Jowonews

PENDIDIKAN YANG BERPIHAK PADA SISWA

Oleh: Octaviani, S.Pd

Hakikat pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan memasukkan kebudayaan ke dalam diri anak dan sebaliknya memasukkan anak ke dalam kebudayaan, dengan harapan agar  anak menjadi makhluk yang insani. Menurut Ki Hadjar Dewantara proses pendidikan diibaratkan sebagai proses bertani. Pengandaian ini selaras dengan kondisi Indonesia yang mayoritas penduduknya saat itu sebagai petani. Kita dapat mengambil kesimpulan, pendidikan harus berjalan sesuai dengan kondisi masyarakatnya, sesuai dengan perkembangan zaman dan disesuaikan untuk menyiapkan siswa dalam kehidupannya di masa yang akan datang. Pendidik, kata Ki Hadjar, seperti petani karena akan merawat bibit dengan cara menyiangi hama di sekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar tanamannya subur, dan buahnya melimpah. Ki Hadjar menyampaikan bahwa mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, dan merdeka tenaganya. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Program Merdeka Belajar, salah satunya menyelenggarakan Kurikulum Merdeka. Ini sejalan dengan tujuan pendidikan yang menitikberatkan kepada keaktifan murid dalam mengembangkan minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan mereka. Kurikulum ini membuka kesempatan inovasi dan kreasi pembelajaran bagi guru, yang berorientasi untuk pengembangan karakter serta budaya Indonesia.

Sejak program Kurikulum Merdeka ini diterapkan oleh pemerintah, tidak ada keterpaksaan sekolah, siswa, guru, dan satuan pendidikan untuk langsung menerapkan program Kurikulum Merdeka. Apalagi dampak pandemi Covid-19 sejak 2 Maret 2020 masih sangat dirasakan dan membuat masyarakat Indonesia mengalami perubahan tata kelola kehidupan.  Dalam kondisi pandemi, pemerintah sadar perlu adanya perubahan pada sistem pendidikan dengan melibatkan teknologi dan kurikulum yang fleksibel terhadap perubahan zaman. Agar tidak terjadi perubahan secara mendadak, pemerintah melaksanakan pilot project untuk mengimplementasikan kurikulum alternatif di sekolah-sekolah yang dipilih. Pemerintah lebih dulu memberi pelatihan kepada kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidikan. Kurikulum yang dipraktikkan oleh Sekolah Penggerak ini bernama Kurikulum Merdeka, yang pada dasarnya sudah dicetuskan oleh Ki Hadjar 100 tahun silam. Kurikulum Merdeka Belajar memberikan porsi yang besar dalam proses pembelajaran. Nilai yang diberikan kepada siswa lebih banyak memperhatikan proses siswa dalam menjalankan pembelajaran melalui asesmen diagnostik dan formatif.

Satuan pendidikan, guru dan siswa diberikan kebebasan dalam Kurikulum Merdeka Belajar akan menghasilkan inovasi dan kreasi dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan. Sehingga pendidikan menjadi solusi yang bisa menyelesaikan masalah pada siswa maupun masyarakat di lingkungan satuan pendidikan. Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada satuan pendidikan, guru, dan peserta didik dalam mengembangkan pembelajaran. Peserta didik memiliki kodrat (bakat) alami, guru sebagai pendidik harus merawatnya sesuai dengan kodrat yang dimiliki peserta didik. Inovasi dan kreativitas dalam pembelajaran merupakan penerapan dari pemikiran Ki Hadjar, yaitu Tri-N (Niteni, Nirokke, Nambahi). Niteni menunjuk pada kemampuan untuk secara cermat mengenali dan menangkap makna (sifat, ciri, prosedur, kebenaran), berarti proses pencarian dan penemuan makna suatu objek yang diamati melalui sarana inderawi sesuai dengan proses kognitif yang disebut cipta oleh Ki Hadjar. Cipta adalah daya berpikir, yang bertugas mencari kebenaran sesuatu dengan jalan mengamati dan membanding-bandingkan sesuatu obyek, sehingga dapat mengetahui perbedaan dan persamaannya. Nirokke dan nambahi dapat diterjemahkan sebagai meniru dan mengembangkan/menambah. Ki Hadjar memasukkan dalam ranah “kemauan atau karsa” yang selalu timbul di samping atau seolah-olah sebagai hasil buah pikiran dan perasaan. Perbedaan di antara keduanya terletak pada kadar dan proses kreatifitasnya. Nirokke atau meniru, menurut Ki Hadjar, merupakan kodrat pada masa kanak-kanak. Nambahi atau menambahkan/mengembangkan adalah proses lanjut dari nirokke. Dalam proses ini ada proses kreatif dan inovatif untuk memberi warna baru pada model yang ditiru. Proses nambahi inilah yang diharapkan terjadi dalam diri peserta didik. Dalam hal ini, Ki Hadjar menyatakan bahwa kita tidak meniru belaka, tetapi mengolah. Mengolah dengan memperbaiki, menambah, mengurangi, mengubah, dan mengolah sesuatu obyek yang ditiru.

Namun demikian Kurikulum Merdeka yang memerdekakan semuanya terdapat pelaksanaan yang tidak mudah, terutama menumbuhkan kesadaran kepada masing-masing sekolah dalam menerapkan Kurikulum Merdeka. Inilah tantangannya. Keberhasilan pilot project supaya memberikan imbas, sangat memerlukan kesadaran dan kebersamaan rasa kekeluargaan dengan menghilangkan ego sektoral. Sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project di satu sisi merasa bangga karena telah dipercaya oleh pemerintah. Namun demikian, di sisi lain diperlukan rasa tanggung jawab untuk menularkan keberhasilannya kepada sekoah-sekolah lain. Khusus untuk sekolah swasta, persoalan yang paling klasik adalah ketidakstabilan jumlah siswa yang dikelolanya. Sehingga program Kurikulum Merdeka menjadi terganggu dan terkendala manakala jumlah siswanya tidak stabil. Bahkan di banyak daerah terjadi penurunan sangat besar, salah satunya dampak pandemi yang berkepanjangan. Fokus dari sekolah-sekolah swasta pada umumnya dimulai dari PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), bagaimana memperoleh murid baru, dan minimal mempertahankan jumlah siswa. Sehingga berbagai kehadiran   kebijakan baru dari pemerintah, termasuk Kurikulum Merdeka senantiasa dikaitkan dengan masalah utama yaitu dampak kepada jumlah siswa yang dikelolanya. Barulah setelah itu, diikuti dengan usaha-usaha lain.

Setiap kebijakan baru tentulah memberi dampak kepada situasi dan kondisi yang ada. Sehingga perlu diikuti perubahan kebijakan lain yang dapat meminimalkan dampak dari Kurikulum Merdeka. Diperlukan kebijakan secara komprehensif dari hulu hingga ke hilir, dengan sasaran semua yang berhubungan dengan kesuksesan program Kurikulum Merdeka. Kebijakan yang mempermudah dan memotivasi para guru dalam melaksanakan tugas sehari-harinya, merupakan salah satu yang utama karena guru sebagai ujung tombak di lapangan. Demikian juga ketersediaan sarana dan prasarana sebagai pendukung program Merdeka Belajar tidak kalah penting untuk menjadi kebijakan yang harus diselesaikan sejak awal. Khususnya sekolah swasta yang pada umumnya masih minim dan belum memenuhi standar kualitas yang diharapkan.

Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait