Jowonews

MEMUPUK LITERASI PEMBIASAAN DENGAN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Oleh Setianis Handayani Masih berjalankah literasi pembiasaan membaca 15 menit di pagi hari? Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Perkembangan dunia pendidikan semakin meningkat terutama dalam bidang teknologi dan informasi. Di tengah era industri 4.0 ini setiap orang dituntut untuk mampu bernalar kritis atau berpikir kritis. Kegiatan literasi pembiasaan membaca 15 menit menjadi langkah dini dalam membangun budaya literat. Kemampuan literasi membaca perlu dipupuk untuk menghadapi tantangan di era industri 4.0. Menjadi tuntutan tersendiri  bagi siswa untuk memiliki nalar yang kritis dengan cara memahami, mencari, mengambil informasi dan mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Siswa yang mampu membaca dengan baik berarti bisa mengolah informasi dan memahami bahan bacaanya. Dan sebaliknya jika siswa belum lancar membaca maka masih mengalami kesulitan dalam mengembangkan nalar kritisnya. Kemampuan siswa yang masih rendah tingkat membacanya disebabkan oleh banyak faktor baik bersumber dari siswa itu sendiri maupun berasal dari guru. Faktor penyebab yang bersumber dari siswa yaitu kurang memahami isi bacaan. Sedangkan faktor penyebab yang berasal dari guru, biasanya siswa hanya diberikan bahan bacaan yang monoton dan kurang sesuai dengan kemampuan siswa. Strategi yang digunakan dalam membiasakan membaca kurang variatif. Sehingga hal ini menyebabkan siswa mudah merasa bosan, semangatnya menurun dan minat membaca menjadi berkurang. Literasi pembiasaan membaca 15 menit di pagi hari tidak selalu berpegang pada buku pelajaran siswa saja. Perlu diketahui bahwa saat melaksanakan pembiasaan membaca sangat diperbolehkan untuk menggunakan bahan bacaan nonteks pelajaran. Karena pembiasaan ini bertujuan untuk menguatkan siswa agar memiliki kebiasaan sehari-hari yaitu gemar membaca. Hal ini menjadi sebuah perhatian khusus bagi guru untuk selalu menanamkan budaya gemar membaca pada siswa dengan menemukan dan menerapkan gagasan-gagasan baru untuk mengatasi solusi  masalah tersebut, agar literasi pembiasaan membaca 15 menit hidup kembali. Salah satu cara yang dapat diterapkan dalam memupuk kembali literasi pembiasaan membaca yaitu dengan mengintegrasikan dan mengkolaborasikannya dengan pembelajaran berdiferensiasi. Menurut Tomlinson (2001) Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa sebagai individu. Pembelajaran ini memberi keleluasaan dan mampu mengakomodir kebutuhan siswa untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa yang berbeda-beda. Strategi pendekatan pembelajaran berdiferensiasi yang dapat digunakan pada aspek pertama yaitu kesiapan belajar siswa dengan memetakan siswa berdasarkan kemampuan membacanya dan memilih buku sesuai jenjang kemampuan siswa. Pemetaan dapat dilakukan dengan mengadakan tes membaca. Setelah mengetahui kesiapan belajar, selanjutnya dapat dilakukan pemilahan buku bacaan nonteks pelajaran (novel, cerpen, komik, buku gambar bercerita) sesuai kebutuhan siswa. Bagi siswa yang sudah bisa membaca dengan baik dapat diberikan pilihan bacaan seperti cerpen dan novel. Sedangkan siswa yang masih belum lancar dapat diberikan cerita komik dan buku cerita bergambar. Kedua, aspek minat belajar siswa dengan cara memetakan sesuai dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence) mana yang berminat pada seni, olahraga, musik, matematika dan lain sebagainya. Misal dalam penerapannya siswa yang memiliki minat belajar belajar pada bidang seni dapat diberikan bahan bacaan yang berhubungan dengan seni, bagi yang suka dengan dunia olahraga dapat diberikan buku tentang olahraga, kebugaran dan kesehatan. Kemudian bagi siswa yang memiliki minat belajar pada musik dapat diberikan dengan bahan bacaan yang bertema tentang musik. Dan selanjutnya bagi siswa yang memiliki ketertarikan pada matematika dapat diberikan buku yang berhubungan dengan angka-angka. Ketiga, profil belajar siswa berkaitan dengan modalitas dalam belajar dengan tipe visual, auditori dan kinestetik. Dalam pelaksanaanya bagi siswa yang memiliki modalitas belajar tipe visual dapat diberikan buku nonteks biasa dapat berisi tulisan-tulisan beserta gambar. Bagi pemilik modalitas belajar tipe auditori dapat diberikan bahan bacaan yang berbentuk voice recorder berupa rekaman cerita atau informasi yang menarik bagi siswa. Kemudian siswa yang memiliki profil belajar dengan modalitas belajar tipe kinestetik dapat diberikan bahan literasi berupa benda yang nyata dan bisa dilakukan dengan membuat karya atau kerajinan dengan mendeskripsikan benda yang diamati. Pentingnya memupuk pembiasaan literasi dengan pembelajaran berdiferensiasi sejak dini sangat bermanfaat bagi siswa kedepannya. Dengan mengkolaborasikan pembelajaran berdiferensiasi diharapkan dapat memerdekakan peserta didik dalam melaksanakan pembiasaan literasi membaca 15 menit di pagi hari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Pratama, 2022) yang hasilnya pembelajaran berdiferensiasi dapat menjadi strategi baru dalam kegiatan penguatan literasi baik pada tahap pembiasaan, pengembangan, hingga tahap pembelajaran yang berdampak pada meningkatnya pemahaman membaca siswa.

