Jowonews

BUKAN SEKEDAR DIFFERENT NGAJAR SEKOLAH DASAR !

Oleh: Ridzal Permana Wijaya, S.Pd. Sebelum membahas tentang diferensiasi mari kita kaji dulu secara singkat pendidikan di Indonesia. Pada abad 21 mengantarkan perubahan rona pendidikan di Indonesia. Demi menjawab tantangan zaman dan perubahan cara belajar seluruh pakar pendidikan di Indonesia yang di nahkodai menteri pendidikan Indonesia telah menciptakan kurikulum yang terbarukan dari masa ke masa. Saya akan membatasi artikel ilmiah ini pada tingkat sekolah dasar. Singkatnya mari kita tengok dari Kurikulum 2013 yang telah dilakukan beberapa revisi di berbagai konten baik format ataupun ikhtisar dari kompetensi dasar. Ketika Kurikulum 2013 terus dibenahi hingga saat ini lahirlah Kurikulum Merdeka. Yang menarik ketika kita mendengar kata merdeka adalah berarti kebebasan, tentunya dalam proses pendidikan kebebasan bukan berarti sebebas-bebasnya namun ada kaidah-kaidah yang harus dipenuhi dalam implementasi kurikulum merdeka. Ada perbedaan signifikan antara kurikulum merdeka dengan kurikulum 2013 dimana pembelajaran sudah tidak menggunakan konsep tema yang melebur beberapa mata pelajaran dijadikan pembelajaran yang terpadu, melainkan dalam kurikulum merdeka ini pembelajaran kembali terpisah menjadi beberapa mata pelajaran yang berdiri sendiri dengan capaian pembelajaran (istilah dulu kompetensi dasar) yang sudah ditentukan oleh Kemendikbudristekdikti. Dalam kurikulum merdeka juga ada yang baru yaitu P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) merupakan kegiatan kokurikuler berbasis projek yang dirancang untuk menguatkan upaya pencapaian kompetensi dan karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila yang disusun berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan. Untuk mendukung perkembangan kurikulum di Indonesia maka hadirlah metode pembelajaran yang terbarukan di Indonesia khususnya di tingkat sekolah dasar yang dinamakan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran diferensiasi adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dimana pembelajaran itu disusun kemudian diimplementasikan sesuai karakterisitik peserta didik untuk dapat meningkatkan potensi masing-masing individu. Pembelajaran berdiferensiasi diharapkan memerdekakan peserta didik untuk menggali potensinya dan mendapatkan materi pembelajaran berdasarkan cara atau pemahaman dari masing-masing karakter individu peserta didik. Sebelum mengeimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi Guru harus mampu mengetahui karakter peserta didik melalui asesmen diagnosis dan profiling peserta didik. Dalam implementasi pembelajaran berdiferensiasi ada beberapa aspek yang dapat dilakukan diferensiasi, pertama terkait  konten/ isi, yaitu penerapan pembelajaran diferensiasi pada aspek materi/ isi pembelajaran sesuai kebutuhan peserta didik. Guru mengemas bukan hanya semenarik mungkin melainkan konten/isi materi pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik heterogen di dalam kelas sehingga konten/isi tidak bersifat kaku dan hanya satu arah yang dapat dikonsumsi dengan baik beberapa peseta didik saja. Kedua terkait Proses, yaitu penerapan diferensiasi saat pelaksanaan proses pembelajaran sesuai kebutuhan peserta didik. Guru mempersiapkan dimana proses pembelajaran berpusat pada peserta didik. Bukan hanya berpusat pada peserta didik namun dapat mengakomodir dan silang pendapat dari kemampuan belajar peserta didik yang berbeda hingga dapat terpadu di kelas. Ketiga, yaitu Produk, yaitu dilakukannya diferensiasi terhadap produk nantinya dari sebuah proses pembelajaran sesuai karakterisitk dan kebutuhan peserta didik. Guru menentukan produk untuk mengetahui hasil evaluasi pembelajaran pada peserta didik nantinya. Produk dalam kelas tidak kaku dan mengakomodir kemampuan belajar masing-masing peserta didik yang berbeda cara penangkapan materi di dalam satu kelas. keempat, Lingkungan belajar, yaitu bagaimana seorang Guru menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan sehingga pembelajaran diferensiasi dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Lingkungan belajar yang aman dan nyaman menjadi salah satu kunci bagaimana Guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang mendukung. Implementasinya di kelas tidak harus ke empat aspek dilakukan diferensiasi seluruhnya. Kita sebagai Guru dapat mengambil 2 atau 3 aspek yang akan dilakukan diferensiasi dalam pembelajaran melihat dari Capaian Pembelajaran yang akan dicapai dan karakteristik peserta didik di kelas. Untuk mendukung terlaksananya pembelajaran diferensiasi maka diperlukan strategi mengajar, strategi mengajar adalah upaya atau strategi dari Guru agar pembelajaran dapat diterima peserta didik dengan baik dan tumbuh motivasi belajar yang tinggi. Demikian uraian singkat terkait bagaimana kita seorang Guru mampu merencanakan dan mengaplikasikan pembelajaran berdiferensiasi yang tepat guna dan tepat sasaran khususnya di tingkat sekolah dasar. Sehingga tidak terjadi dalam isitilah medis “mall praktik” dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Karena Guru adalah figur bagi seluruh peserta didiknya. Daftar Pustaka: Direktorat Pendidikan Profesi Guru Kemendikbud. (2022). Mata Kuliah Pilihan Pembelajaran Berdiferensiasi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Profesi Guru Kemendikbud

PENDIDIKAN KARAKTER MENCETAK MANUSIA YANG MERDEKA

Oleh: Rosita Yuva Aghnya Dalam dunia Pendidikan sekarang, Manusia merdeka sangatlah digembor – gemborkan. Mengapa begitu? Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara Manusia merdeka adalah orang yang mampu berkembang secara utuh selaras dengan aspek kemanusiaan, mampu menghargai dan menghormati. Asas kemerdekaan dalam Pendidikan merupakan sesuatu yang mengambarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, bahwa keluarga, perguruan, dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dalam Pendidikan.  Pendidikan karakter merupakan salah satu aspek yang mendasar dalam mewujudkan manusia merdeka. Dalam mewujudkan anak yang berkarakter tidaklah lepas dari peran keluarga. Keluarga merupakan Pendidikan utama seorang anak. Lingkungan keluarag sangatlah membentuk baik buruknya manusia dalam berkembang. Lingkungan keluarga menyiapkan dan memberikan Pendidikan untuk anak agar menjadi generasi penerus yang terdidik. Pendidikan karakter merupakan investasi jangka Panjang masyarakat untuk melaksanakan bonus demografi. Selain Keluarga, Perguruan juga komponen dari pembentukan karakter dimana hubungannya sangat erat dengan Pendidikan moral yang tujuannya adalah membentuk dan melatih individu secara terus- menerus untuk penyempurnaan diri kearah hidup yang lebih baik serta membangun dan meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam hubungan internasional. Nilai – nilai karakter yang dikembangkan dalam dunia Pendidikan sekarang adalah didasarkan pada filosofi Pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara. Yakni oleh hati, oleh pikir oleh karsa dan olah raga. Lantas dari filosofi tersebut muncul nilai – nilai karakter siswa dimulai dari religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. Pendidikan karakter membuat anak lebih produktif dan memiliki kepribadian yang baik sehingga mampu menjadi manusia indonesia yang bekerja keras, kreatif, inovatif, jujur, Tangguh, mandiri dan bertanggung jawab untuk menghadapi tantangan – tantangan abad 21. Penerapan pendidikan karakter membuat manusia akan merdeka dimana hidupnya bersandar pada kekuatan sendiri baik lahir maupun batin dan tidak tergantung dengan orang lain.

KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI, MENGAPA DIPERLUKAN?

Oleh: Dewi Nikmatul Latifah Perkembangan dan modernisasi saat ini menuntut setiap orang untuk tetap relevan dan tidak gagap pada perubahan yang terjadi. Munculnya abad-21 membawa kita pada pemenuhan keterampilan abad-21 yang tentu berbeda dengan era sebelumnya. Istilah seperti “dulu biasanya kakek nenekmu melakukan ini, jadi lakukanlah hal yang sama” menjadi tidak lagi terdengar menarik dan cocok dengan zaman sekarang karena perbedaan struktur sosial, budaya, teknologi, bahkan politik. Mengutip konsep pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak supaya mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat. Dari pernyataan tersebut, terlihat bahwa proses pendidikan merupakan jalan yang ditempuh agar seorang anak mampu cakap mengenali lingkungan dan menyelesaikan masalah yang ditemui agar dapat selamat dan mencapai kebahagiaannya. Konsep pendidikan ini dirasa masih sangat relevan dengan proses pendidikan saat ini, bahkan yang akan datang. Pembelajaran yang saat ini dilakukan perlu menerapkan keterampilan abad-21, yakni keterampilan dalam berpikir kritis, berpikir kreatif, berkolaborasi, dan berkomunikasi. Pembelajaran ini dapat diterapkan melalui penerapan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Peserta didik tidak lagi hanya belajar tentang pengertian dari suatu konsep dan bagaimana konsep tersebut diterapkan, namun lebih pada penerapan dalam penyelesaian nyata yang dapat dialami peserta didik di lingkungannya. Dengan begitu, peserta didik diharapkan mampu mengembangkan keterampilan berpikirnya sehingga ia tidak lagi gagap dalam menghadapi permasalahan di kehidupan saat ia dewasa. Faktanya, kemampuan berpikir dan penalaran di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dapat dibuktikan melalui hasil studi PISA tahun 2018 yang memposisikan Indonesia pada peringkat ke 74 alias peringkat keenam terbawah. PISA sendiri adalah program asesmen internasional yang mengukur prestasi di bidang kemampuan matematika, sains, dan literasi membaca. Merefleksi dari hasil perolehan tersebut, Indonesia masih banyak PR besar yang perlu diselesaikan, baik oleh pemerintah, guru, maupun bantuan orang tua peserta didik terkait pola pembelajaran dan pendidikan. Keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill) bukanlah suatu istilah yang baru dalam dunia pendidikan. Sejak dimunculkannya Kurikulum 2013, pola pembelajaran dengan menerapkan keterampilan berpikir tingkat tinggi terus digalakkan. Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau lebih dikenal dengan HOTS adalah keterampilan dalam memahami dan menganalisis suatu permasalahan, yang didalamnya seseorang tidak hanya diminta untuk mengenali secara menyeluruh tentang masalah yang dihadapi, namun juga mampu menganalisis, memberikan argumen, dan sampai menciptakan solusi atau hasil dari permasalahan tersebut. Penerapan pembelajaran berbasis HOTS biasanya dimunculkan dalam soal-soal tes. Perlu diketahui bahwa soal HOTS tidak melulu terkesan sulit dan berbelit. Berdasarkan dimensi ilmu pengetahuan, umumnya soal HOTS berada pada dimensi metakognitif, yakni dimensi yang merujuk pada tindakan dalam proses berpikir sampai pada penerapan keputusan dari hasil olah pikirnya. Dalam taksonomi Bloom, HOTS dapat dilihat dari kata kerja operasional mulai dari menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Sedangkan kata kerja operasional tentang pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi masih dianggap sebagai pola keterampilan berpikir tingkat rendah. Penerapan HOTS sebenarnya tidak hanya dilihat dari variasi soal yang disajikan. HOTS juga dapat dilakukan dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis masalah yang merangsang peserta didik untuk dapat menganalisis permasalahan sampai menciptakan solusi permasalah dengan menghasilkan produk tertentu. Dalam Kurikulum Merdeka, penerapan HOTS ditampilkan pada penekanan model pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) dan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). Kedua model tersebut memiliki langkah kegiatan yang menuntut peserta didik dapat terampil dalam penyelesaian masalah. Model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari langkah 1) orientasi masalah; 2) mengorganisasikan peserta didik untuk belajar; 3) membimbing kelompok; 4) menyajikan hasil diskusi; dan 5) mengevaluasi proses pemecahan masalah. Berbeda dengan model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran berbasis proyek menitikberatkan pada langkah penentuan proyek dengan mencari tema, merancang dan memproses aktivitas kegiatan proyek, dan menyelesaikannya. Selain mempelajari tentang pemahaman konsep dan menerapkan konsep tersebut, peserta didik mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatifnya dalam penyelesaian masalah melalui aktivitas yang dikembangkan dalam pembelajaran. Selain itu, kolaborasi dan komunikasi juga dapat muncul melalui kegiatan diskusi dan berkelompok dalam penyelesaian masalah. Pembelajaran berbasis masalah dan proyek dapat mendukung tercapainya keterampilan abad-21 dengan melatih kemampuan pemecahan masalah, baik secara kelompok maupun individu. Tersedianya masalah kontekstual memfasilitasi peserta didik untuk dapat menganalisis kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dengan menyusun argumen yang menguatkan penyelesaian masalah tersebut. Peran guru sebagai fasilitator perlu memastikan terpenuhinya kebutuhan dan sarana prasarana yang dibutuhkan peserta didik agar proses belajar dapat dilaksanakan secara efektif.

