakan sebuah gundukan yang dikeramatkan atau makam keramat dari tokoh pendiri desa setempat yang di begitu dihormati warga setempat.
Saat ritual Tawur Sego biasanya masyarakat akan membawa nasi lengkap dengan lauk pauknya. Makanan ini biasanya dibungkus menggunakan daun pisang atau daun jati. Adapun lauk pauknya penyertanya biasanya ikan, tahu dan tempe.
Namun, sebelum prosesi Tawur Sego atau perang nasi dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan ritual sedekah bumi. Dalam ritual tersebut seluruh warga diwajibkan untuk mengumpulkan seluruh makanan yang dibawa dan dibentuk menjadi gunungan, sebanyak 7 gunungan.
Nasi yang telah membentuk 7 gunungan itu kemudian dikelilingi warga dan selanjutnya secara bersama-sama memanjatkan doa permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Doa tersebut berisi permohonan agar senantiasa diberikan kelancaran dan keberkahan agar para petani diwaktu yang akan juga akan mendapatkan panen yang berlimpah.
Seusai pembacaan doa, barulan ritual Tawur Sego atau perang nasi ini dimulai. Peserta perang nasi yang diikuti berbagai kalangan mulai dari anak-anak hingga orang tua. Para peserta saling melemparkan nasi yang telah dibungkus sebelumnya ke sembarang arah. Maka tak heran, siapapun yang mengikuti ritual tersebut akan menjadi korban lemparan. Semua dilakukan dengan perasaan gembira dan suka cita.
Tradisi Tawur Sego merupakan tradisi rutin yang dilakukan sebagian masyarakat Jawa Tengah. Bahkan tradisi ini telah ada sejak masa nenek moyang zaman dahulu. Konon tradisi ini pernah tidak dijalankan warga setempat. Namun kemudian warga mengalami gagal panen. Hingga akhirnya warga melanjutkan ritual itu kembali.
Tawur Nasi ini pelaksanaannya akan dihentikan ketika nasi yang dikumpulkan sebelumnya telah habis dilemparkan. Nasi-nasi yang telah dilemparkan kemudian tidak tertangkap atau yang jatuh ke tanah, akan diambil para warga untuk dijadikan pakan ternak.
Dalam rangkaian acaranya, tradisi ini tidak hanya perang nasi saja, biasanya juga dibarengi dengan acara lainnya seperti pertunjukan ketoprak atau pertunjukan lainnya yang membuat acara semakin semarak.