ART OF DIFEFERENTIATION

Oleh: Hanita Bella Safitri Surat terbuka untuk sahabat guru “Bapak dan ibu guru mohon berhenti untuk mengatakan muridku si A susah sekali diajari, berbeda dengan si B yang cepat misalnya. Ayo dong kok nggak bisa-bisa sih, kok nggak selesai selesai lihat temenmu yang lain udah selesai.” Mungkin kalimat itu sering diucapkan pada bapak ibu guru saat mengajar. Memang ada anak yang cuek dengan perkataan itu, ada juga anak yang biasa-biasa saja, tetapi ada juga yang tidak bisa menerima perkataan tersebut dan bahkan dimasukkan dalam hatinya. Perlu kalian ketahui bahwa murid-murid sedang belajar bukan sedang berlomba. Seperti halnya anak yang belajar latihan sepeda, yang pastinya ada anak yang cepat untuk bisa dan ada anak yang lambat, bahkan ada anak yang terjatuh sampai tersungkur. Anak tidak butuh dibandingkan, mereka hanya butuh bimbingan. Seperti yang kita tahu, pembelajaran berdiferensiasi merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan Merdeka Belajar. Pembelajaran berdiferensiasi juga berkaitan erat dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang memberikan fasilitas kebutuhan belajar siswa yang beragam sesuai dengan karakteristik peserta didik masing-masing. Menurut Bianda C. Iskandar Dinata “Ujian bagi guru sebenarnya adalah sejauh mana guru mampu membuat pelajaran yang maksimal bagi para pelajarnya.” Pelajaran yang maksimal dalam hal ini bukan melulu mengenai materi pembelajaran, namun pembiasaan. Sebuah pembiasaan yang dapat merubah anak yang awalnya belum bisa menjadi bisa. Anak yang awalnya belum mengerti tentang pendidikan karakter bisa menjadi paham. Nah itulah tujuan dari belajar yang sesungguhnya adalah ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior) menjadi lebih baik. Pendidikan bukan cuma alih informasi yang masuk kuping kiri, keluar kuping kanan, namun terjadinya proses interaksi antar informasi dalam otak bagian atas dan dilakukan secara kompak, sedikit demi sedikit, berulang-ulang, bertahap, terus-menerus, berprerekuisit, didasari senyum kasih sayang, dan dipatri keteladanan, sehingga terjadi pengendapan informasi dan kesan perilaku dalam otak tengah, sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Sebagai guru profesional, kita membutuhkan sebuah  visi  untuk menggambarkan  seperti  apa layanan yang akan kita berikan pada siswa kita. Seorang guru profesional dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi diharapkan mampu membuat dan mengembangkan visi yang berpihak penuh pada pada peserta didik. Dari hal inilah yang bisa mewujudkan untuk meningkatkan kualitas diri  serta  menguatkan  kolaborasi  di  lingkungan  sekolah  sebagai  upaya  perbaikan yang  berkualitas pada pembelajaran berdiferensiasi. Dengan menerapkan program profil pelajar pancasila, hal ini jauh tidak bisa lepas dengan pembelajaran diferensiasi, yang mana guru harus memahami  kemampuan  peserta  didik  yang  berbeda  beda sesuai dengan minat dan potensi  siswa. Guru profesional memiliki visi untuk melakukan perubahan positif dengan memiliki memiliki keterampilan Abad-21 yang berwawasan revolusi industri 4.0 dalam pembelajaran yang diantaranya yaitu kemampuan berpikir kritis (critical thinking), kemampuan bekerja sama dengan baik (collaboration), kemampuan berkomunikasi (communication) dan kreatifitas (creativity). Sehingga adanya pembelajaran (student centered) yang menerapkan strategi pendekatan IA (Inkuiri Apresiatif) yaitu pendekatan yang dapat menciptakan agen perubahan yang kolaboratif (Agent of Change) seperti filosofi dari Ki Hajar Dewantara. Dan visi tersebut juga berkaitan dengan teori konstruktivisme dalam pembelajaran, yang bertujuan untuk membangun peserta didik menjadi lebih produktif, kreatif, mandiri, dan inovatif. Maka tugas kita sebagai guru adalah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan menguatkan mereka agar mampu berkarya demi masa depan.