PENTINGNYA PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI DAN PERENCANANNYA

Oleh: Devi Asinta Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembalajaran yang sedang digalakkan pada era paradigma baru dan pembelajaran merdeka saat ini. Pembelajaran berdiferensiasi penting untuk dilakukan karena memandang peserta didik sebagai individu yang berbeda dan memiliki caranya sendiri dalam belajar. Menurut Tomlinson (2001) Pembelajaran berdiferensiasiadalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik sebagai individu. Atau bisa dikatakan juga bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memberi keleluasaan dan mampu mengakomodir kebutuhan peserta didik untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar peserta didik yang berbeda-beda. Pembelajaran berdiferensiasi perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu Pendidikan serta mengambil peluang untuk membebaskan anak dalam belajar sehingga anak dapat belajar dengan nyaman sesuai dengan capaian yang seharusnya dari diri mereka. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan peserta didik. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang” peserta didik untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian terkait dengan Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga peserta didiknya. Dalam Penilaian berkelanjutan guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan peserta didik mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, peserta didik mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.  guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar peserta didiknya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik tersebut. Manajemen kelas yang efektif Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Pembelajaran berdiferensiasi memiliki ciri tersendiri yang dapat dijadikan acuan dalam pelaksanannya. Menurut Tomlinson (2001) pembelajaran berdiferensiasi memiliki empat ciri, yaitu 1) Pembelajaran berfokus pada konsep dan prinsip pokok. Harus berfokus pada kompetensi dasar pembelajaran. 2) Evaluasi kesiapan dan perkembangan belajar peserta didik diakomodasi ke dalam kurikulum; Di sini perlu adanya pemetaan kebutuhan peserta didik kemudian dimasukan kedalam strategi pembelajaran. 3) Pengelompokan peserta didik dilakukan secara fleksibel; misalnya, bisa secara mandiri, berkelompok berdasarkan tingkat kecerdasan, berkelompok berdasarkan modalitas belajar, dll. 4) Siswa secara aktif bereksplorasi dibawah bimbingan dan arahan guru. Pembelajaran berdiferensiasi ini berpusat kepada siswa. Perencanaan pembelajran berdiferensiasi penting dilakukan agar pelaksanaannya optimal. Sebagai upaya penerapan pembelajaran berdiferensiasi, hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah melakukan asesmen atau pemetaan kebutuhan peserta didik. Kemudian menyusun rencana pelaksaan pembelajaran yang sesuai. Menurut Tomlinson (2001), ada tiga cara untuk memetakan kebutuhan belajar peserta didik, 1) Kesiapan belajar peserta didik (readiness), 2) minat peserta didik, 3) Profil belajar peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi memandang gaya belajar peserta didik yang berbeda serta cara mereka dalam memahami pengetahuan. Adanya perbedaan tersebut maka start dan garis finish pun sebenarnya berbeda. Dalam upaya perwujudkan kebutuhan setiap anak tersebut, maka penggunaan strategi serta metode pembelajaran yang berdiferensiasi sangat perlu untuk diterapkan. Selain itu, konten atau isi dalam pembelajran setiap peserta didik juga dapat dibedakan sesuai diferensiasinya namun masih memegang garis besar dari tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Misalnya dengan menggunakan judul bacaan yang berbeda, namun tetap berada pada konteks mencari unsur intrinsik. Kemudian lingkungan belajar juga turut mempengaruhi diferensiasi peserta didik, sehingga pengaturan tempat duduk dan posisinya perlu diperhatikan. Beberapa strategi dapat diterapkan dalam pembelajaran berdiferensiasi dengan menyesuaikan langkah berdasarkan sintak. Langkah pembelajaran haruslah Nampak diferensiasinya. Contoh model pembelajaran berdiferensiasi adalah Project Based Learning, Small Group Discussion, Jigsaw Reading, dan Strategi Problem-Based Instruction. Model pembelajaran berdiferensiasi perlu memperhatikan prinsip berdiferensiasi terkait konten/isi, produk, lingkungan belajar, gaya belajar, dan motivasi. Dengan perencanaan dan asesmen yang baik, maka pembelajaran berdiferensiasi dapat terlaksana secara optimal.

PEMBENTUKAN KARAKTER GOTONG ROYONG MELALUI PEMAINAN ENGRANG PADA ERA PEMBELAJARAN 4.0 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Oleh: Novi Andiani Permainan tradisional dapat menginspirasi siswa untuk membangun kepercayaan dan kerjasama antar teman. Selain itu, peserta didik akan mengetahui bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga dapat berkomunikasi secara positif dan mengendalikan emosinya sendiri, mengembangkan empati dan menghargai orang lain. Di Indonesia sendiri, setiap daerah memiliki permainan tradisionalnya masing-masing, namun banyak permainan yang sudah tidak digunakan lagi dan tidak dimainkan lagi (Sibarani, Dina F, 2018) Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Ini mencakup banyak aspek kehidupan seperti hukum, iman, seni, kebiasaan atau adat, moral, etika dan juga keterampilan. Kehadirannya dapat mempengaruhi pengetahuan, ide dan gagasan, meskipun budaya bersifat abstrak. Budaya merupakan manifestasi dari cara berpikir, sehingga menurutnya model budaya itu baikluas karena semua perilaku dan tindakan, termasuk emosi karena perasaan juga merupakan tujuan berpikir menurut Alisyahbana dalam (Widyosiswoyo, 2004). Pendidikan merupakan kunci kemajuan dan keberhasilan suatu bangsa di masa depan. Dengan sistem pendidikan yang baik, maka mutu pendidikan dapat ditingkatkan melalui sumber daya yang berkualitas. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 UU No. Pasal 20 Sisdiknas Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mewujudkan potensi kekuatan spiritual keagamaan, disiplin diri, kepribadian, kecerdasan serta mengembangkan akhlak dan kemampuan yang mulia. Engrang merupakan permainan tradisional yang dikenal dan dikenal di seluruh nusantara. Engrang merupakan salah satu permainan yang sangat terkenal dan sering dimainkan oleh masyarakat Banten. Memainkan permainan ini membutuhkan keseimbangan tubuh dan keterampilan. Kaki kayunya terdiri dari dua batang bambu atau kayu dengan panjang sekitar 2,5 meter. Pemain berdiri di atasnya untuk menjaga keseimbangan agar tidak jatuh. Pemain yang mencapai garis finis pertama kali tanpa terjatuh adalah pemenangnya (Murtafiatun, 2018). Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan kosong atau lapangan luas. Ini banyak digunakan dan dimainkan oleh banyak anak. Biasanya permainan Engrang ini merupakan perlombaan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk memperingati suatu hari besar seperti Hari Kemerdekaan atau hari besar lainnya. Aturan mainnya adalah pemenangnya adalah orang yang mencapai garis finis terlebih dahulu tanpa terjatuh, atau biasanya para pemain muda bermain sedemikian rupa sehingga bisa menjatuhkan lawannya dulu baru dia menang (Afrinel Okwita, Siska Permata Sari, 2019). Berbicara tentang permainan tradisional bersifat edukatif dimana menyimpan unsur pendidikan di dalamnya. Dimana banyak sekali yang mampu dikembangkan melalui permainan tradisional ini. Salah satunya ialah karakter. Dalam hal ini sangat diperlukannya pendidikan karakter bagi siswa. Sekolah merupakan sarana social yang memiliki banyak sekali peranan dan fungsi. Salah satunya dengan membimbing, memperkenalkan, serta memahami peserta didik dalam berkehidupan di lingkungan sekitar mereka. Dalam membentuk karakter di sekolah ini bukan hanya sebagai pembelajaran atau pengetahuan tetapi juga melalui penerapan serta pengimplementasian nilai-nilai kehidupan. Ada banyak sekali berbagai macam karakter yang harus dipelajari dan dikembangkan oleh siswa. Salah satunya adalah karakter dalam menghargai prestasi siswa. Perilaku menghargai prestasi adalah satu dari sekian banyak karakter baik dalam pribadi peserta didik yang harus ditumbuhkembangkan. Karakter ini mengharuskan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan siswa. Selain itu dapat memotivasi peserta didik agar terdorong kesadarannya untuk belajar dengan rajin, ulet, tekun, serta memiliki jiwa kompetitif untuk selalu berusaha dan meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan agar mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi, mampu menerapkan keahlian yang dimiliki di kehidupan masa depannya kelak. Guru diharapkan mampu untuk memberi peluang serta kesematan kepada peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya. Seperti contoh, guru memberikan penghargaan atau reward kecil bagi peserta didik yang mampu berada di peringkat atas diantara teman-temannya. Dari hal tersebut munculah dorongan bagi siswa agar mereka senantiasa meningkatkan prestasi mereka dan mengembangkan kemampuan satu sama lain (Rianawati, 2014) Metode pembelajaran memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, karena salah satu ahli Kitson & Haevey menemukan bahwa proses pembelajaran berperan penting dalam