SEMARANG- Tak mau ketinggalan, ormas Muhammadiyah yang selama ini dikenal dengan sekolah formalnya mulai giat membangun pondok pesantren. Salah satunya proyek pembangunan Pondok Pesantren Tahfidz Muhammadiyah, di Desa Wonorejo, Wates, Ngaliyan, Semarang.
Pembangunan ponpes Muhammadiyah ini berdiri di atas tanah wakaf seluas 800 meter persegi. Para santri akan dididik menjadi para ahli agama khususnya penghafal quran. Pondok juga akan membuka madrasah diniyah di siang dan sore hari untuk anak-anak warga sekitar.
Ketua PCM Ngaliyan M. Anas Hamzah mengatakan pembangunan pondok secara resmi akan dimulai besok Ahad.
“Peletakan batu pertama akan dilakukan besok Ahad (20/9) pagi oleh Wali Kota Semarang Bapak Hendi Prihardi. Akan dihadiri pula oleh Ketua DPRD Kadarlusman dan unsur Muspika setempat serta pihak terkait,” katanya dalam keterangan pers yang diterima Jowonews, Sabtu (19/9).
Bangunan pondok sendiri akan dibangun dua lantai. Lantai pertama dipergunakan untuk ruang kelas, mushola, tempat satpam, kamar mandi, dan dapur. Sementara lantai kedua dipergunakan sebagai kamar tidur para santri, kamar mandi, tempat jemuran, dan tempat memasak air
Passing Over
Menurut Dr Ahwan Fanani, M.Ag, pengamat sosial budaya dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, saat ini terjadi fenomena menarik saat dalam perkembangan pendidikan Islam. Yakni fenomena passing over.
Organisasi pembaharu semacam Muhammadiyah dan Persis yang sebelumnya lebih menekankan pendidikan sekolah umum juga ikut mengembangkan pendidikan agama yang lebih fokus sebagaimana dipesantren.
Sebaliknya, ormas seperti NU, Mathlaul Anwar, Nahdlatul Wathan, dan Perti yang dulunya fokus pada pesantren secara berangsur juga mengadopsi sistem sekolah.
“Ini perkembangan yang bagus sekali. Masing-masing ormas berkembang saling melengkapi dan memajukan khasanah pendidikan Islam di negeri ini,” ujar Ahwan yang juga merupakan ketua pelaksana pembangunan pondok pesantren Muhammadiyah itu.
Pesantren atau Pondok di Muhammadiyah sendiri, kata dia, masih dalam tahap perkembangan dan mencari bentuk. Pesantren dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan warga akan ahli agama.
“Semakin banyak madrasah dan masjid yang dikelola Muhammadiyah tetapi SDM ahli agama semakin berkurang. Kondisi itu menjadi keprihatinan tersendiri.” tandas Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jateng ini.
Sekarang, sambung Ahwan, spesialisasi semakin dituntut termasuk spesialisasi pendidikan agama. Perkembangan pesantren di Muhammadiyah sejalan dengan upaya spesialisasi atau takhashus dalam kajian agama.
Pesantren sendiri, kata Ahwan, terus mengalami evolusi. Awalnya, banyak pesantren berkembang dari pengajaran di masjid. Karena banyaknya pelajar dari jauh maka dbuatkanlah tempat tinggal bagi santri.
Namun sejalan dengan perkembangan zaman pesantren juga terus menyesuaikan diri. Sehingga muncul pesantren salaf, pesantren semi modern dan pesantren modern yang menyediakan pendidikan formal hingga jenjang dasar sampai perguruan tinggi.
Telan Biaya 2,8 Milyar
Adapun pembangunan Pondok Pesantren Tahfidz Muhammadiyah Ngaliyan, Kata Anas, akan menelan biaya 2,8 Milyar rupiah.
“Kami ketuk hati para donatur untuk bisa menyisihkan rezekinya dalam pembangunan pencetak santri penghafal quran ini,” ujar Anas.
Donasi bisa disampaikan melalui rekening panitia pembangunan PCM Ngaliyan di Bank Syariah Mandiri (BSM) KCP. Ngaliyan nomor rekening. 714-347-2177. Atau melalui rekening BSM LAZISMU Kota Semarang, nomor 777-888-1785.