GAME EDUKASI MENGGUNAKAN 3D UNITY

Media Teknologi untuk Pendidikan Oleh: Noor Fadhila Rahmawati Unity 3D adalah game engine yang merupakan sebuah software pengolah gambar, grafik, suara, dan lain-lain yang ditujukan untuk membuat suatu game, meskipun tidak selamanya harus untuk game. Kelebihan dari game engine ini adalah bisa membuat game berbasis 3D maupun 2D, dan sangat mudah digunakan. Unity 3D dibuat oleh Unity Technology dan merupakan game engine yang bermulti platform. Unity 3D mampu di publish menjadi Standalone (.exe), berbasis web, Android, iOS, Xbox, dan PS3. Walau bisa dipublish ke berbagai platform, Unity 3D perlu lisensi untuk dapat di-publish ke platform tertentu. Tetapi Unity 3D menyediakan untuk free user dan bisa di-publish dalam bentuk Standalone (.exe) dan web. Untuk saat ini Unity sedang di kembangkan berbasis AR (Augment Reality) Terdapat dua versi dari unity 3D, yaitu versi berbayar dan versi gratis. Pada versi gratis terdapat beberapa fitur yang tidak dapat digunakan, seperti tidak dapat melakukan konversi game ke console. 2. Fitur-fitur Unity 3D a. Rendering Unity telah mendukung pengguna graphic engine, seperti Direct3D (Windows, Xbox 360). OpenGL (Mac, Windows, Linux, PS3), OpenGL ES (Android, iOS), dan APIs (Wii). Selain itu, Unity 3D juga mendukung pengguna bump mapping, reflection mapping, parallax mapping, screen space ambient occlusion (SSAO), dynamic shadows menggunakan shadow maps, render-to-texture dan full-screen post-processing effect. b. Scripting Scripting yang digunakan pada Unity 3D dibangun menggunakan MonoDevelop. MonoDevelop merupakan implementasi open source dari .NET Framework. Bahasa pemrograman yang didukung oleh Unity antara lain JavaScript, C#, dan Boo (menggunakan sintaks Phyton). c. Asset Store Asset Store merupakan aspek dari permainan yang akan direferensikan oleh beberapa komponen, asset itu sendiri atau kelengkapan penunjang pembuat game. Asset store merupakan tempat untuk mendapatkan asset yang digunakan untuk menunjang pembuatan game. Asset yang ada pada Unity 3D dibagi menjadi dua, yaitu external dan internal. Asset eksternal merupakan asset yang ditambahkan dari sumber di luar Unity 3D, seperti 3D Model, Texture dan Sound Effect. 12 12 d. Platform Unity 3D dapat dijalankan secara cross platform. Platform yang didukung antara lain Xbox one, BlackBerry 10, Windows Phone, Windows, Mac, Linux, Android, iOS, Unity Web Player, Adobe Flash, Playstation 3, Xbox 360, Wii U dan Wii. 3. Terminologi Ketika mambuat aplikasi menggunakan Unity 3D, maka perlu memahami beberapa istilah yang sering digunakan. Berikut penjelasan istilah-istilah penting ketika membuat aplikasi menggunakan Unity 3D. a. Scene Secara sederhana, scene dapat diartikan sebagai level pada game atau form pada aplikasi. Dengan scene, kita dapat meletakkan berbagai macam objek. b. Packages Packages merupakan kumpulan asset yang sudah dijadikan satu. Melalui packages ini, kita dapat berbagi asset dengan pengguna Unity 3D lain. c. Prefabs Prefabs merupakan sebuah kontainer atau sebagian salah satu cara untuk membuat grup asset sehingga dapat digunakan berkali-kali di dalam sebua project. d. Game Object Setiap objek dapa project kita yang di buat Unity adalah Game Object. Contohnya Lighting, Kamera dan juga objek hewan pada aplikasi ini pun adalah sebuah Game Object. 13 13 e. Component Component adalah group dari suatu fungsi yang berisikan parameter-parameter yang mendefinisikan seperti apa bentuk ataupun sifat dari game object. f. Asset Asset merupakan bagian-bagian yang akan membentuk suatu aplikasi. Melalui asset, kita dapat membuat lingkungan, tokoh, atau benda dalam aplikasi. Asset dapat diperbolehkan di Asset Store, dimana kita dapat mengunduh asset secara gratis, meskipun ada juga yang berbayar. g. Script Script merupakan bagian yang dapat digunakan untuk membuat kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang mengatur bagaimana aplikasi berjalan. Melalui script, kita dapat melengkapi asset yang sedang atau ingin kita gunakan dalam pembuatan aplikasi.

ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

Oleh: Dwi Ratna Efendi Gaya belajar berhubungan sangat erat dengan kemampuan berpikir peserta didik. Indikator dari gaya adalah gaya belajar auditori, kinestetik, dan visual. Belajar melalui mendengar, melihat, atau benar-benar berpartisipasi dalam apa pun merupakan penjelasan dari belajar kinestetik (Abi, 2020). Sebagai seorang guru, hendaknya mampu memahami bagaimana gaya belajar peserta didiknya dalam mengolah informasi, sehingga guru dapat memfasilitasi peserta didik dengan baik, sesuai kebutuhan mereka dan dapat menciptakan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik. Karena, “Gaya belajar merupakan pilihan seorang peserta didik dalam usaha menggunakan kemampuannya” (Nyoman, 2016). Gaya belajar atau cara belajar akan mempengaruhi hasil belajar peserta didik” (Aisyah, 2016). Berdasarkan pernyataan Falah (2022) “Gaya belajar setiap peserta didik berbeda-beda dari bagaimana cara mereka memahami dan menyerap materi yang diberikan oleh guru”, akibatnya mereka sering perlu menggunakan beberapa pendekatan untuk memahami pengetahuan atau pelajaran yang sama. Tidak akan ada pembelajaran yang menantang apabila peserta didik mempelajari pengetahuan atau konten berdasarkan preferensi belajarnya. Dengan memberikan instruksi kepada anak-anak, kita akan segera melihat perubahan sikap dan tingkat keberhasilan yang tinggi karena kekuatan gaya belajar mereka. Dengan demikian, salah satu modalitas yang memengaruhi pembelajaran, pemrosesan, dan komunikasi adalah ciri dari gaya belajar. Peserta didik akan tertarik untuk belajar matematika jika guru dapat mengakomodasi preferensi belajar mereka yang beragam. Fungsi dari matematika adalah sebagai alat bantu dan pelayanan ilmu. Matematika berkaitan erat dengan rangkaian kegiatan sehari-hari dalam kehidupan manusia. Namun sayangnya, mutu pendidikan matematika masih rendah, penyebabnya ada beberapa hal, menurut Astuti (2015) “Salah satu penyebab rendahnya minat pembelajaran yakni karena pembelajaran kurang menarik dan tidak menyesuaikan gaya belajar peserta didik”. Bahkan, kebanyakan peserta didik kurang tertarik dan menggemari matematika. Hartati (2015) berpendapat bahwa “Perubahan tingkah laku dalam proses pembelajaran entah dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada diri peserta didik merupakan hasil belajar”. Sedangkan menurut Lilis (2022) dari pihak peserta didik, “Hasil belajar merupakan proses dan puncak belajar peserta didik”. Hasil belajar setiap peserta didik berbeda disebabkan adanya pengaruh gaya belajar yang tidak sama pula, hal ini karena setiap gaya belajar memberikan pengaruh tersendiri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ketika proses pembelajaran saat di sekolah, ditemukan permasalahan ketika proses pembelajaran matematika. Salah satu dari permasalahan tersebut yakni belum terwujudnya proses pembelajaran yang memfasilitasi keberagaman gaya belajar, sehingga mengakibatkan peserta didik  menemukan kesulitan ketika proses pembelajaran yang dapat memengaruhi hasil belajar mereka.

PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA

Oleh: Alfiya Mustika Ningtiyas Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar Dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis). Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa. Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain.  Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas. Beliau sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas Soewardi Suryaningrat menjadi Ki Hajar dewantara. Perubahan nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini.  Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Yang utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan dan sebagai fasilitator kelas. Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan. Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut, maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah memiliki 3 Landasan filosofis, yaitu nasionalistik, universalistic dan spiritualistic. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan.

SNAKDERMISBOX SULAP MATEMATIKA JADI ASYIK

Oleh: Oktavera Riri Kanastren, S.Pd., M.Pd. Matematika merupakan ilmu yang bisa dikatakan sebagai momok bagi para siswa, tapi juga menjadi favorit untuk sebagian orang. Tetapi, disadari ataupun tidak, matematika merupakan ilmu yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Matematika secara etimologis adalah ilmu pengetahuan yang dipelajari dengan cara berpikir yang menekankan hitungan nalar dalam sebuah rasio. Ilmu matematika lahir dari hasil pemikiran manusia, lewat ide, proses, serta penalaran. Namun banyak siswa Sekolah Dasar yang takut dengan pelajaran Matematika, hal ini dikarenakan mereka menganggap Matematika itu sulit dan membingungkan. Problematika internal yang dialami oleh guru pada umumnya melaporkan bahwa rata-rata nilai matematika siswanya rendah meskipun tidak semua siswanya namun kebanyakan siswa kurang berminat dalam pelajaran matematika. Untuk itu penulis membuat inovasi pembelajaran menggunakan media Snakdermisbox pada pelajaran matematika materi membuat kemungkinan selisih dua bilangan cacah pada kelas III di Sekolah Dasar Tambakaji 05, Semarang yang berjumlah 22 siswa. Penulis melakukan pembelajaran berdasarkan pengalaman sendiri. Penulis dalam melakukan proses pembelajaran menggunakan media Snakdermisbox, yaitu nama yang diambil dari permainan ular tangga. Snakdermisbox merupakan singkatan dari (Snakes Ladders Mistery Box). Snakes yang artinya “ular”, Ladders  “tangga” dan Misbox yaitu “Mistery Box” (gambar box yang telah di modifikasi oleh peneliti dan terdapat dalam beberapa kotak ular tangga dengan berisi soal-soal cerita tentang membuat kemungkinan selisih dua bilangan cacah. Menurut Agustini (2016) permainan ular tangga merupakan salah satu bentuk permainan yang merakyat dan digemari dari usia anak-anak, remaja bahkan hingga dewasa, selain itu media permainan ular tangga sangat efektif dalam proses pembelajaran. Selain itu, penelitian Irawan dan Wardani (2016) juga memperlihatkan bahwa penerapan media ular tangga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Dalam permainan ini, prosedur permainan Snakdermisbox matematika, yaitu, (1) setiap pemain meletakkan pionnya pada kolom nomor 1, (2) melakukan undian untuk menentukan urutan dalam permainan, (3) pemain pertama melakukan pelemparan dadu dan melangkah sesuai jumlah angka pada dadu tersebut, (4) siswa yang mendapatkan tangga akan memilih satu kartu soal untuk dikerjakan kelompoknya, jika benar menjawab maka akan lolos untuk  menaiki tangga, namun jika menjawab salah maka tidak diizinkan untuk menaiki tangga, begitupun jika siswa mendapatkan ular akan memilih satu kartu soal untuk dikerjakan oleh kelompoknya, apabila siswa berhasil menjawab soal maka tidak jadi turun, tetapi apabila siswa salah untuk menjawab soal maka harus turun. Pemenang berdasarkan siapa yang paling cepat sampai pada kotak “Win”. kelompok yang terbaik akan mendapatkan penghargaan dari guru berupa pujian dan hadiah dari guru. Hal ini dilakukan untuk memacu kelompok lain agar terus giat belajar. Pada kompetensi ini guru menilai keterampilan berpikir kritis dan kekompakkan siswa. Pada penerapan media Snakdermisbox dalam pembelajaran matematika kompetensi membuat kemungkinan selisih dua bilangan cacah pada siswa kelas III SDN Tambakaji 05, Semarang ini memperoleh hasil yang diharapkan, bahwa pada aspek berpikir kritis terdapat 18 siswa memperoleh kriteria sangat baik, dan 2 siswa memperoleh kriteria baik sedangkan 2 siswa memperoleh kriteria cukup. Untuk ketrampilan membuat kemungkinan selisih dua bilangan cacah pada aspek membuat permasalahan matematika didapatkan data sebanyak 14 siswa dengan kriteria sangat baik, 5 siswa dengan kriteria baik, dan 3 siswa dengan kriteria cukup. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan media Snakdermisbox  pada mata pelajaran matematika hasilnya dapat dirasakan siswa, dimana nilai matematika menjadi meningkat dari sebelumnya. Selain itu, pembelajaran matematika dengan menggunakan media memberikan pengalaman belajar yang menarik untuk siswa dan pembelajaran menjadi efektif dan dapat mencapai tujuan secara maksimal. Selain itu dapat membantu siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan hasil belajar dapat dilihat secara langsung. Sehingga siswa lebih termotivasi dengan pembelajaran matematika.