membantu siswa menerjemahkan materi yang diberikan oleh guru. Penerapan metode pembelajaran yang efektif menciptakan lingkungan belajar yang dapat mengembangkan potensi dan keterampilan siswa. Oleh karena itu, guru juga harus menyiapkan konsep pembelajaran yaitu, konsep belajar mengajar kontekstual (contextual teaching and learning) adalah konsep pembelajaran yang dapat membantu guru menghubungkan materi yang diajarkan dengan keadaan nyata siswa, dan mendorong siswa untuk membangun koneksi antara siswa mereka pengetahuan mereka dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat (Nurhadi, 2002). Jadi, melalui pembelajaran kontekstual, mengajar bukan tentang mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa dengan menghafal berbagai konsep yang tampaknya terlepas dari kehidupan nyata, tetapi lebih pada membantu siswa mengembangkan kecakapan hidup untuk menemukan (keterampilan di sebelah kiri). ) dari apa yang mereka pelajari. Dengan demikian pembelajaran lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (tidak dekat secara fisik), tetapi secara fungsional di sekolah siswa selalu bersinggungan dengan masalah-masalah kehidupan yang timbul di lingkungan (keluarga dan masyarakat). Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman yang bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian pembelajaran tidak sekadar  dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses. Oleh sebab itu melalui model pembelajaran kontekstual mengajar bukan mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan bisa hidup (life skil) dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik). Akan tetapi, secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan masyarakat). Secara lebih terurai diungkapkan oleh Reigeluth (dikasih tahun sama halaman), bahwa fungsi dan peran desain pembelajaran yaitu, 1) Desain instructional menentukan metode bagian dari pengembangan instructional, 2) Desain instructional menentukan prosedur untuk implementasi instruksional, 3) Desain instruksional menetapkan prosedur untuk manajemen instruksional, 4) Desain pembelajaran mengidentifikasi dan memperbaiki kelemahan sebagai bagian evaluasi. Berdasarkan uraian singkat konsep desaian diatas, maka desaian pembelajaran memiliki sifat keluwesan (fleksibel), tidak kaku dalam satu model tertentu saja. Format desain bisa dikembangkan dalam bentuk yang bervariasi tergantung pada tujuan model dan model pembelajaran bagaimana yang akan dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Dari inovasi, kini ditemukan berbagai jenis model pembelajaran seperti model. … Baca Selengkapnya

AKTUALISASI TECHNOLOGICAL PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE (T-PACK) PADA GURU UNTUK MENJAWAB TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA SOCIETY 5.0

Oleh: Husni Mubarok, S.Pd Era revolusi Industri 4.0 kini telah mengubah dunia, dimana teknologi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas dengan penggunaan data dan komputasi yang tidak terbatas (Unlimited). Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang bergerak sangat masif sebagai perantara pergerakan dan konektivitas antara manusia dan mesin. Era Industri 4.0 tidak terlepas akan adanya kecerdasan buatan (Artificial Intelegence), Internet of Think (IoT), E-Learning dan robotosasi yang telah menggantikan peran manusia. Sehingga Era Industri 4.0 juga mengakibatkan disrupsi berbagai kegiatan manusia termasuk didalamnya bidang pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Menghadapi Era Society 5.0, pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk mempersiapkan masyarakat menjadi SDM yang unggul dan berkualitas. Ada empat kemampuan utama yang harus dikuasi manusia dalam menghadapi Era Society 5.0 (Maulana dkk, 2023). Empat kemampuan tersebut diantaranya yaitu Problem Solving thingking, Critical Thingking, Comunication, Creativity dan Collaboaration atau disingkat 4C. Guru merupakan faktor penentu keberhasilan pendidikan di suatu negara. Seorang guru memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan karena yang langsung bertemu face to face dan mengenali karakteristik siswanya. Maka dari itu guru harus mampu menjadi transformator informasi yang sangat mudah diakses oleh siswa di era sekarang.   