Jowonews

ART OF DIFEFERENTIATION

Oleh: Hanita Bella Safitri

Surat terbuka untuk sahabat guru “Bapak dan ibu guru mohon berhenti untuk mengatakan muridku si A susah sekali diajari, berbeda dengan si B yang cepat misalnya. Ayo dong kok nggak bisa-bisa sih, kok nggak selesai selesai lihat temenmu yang lain udah selesai.”

Mungkin kalimat itu sering diucapkan pada bapak ibu guru saat mengajar. Memang ada anak yang cuek dengan perkataan itu, ada juga anak yang biasa-biasa saja, tetapi ada juga yang tidak bisa menerima perkataan tersebut dan bahkan dimasukkan dalam hatinya. Perlu kalian ketahui bahwa murid-murid sedang belajar bukan sedang berlomba. Seperti halnya anak yang belajar latihan sepeda, yang pastinya ada anak yang cepat untuk bisa dan ada anak yang lambat, bahkan ada anak yang terjatuh sampai tersungkur. Anak tidak butuh dibandingkan, mereka hanya butuh bimbingan.

Seperti yang kita tahu, pembelajaran berdiferensiasi merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan Merdeka Belajar. Pembelajaran berdiferensiasi juga berkaitan erat dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang memberikan fasilitas kebutuhan belajar siswa yang beragam sesuai dengan karakteristik peserta didik masing-masing.

Menurut Bianda C. Iskandar Dinata “Ujian bagi guru sebenarnya adalah sejauh mana guru mampu membuat pelajaran yang maksimal bagi para pelajarnya.” Pelajaran yang maksimal dalam hal ini bukan melulu mengenai materi pembelajaran, namun pembiasaan. Sebuah pembiasaan yang dapat merubah anak yang awalnya belum bisa menjadi bisa. Anak yang awalnya belum mengerti tentang pendidikan karakter bisa menjadi paham. Nah itulah tujuan dari belajar yang sesungguhnya adalah ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior) menjadi lebih baik.

Pendidikan bukan cuma alih informasi yang masuk kuping kiri, keluar kuping kanan, namun terjadinya proses interaksi antar informasi dalam otak bagian atas dan dilakukan secara kompak, sedikit demi sedikit, berulang-ulang, bertahap, terus-menerus, berprerekuisit, didasari senyum kasih sayang, dan dipatri keteladanan, sehingga terjadi pengendapan informasi dan kesan perilaku dalam otak tengah, sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Sebagai guru profesional, kita membutuhkan sebuah  visi  untuk menggambarkan  seperti  apa layanan yang akan kita berikan pada siswa kita. Seorang guru profesional dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi diharapkan mampu membuat dan mengembangkan visi yang berpihak penuh pada pada peserta didik. Dari hal inilah yang bisa mewujudkan untuk meningkatkan kualitas diri  serta  menguatkan  kolaborasi  di  lingkungan  sekolah  sebagai  upaya  perbaikan yang  berkualitas pada pembelajaran berdiferensiasi.

Dengan menerapkan program profil pelajar pancasila, hal ini jauh tidak bisa lepas dengan pembelajaran diferensiasi, yang mana guru harus memahami  kemampuan  peserta  didik  yang  berbeda  beda sesuai dengan minat dan potensi  siswa. Guru profesional memiliki visi untuk melakukan perubahan positif dengan memiliki memiliki keterampilan Abad-21 yang berwawasan revolusi industri 4.0 dalam pembelajaran yang diantaranya yaitu kemampuan berpikir kritis (critical thinking), kemampuan bekerja sama dengan baik (collaboration), kemampuan berkomunikasi (communication) dan kreatifitas (creativity). Sehingga adanya pembelajaran (student centered) yang menerapkan strategi pendekatan IA (Inkuiri Apresiatif) yaitu pendekatan yang dapat menciptakan agen perubahan yang kolaboratif (Agent of Change) seperti filosofi dari Ki Hajar Dewantara. Dan visi tersebut juga berkaitan dengan teori konstruktivisme dalam pembelajaran, yang bertujuan untuk membangun peserta didik menjadi lebih produktif, kreatif, mandiri, dan inovatif. Maka tugas kita sebagai guru adalah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan menguatkan mereka agar mampu berkarya demi masa depan.

Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait