Jowonews

Logo Jowonews Brown

Kabar Ndeso

Akadamisi Anggap Pemotongan Anggaran 25 Persen tak Tepat

SEMARANG, Jowonews.com – Pemotongan anggaran belanja langsung sebesar 25% di semua SKPD melanggar Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pemotongan anggaran berjalan harus dilakukan melalui mekanisme pembahasan APBD perubahan.

Pengajar akuntansi pemerintahan dari Universitas Diponegoro, Abdul Rahman mengatakan, anggaran pemerintah yang sedang berjalan boleh dipotong dengan catatan realisasi pendapatan sebenarnya tidak tercapai.

Dicontohkan, bila sampai Juni yang seharusnya realisasi pendapatan tercapai 50 persen, namun faktanya baru tercapai 20 persen, maka bisa dilakukan penyesuaian.

“Penyesuaian bentuknya bukan pemotongan belanja langsung, tapi dalam bentuk penyesuaian di APBD perubahan yang melalui proses pembahasan,” terangnya.

Selain melanggar Permendagri No 13 Thaun 2006, kebijakan pemprov juga melanggar Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2005, dimana keduanya sudah mengalami berbagai perubahan pada 2007, 2011, dan 2014, namun intinya tetap sama.

Menurutnya, alasan penyesuaian anggaran pun harus jelas apakah kondisi ekomomi makro memburuk atau ada alasan lain. “Menurut saya kondisi ekonomi makro sekarang tidak memburuk, tidak ada masalah, dan baik-baik saja. Langkah pemotongan ini kurang tepat,” ujarnya.

Ketua DPRD Jateng Rukma Setyabudi mengatakan, keluarnya Surat Edaran (SE) Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng, Sri Puryono KS No.900/007315. SE tentang Rasionalisasi Belanja Langsung TA 2016 pada 19 April, yang memerintahkan semua SKPD untuk merasionalisasi belanja langsung sebesar 25% justru mengalahkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah No 64 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2016 yang telah disahkan.

Perda yang sudah ditetapkan 23 Desember 2015 itu justru saat ini tidak dilaksanakan oleh gubernur.
Padahal Perda APBD adalah landasan operasional pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

“Bagaimana bisa perda kalah dengan surat edaran. Ini yang kadang tidak dipahami,” ujarnya.

BACA JUGA  600 Perusahaan Ajukan Izin Pertambangan ke Pemprov Jateng

Langkah pemprov ini menunjukkan perencanaan yang amburadul. Kinerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Biro Keuangan, Biro Pembangunan Daerah (Bangda), Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah (DPPAD) dipertanyakan.

“Asumsi penerimaan daerah tidak mencapai target terlalu dini. Ini baru triwulan pertama, tiba-tiba semua sudah dipangkas. Kalau begitu dipertanyakan dulu bagaimana perencanaan eksekutif. Semua sudah jadi Perda APBD,” tandasnya.

Dalam Perda APBD dijabarkan postur APBD Jateng 2016 adalah pendapatan daerah Rp 22.026.201.874.000,00 dan anggaran belanja daerah sebesar Rp 22.426.201.874.000,00. Sehingga menimbulkan defisit sebesar Rp 400 miliar. Defisit akan ditutup dengan penerimaan pembiayaan sebesar Rp 600 miliar dan pengeluaran pembiayaan Rp 200 miliar, sehingga pembiayaan netto Rp 400 miliar dan sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) nihil. (Jn01/jn03)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...