Menurut (Celik, 2023) Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) sebuah kerangka untuk meintegrasikan teknologi, kemampuan pedagogis dan pengetahuan guru dalam mengajar. Ada tiga poin penting dalam Technological Pedagogical Content Knowledge adalah technological knowledge, content knowledge, dan pedagogical knowledge. Technological Knowledge (TK) Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang begitu pesat membuat guru harus mampu menguasi teknologi sebagai media penunjang dalam sebuah pembelajaran. Technological Knowledge juga kemampuan guru dalam mengenali atau beradaptasi dengan teknologi baru. Hal ini sangat penting mengingat di era Society 5.0 perkembangan industrilisasi digital terus semakin meningkat. Contoh Penerapan Teknologi yang bisa dilakukan oleh guru bisa dilakukan dengan metode blended learning. Metode ini digagas oleh NACOL (North American Councl For Online Learning). Pada metode ini guru tidak harus face to face kepada siswa, guru bisa menggunakan portal online seperti video teleconfrece (Online Learning). Cara semacam ini memudahkan guru dalam melakukan aktivitas pembelajaran dimanapun dan kapanpun.  Blended Learning sebagai metode pengajaran secara online yang pendukung guru dalam pengoptimalan pembelajaran di kelas. Content Knowledge (CK) Konten Pengetahuan merupakan poin dasar yang sangat penting harus dimiliki guru sesuai disiplin keilmuanya. Seperti yang dijelaskna oleh (Celik, 2023) pengetahuan ini mencakup konsep, teori, gagasan, kerangka kerja dan bukti serta praktik yang telah mumpuni dalam mengembangkan kemampuan tersebut. Guru harus memahami dasar-dasar pengetahuan yang lebih dari disiplin ilmu yang mereka ajarkan karena pengetahuan dan sifat inkuiri masing-masing bidang berbeda. Content Knowledge meliputi dalam pembelajaran guru harus memiliki strategi pengembangan pemahaman dari mata pelajaran pada pembelajaran. Selain itu guru harus menguasi materi/subjek yang akan disampaikan pada siswa. Tiap tingkatan SD Sampai SMA Content Knowledge berbeda-beda. Kemampuan Content Knowledge menentukan cara berpikir dari setiap disiplin ilmu tertentu pada setiap kajiannya (Yuliatun, & Uskenat, 2023). Profesionalitas guru berperan penting dalam keberhasilan siswa dalam belajar. Pedagogical Knowledge (PK) Kemampuan ini bertujuan untuk pengetahuan umum dalam melaksanakan pembelajaran. Guru harus mengembangkan ketrampilan dalam mengelola dan mengorganisasikan pengajaran serta aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Pengetahuan ini meliputi memahami aktivitas mengelola kelas (Management class), memberikan motivasi, rencana pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Kemampuan Pedagogical Knowledge mendeskripsikan metode mengajar yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan gaya belajar dan karakteristik siswa. untuk mengetahui aktivitas dikelas dengan tujuan membangun pengetahuan siswa di dalam pembelajaran. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Celik, 2023) menyatakakan secara tidak langsung guru memerlukan Technological Pedagogical Content Knowledge untuk menciptakan pembelajaran efektif dan menyenangkan di kelas. TPACK memiliki dampak yang signifikan terhadap guru dalam menghadapi tantangn global dalam pendidikan. Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) mendiskripsikan berbagai jenis pengetahuan yang dibutuhkan oleh guru untuk mengajar secara efektif menggunakan bantuan teknologi dan berbagai prosedur yang kompleks dalam bidang interaksi pengetahuannya. Dapat ditarik benang merah, Guru di Era Society 5.0 memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan. Pada abad 21 ini guru harus menguasai kompentensi Life and career skills, learning and inovation skills, information media and technology skills.  Menghadapi Tantangan pendidikan di Era Society 5.0 yang arus teknologi informasi dan komunikasi berkembang dengan sangat cepat dan mulai memasuki sekolah dengan merata, dan anak-anak mulai terbiasa menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam kesehariannya. Hal ini saatnya guru-guru mulai menerapkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajarannya. Guru agar mampu mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran diperlukan pemahaman dan penguasaan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK). Oleh karena itu sudah seharusnya guru di Indonesia memiliki kemampuan tersebut agar bisa mewujudkan tujuan pendidikan nasional sehingga bangsa Indonesia bisa bersaing dengan bangsa lainnya di Era Society 5.0 Daftar Rujukan Celik, I. (2023). Towards Intelligent-TPACK: An empirical study on teachers’ professional knowledge to ethically integrate artificial intelligence (AI)-based tools into education. Computers in Human Behavior, 138, 107468. Kemendikbud. 2017. Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Maulana, I., Rahma, N. A., Mahfirah, N. F., Alfarizi, W., & Darlis, A. (2023). Meningkatkan Profesional Guru dengan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Journal on Education, 5(2), 2158-2167. Yuliatun, T., & Uskenat, K. (2023). Pelatihan Penggunaan Microlearning Dengan Powtoon Dalam Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru. TEKNOVOKASI: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1), 1-5.