‘MONATA’ TINGKATKAN BUDAYA LITERASI SEKOLAH

Oleh: Puput Fitria dewi, S.Pd. Tuntutan pendidikan pada saat ini bukanlah pada kemampuan anak untuk menyelesaikan beragam jenis soal yang akan dihadapi untuk ujian nasional. pada kemampuan anak untuk menyelesaikan permasalahan beragam jenis soal yang akan dihadapi untuk ujian nasional. Pada tahun 2021 yang lalu, pemerintah mulai menggalakkan AKM atau asesmen kompetensi minimum untuk jenjang SD, SMP, dan SMA. Tujuannya ialah untuk mengukur kemampuan literasi siswa. Seiring dengan perkembangan zaman, pengertian literasi tidak hanya dibatasi oleh kegiatan membaca. Dengan semakin berkembangnya sudut pandang literasi, pemerintah semakin intens menggalakkan kegiatan literasi baik berupa pembiasaan GLS (Gerakan Literasi Sekolah) atau dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai seorang pendidik yang setiap harinya berhadapan dengan siswa, guru harus mampu memainkan peran kunci  dalam memotivasi siswa untuk belajar. Langkah yang ditempuh supaya guru dapat membangkitkan kemampuan literasi siswa dapat ditempuh seorang guru dengan membuat inovasi pembelajaran  dalam kegiatan literasi. Strategi literasi dapat diterapkan pada saat pembelajaran. Literasi pembelajaran merupakan kegiatan literasi yang dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung (Khomsiyatun, 2019). Literasi pembelajaran terjadi pada kegiatan inti pembelajaran dan terintegrasi dengan materi-materi pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas, guru dapat mengemas kegiatan literasi dengan berbagai kegiatan atau media pembelajaran yang menarik bagi siswa. Siswa merasa senang belajar sambil bermain dibandingkan belajar tanpa menggunakan media pembelajaran (Fadilah, 2022). Penulis mengembangkan media Monata untuk mendukung strategi literasi dalam pembelajaran dalam pembelajaran PPKn kompetensi aturan di rumah pada siswa kelas III di SDN Tambakaji 05 Semarang. Monata merupakan Monopoli Tata Tertib. Bentuk dan aturan dalam permainan monopoli dimodifikasi agar sesuai dengan pembelajaran PPKn kompetensi aturan di rumah. Dalam permainan monopoli, petak yang biasanya berupa nama dan gambar suatu negara diganti dengan sub bab materi PPKn Aturan di Rumah. Terdapat petak yang berisikan gambar aturan di rumah dan petak yang berisikan Dana Umum dan Kesempatan. Permainan dimulai dengan membagi siswa dalam 5 kelompok. Semua posisi pion pemain pada awal permainan berada pada petak start. Kemudian perwakilan kelompok melakukan suit atau hompimpa. Pemain pertama melempar dadu dan melangkahkan pionnya sesuai dengan perolehan mata dadu, dan dilanjutkan oleh pemain selanjutnya. Apabila pion berhenti pada petak Dana Umum, maka siswa wajib mengambil kartu dan menjawab soal cerita yang terdapat pada kartu Dana Umum. Apabila pion berhenti pada petak Kesempatan, maka pemain wajib mengambil kartu Kesempatan yang berisikan tantangan. Dan apabila pion berhenti pada petak gambar maka siswa harus mendeskripsikan gambar tersebut dalam sebuah cerita atau melakukan simulasi. Dengan adanya media pembelajaran ini akan melatih siswa dalam berliterasi, terutama dalam literasi baca tulis. Mengimplementasikan media permainan Monata pada pembelajaran PPKn kompetensi aturan di rumah pada siswa kelas III ini terbukti efektif dalam meningkatkan literasi siswa. Respon siswa pada saat kegiatan pembelajaran terlihat aktif dalam bertanya tentang materi yang sedang diajarkan. Siswa juga memperhatikan penjelasan guru dan berani menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru terkait materi yang diajarkan. Aspek afektif siswa dinilai dari kegiatan proses saat siswa memainkan permainan Monata. Siswa dapat melakukan kerjasama kelompok dengan kekompakan yang baik dalam menyelesaikan tantangan pada permainan Monata. Pada aspek bernalar kritis diperoleh hasil siswa menunjukkan tahap mulai berkembang sesuai dengan harapan yang ditunjukkan dengan masing-masing anggota berani untuk mengemukakan pendapat dengan inisiatif tanpa adanya intervensi dari guru. Kegiatan literasi ini dapat mengasah kemampuan siswa dalam memahami dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui kegiatan belajar sambil bermain  yang didalamnya memuat aktivitas membaca, menulis, bercerita, dan berpikir kritis. Melalui kegiatan ini siswa menjadi lebih paham dengan apa yang mereka lakukan saat mendapatkan pertanyaan dan memperagakan perintah pada media Monata. Siswa diajak untuk berpikir kritis dan bekerjasama dalam menyelesaikan tantangan dalam kelompok. Sehingga kegiatan literasi membaca pemahaman siswa ini dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa. Apabila pemahaman siswa terhadap bacaan yang mereka baca semakin dalam maka karakter siswa juga akan semakin tinggi. Karena siswa yang paham terhadap apa yang mereka baca, maka siswa senantiasa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

