SEMARANG, Jowonews. Memori PK Djoko Tjandra dinilai cacat hukum. Karena itu, berkas Peninjauan Kembali (PK) tersangka kasus korupsi Bank Bali tidak boleh dikirim ke Mahkamah Agung (MA).
Hal tersebut ditegaskan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, Rabu (29/7). “Berkas Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra tidak boleh dikirim ke Mahkamah Agung (MA). MAKI akan melaporkan ke Komisi Yudisial (KY) jika berkas nekat dikirim ke MA,” ujar Boyamin.
Menurutnya, saat ini terdapat perbedaan pendapat apakah berkas PK Joko Tjandra dikirim ke MA atau cukup diarsip di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Kami tetap konsisten meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap berkas PK Djoko Tjandra tidak perlu dikirim ke MA karena Djoko Tjandra tidak pernah hadir dalam persidangan dan alasan sakit tidak cukup karena tidak ada bukti opname dirawat di sebuah Rumah Sakit,” ujarnya.
Bahwa selain alasan tidak hadir sidang, terdapat alasan cacat formal pengajuan PK Djoko Tjandra. Berdasar bukti foto memori PK yang diajukan Djoko Tjandra tertulis pemberian kuasa kepada Penasehat Hukum tertanggal 5 Juni 2020.
Hal ini bertentangan dengan keterangan Anita Kolopaking yang menyatakan Djoko Tjandra baru tanggal 6 Juni 2020 masuk Pontianak untuk berangkat ke Jakarta.
“Artinya pada tanggal 5 Juni 2020 Djoko Tjandra belum masuk Jakarta, sehingga jika dalam memori PK surat kuasanya tertulis ditandatangani tanggal 5 Juni 2020 maka Memori Pengajuan PK adalah cacat dan menjadikan tidak sah,”paparnya.
Cacat Hukum
Disamping itu Dirjen Imigrasi menyatakan Djoko Tjandra secara de jure ( secara hukum ) tidak pernah masuk Indonesia karena tidak tercatat dalam perlintasan pos imigrasi Indonesia. Sehingga Djoko Tjandra secara hukum haruslah dinyatakan tidak pernah masuk ke Indonesia untuk mengajukan PK.
“Selama persidangan Penasehat Hukum tidak pernah menunjukkan dan atau menyerahkan bukti paspor atas nama Djoko Tjandra yang terdapat bukti telah masuk ke Indonesia, sehingga dengan demikian haruslah dinyatakan Djoko Tjandra tidak pernah mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jika ada orang mengaku Djoko Tjandra datang ke PN Jaksel maka orang tersebut adalah hantu blau,”imbuhnya.
Djoko Tjandra dalam mengajukan PK didahului dan disertai perbuatan-perbuatan melanggar hukum yaitu memasuki Indonesia secara menyelundup dan selama di Indonesia menggunakan surat jalan palsu dan surat bebas Covid-19 palsu. Sehingga proses hukum pengajuan PK haruslah diabaikan karena dilakukan dengan cara-cara melanggar dan tidak menghormati hukum.
“Bahwa berdasar ketentuan Surat Edaran Mhkamah Agung ( SEMA ) Nomor 1 Tahun 2012 dan SEMA Nomor 4 tahun 2016 jelas ditegaskan jika Pemohon PK jika tidak hadir maka berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung dan cukup diarsipkan di Pengadilan Negeri, disamping juga terdapat cacat formal tersebut diatas,”paparnya.
“Kami meminta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk tidak mengirim ke Mahkamah Agung atas berkas perkara Pengajuan PK Djoko Tjandra dan jika memaksa tetap dikirim maka Kami pasti akan mengadukannya kepada Komisi Yudisial sebagai dugaan pelanggaran etik,”pungkas Boyamin.