PENTINGNYA PENDIDIK BERLATIH MENGEMBANGKAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS POWERPOINT INTERAKTIF

Oleh: Yusuf Syaiful Anam Kreatifitas pendidik dalam mendesain atau membuat media pembelajaran yang menjunjung tinggi ukuran pembelajaran kurikulum merdeka dan sesuai dengan kondisi siswa merupakan salah satu kekurangan yang ada dalam kurikulumn merdeka pada tingkat Sekolah Dasar. Kekurangan tersebut seorang pendidik harus memiliki pilihan untuk berusaha dengan kapasitas yang ada untuk mengelaborasi konten (materi) dengan inovasi, perencanaan dan pengajaran (padagogik), untuk membuat penemuan yang menarik dan menyenangkan yang dapat melayani peserta didik di era globalisasi saat ini. Salah satu caranya dengan memanfaatkan multimedia dalam pembelajaran. Wandah dalam bukunya juga menjelaskan bahwa kendala yang dihadapi pendidik pun semuanya hampir sama yaitu secara teknis belum mampu melaksanakan prosedur pembuatan multimedia dan kurang pahamnya pendidik mengenai pemrograman komputer untuk membuat desain audio visual yang menarik perhatian peserta didik. Sehingga yang terjadi di lapangan adalah penggunaan media yang berbasis komputer sekedar pemindahan konten media kertas ke media berbasis komputer dengan Interface yang sama tanpa ada interaktifitas yang memadai sehingga peserta didik hanya sebatas melihat atau mendengarkan saja. K.S Diputra juga mengungkapkan bahwa para pendidik kurang dilatih untuk membuat dan mengoptimalkan multimedia dalam pembelajaran menjadi permasalahan yang mendasar. Salah satu multimedia yang biasa digunakan pendidik adalah memanfaatkan program aplikasi powerpoint sebagai media pembelajaran juga kurang ideal, iklim pembelajaran dan penyampaian materi sebagian besar tertuju pada buku dan terkesan membosankan atau tidak menarik perhatian para siswa. Dalam beberapa kasus, bahkan pendidik hanya download materi slide powerpoint yang dapat diakses secara mudah di dunia internet. Semua pendapat ahli di atas diperkuat dengan kondisi lapangan yang ada berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti kepada guru kelas V SDN 03 Legok Kalong Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan, mempertegas secara konkret bahwa memang belum ada penggunaan media pembelajaran berbasis teknologi berupa multimedia pembelajaran interaktif. Selanjutnya pendidik belum mampu mengembangkan atau membuat multimedia interaktif berbasis teknologi secara mandiri menjadi permasalahan utama karena kurangnya kreatifitas maupun teknis dalam pemanfaatan teknologi. Selain itu berdasarkan observasi oleh peneliti di hari yang sama. Secara umum keterlibatan siswa dalam belajar tematik masih kurang, karena dalam beberapa materi ada yang bersifat abstrak, juga cara penyampaian dari pendidik yang hanya menggunakan metode ceramah (tidak memanfaatkan media apapun) sehingga kurang menarik perhatian peserta didik dalam belajar. Permasalahan ini perlu mendapat perhatian khusus mengingat pemanfaatan multimedia memiliki peranan yang penting dalam pembelajaran sekolah dasar yang mana optimalisasi pemanfaatan media adalah dapat membantu pendidik mengemas dunia luar sedemikian rupa ke dalam kelas. Pada akhirnya pemikiran gagasan maupun ide yang abstrak dan asing dapat diubah sifatnya menjadi konkret dan mudah dimengerti oleh peserta didik. Solusi dari beberapa permasalahan yang ada di atas salah satunya dengan melakukan aksi nyata agar menyadarkan para pendidik dan membuat pelatihan kepada pendidik mengenai bagaimana pentingnya media dalam pembelajaran dan cara pengembangan media interaktif salah satunya yang berbasis powerpoint, seperti yang telah penulis kembangkan pada penelitian sebelumnya di mana hasil yang diperoleh mengenai respon peserta didik terhadap media sangat tinggi dan lebih bersemangat untuk mengikuti pembelajaran di kelas karena dikemas secara menarik dan menyenangkan. Selain itu media ini dapat diakses melalui android, tablet maupun gadget tanpa perlu menggunakan data internet yang bisa digunakan peserta didik untuk belajar secara mandiri dan berkolaborasi sesuai dengan tujuan utama kurikulum merdeka Respon peserta didik terhadap hasil pengembangan multimedia pembelajaran yang penulis buat pada penelitian sebelumnya yakni berdasarkan aspek kemudahan diperoleh skor rata-rata 4,6 dengan persentase kelayakan 92% yang jika dikonversikan berdasarkan tabel pengkonversian kelayakan berkategori “sangat layak”. Untuk aspek motivasi pembelajaran diperoleh skor rata-rata 5 dengan presentase 100% yang dikategorikan “sangat layak” pula. Untuk aspek kemenarikan multimedia pembelajaran ini memperoleh skor rata-rata 4,9 dengan persentase 98% yang dikategorikan “sangat layak”. Sedangkan untuk aspek kebermanfaatan diperoleh skor rata-rata 4,5 dengan persentase 90,6% yang dikategorikan “sangat layak”. Secara keseluruhan dari keempat aspek yang ada diperoleh skor rata-rata 4,7 dengan persentase 94% sehingga dari hasil uji coba produk pada pengembangan multimedia pembelajaran tematik ini dikategorikan “sangat layak” atau sangat menarik berdasarkan pengalaman pengguna. Jadi pada era digital saat ini sudah saatnya para pemangku kebijakan, pendidik maupun calon pendidik turut serta bergerak dan berinovasi seperti halnya dalam sektor lain. Selain pada sistem manajemen pendidikan, sektor pendidikan juga harus berinovasi dalam kegiatan belajar mengajarnya salah satunya dengan mengembangkan multimedia pembelajaran seperti ini. Ayo terus berkreasi dan berinovasi dalam pembelajaran untuk mewujudkan generasi emas Indonesia 2045.