Jowonews

Logo Jowonews Brown

Anggito Ungkap ‘Pemanis’ Untuk Pondokan Haji

JAKARTA, Jowonews.com – Mantan Direktur Jenderal Pelaksana Haji dan Umroh Kementerian Agama Anggito Abimanyu mengungkapkan istilah “pemanis” sebesar 50 riyal yang digunakan dalam penyewaan penginapan untuk jemaah haji pada 2013.

“Pada rapat di wisma haji Mekkah pada 14 Februari 2013 yang dipimpin oleh Menteri Agama Suryadharma Ali disebutkan mengenai adanya pemberian pemanis, apa maksudnya pemanis ini?” tanya jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Menjawab pertanyaan JPU ini mengatakan “pemanis” muncul karena terjadi krisis penyelenggaraan ibadah haji 2013 terjadi pemotongan kuota jemaah sebanyak 20 persen, sehingga rumah-rumah yang dikontrak (untuk penginapan) harus direnegosiasi ulang.

“Pak Suryadharma yang pimpin sendiri rapat bagaimana menghadapi krisis, karena ada 5-6 kelompok rumah yang tidak mau renegosiasi harga,” jawab Anggito yang menjadi saksi untuk terdakwa Suryadharma.

Pada saat itu, menurut Anggito, seharusnya biaya penginapan turun karena ada pemotongan jumlah jamaah haji. 
“Harusnya biaya turun tapi mereka tidak mau, sehingga kita membicarakan insentif supaya mereka mau turun harganya sesuai jumlah jamaah yang akan menempati pondokan itu,” katanya.

Anggito mengungkapkan bahwa pondokan yang ada di Jeddah, Madinah, Mekkah jumlahnya banyak dan mereka tidak mau tahu dengan kebijakan pemotongan kuota haji sebesar 20 persen tersebut, sehingga untuk mengatasi kondisi tersebut, Kementerian Agama memberikan insentif sebesar 50 riyal.

“Pemanis 50 riyal itu maksudnya insentif, kalau tidak mereka tidak akan lepaskan harganya dan kita harus bayar dan kerugian yang sangat besar, dan mereka bahkan tidak mau berikan kunci, jadi insentif itu kebijakan yang kami ambil secara sadar agar jamaah haji bisa menginap pada musim haji 2013,” ungkap Anggito.

BACA JUGA  Victor Pae Dan Elvis Herawan Gabung Persipura

Suryadharma Ali dalam dakwaan disebutkan menunjuk sejumlah majmuah (konsorsium) penyedian perumahan di Jeddah dan Madinah sesuai dengan keinginannya sendiri menggunakan plafon dengan harga tertinggi sehingga menyebabkan kerugian negara hingga 15,498 juta riyal, sebagai imbalah SDA pun mendapat potongan kain penutup kabah (kiswah) pada 2010.

Penunjukkan majmuah itu berdasarkan pendekatan kader PPP bernama Mukhlisin. Sedangkan pada awal 2012 Suryadharma disebut membuat kesepakatan dengan beberapa anggota Komisi VIII DPR untuk berpartisipasi dalam penyediaan perumaah jamaah haji reguler.

Dalam kesepakatan itu juga memberikan kesempatan kepada anggota Komisi VIII untuk mengajukan nama-nama majmuah (konsorsium) penyedian perumahan di Jeddah dan Madinah kepada terdakwa maupun Tim Penyewaaan Perumahan.

Total pengeluaran untuk 194.126 orang jemaah adalah 126,15 juta riyal untuk 12 majmuah penyedia perumahan di Madinah ditambah 14,04 juta riyal kepada 5 hotel transito di Jeddah untuk 140.404 jemaah.

Dalam perkara ini Suryadharma didakwa memperkaya diri sendiri sejumlah Rp1,821 miliar dan memperoleh hadiah 1 lembar potongan kain ka’bah (kiswah) serta merugikan keuangan negara sejumlah Rp27,283 miliar dan 17,967 juta riyal (sekitar Rp53,9 miliar) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana laporan perhitungan kerugian Negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

Menurut jaksa, Suryadharma melakukan sejumlah perbuatan, yaitu menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan mengangkat Petugas Pendambilng Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan.

Selain itu juga didakwa menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukan; mengarahkan Tim penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perubaman jamaah Indonesia tidak sesuai ketentuan serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.

BACA JUGA  Ikut JP BPJS, Karyawan Swasta Dapat Pensiunan Bulanan

Suryadharma diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar. (JN01/Ant)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...