MENUNTUN PESERTA DIDIK MENUJU GENERASI BARU

Oleh: Hendy Prasetyo, S.Pd. Pengetahuan menjadi semakin mudah diakses di jaman sekarang ini. Banyak peluang yang ada dan bisa diraih, khususnya di bidang pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia masih berada pada zona nyaman. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pendidikan di Indonesia berasal dari pendidikan yang terdahulu. Namun di sisi lain, pendidikan seolah melemahkan motivasi, kreativitas dan bakat anak. Apa yang sudah dijalankan lagi di masa lalu, sudah tidak cocok diterapkan dimasa sekarang. Cara kita mengajar hari ini akan menentukan kehidupan negara kita lima sampai sepuluh tahun dari sekarang. Kita semua tahu bahwa kebutuhan orang saat ini sangat berbeda. Setelah perubahan zaman, tatanan dunia berubah seiring dengan cara berpikir kita. Jika dilihat lebih dekat, ternyata sistem pendidikan kita sebenarnya berkembang pada masa revolusi, ketika perusahaan dan pabrik-pabrik membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menjalankan mesin produksi. Di era industri lebih mengutamakan penyeragaman daripada keberagaman, menganjurkan individualisme daripada kolaborasi, mengutamakan hafalan daripada pemikiran kreatif, dan mengutamakan kesuksesan daripada pentingnya ketahanan dalam menghadapi kegagalan. Prioritas dapat dilihat dalam menilai keterampilan kognitif tanpa mengacu pada empati dan kecerdasan emosional. Apa yang dibutuhkan dunia setelah era industri saat ini adalah keterampilan baru, baik secara individu maupun untuk sistem pendidikan secara keseluruhan. Sebuah paradigma baru lahir di mana kompetensi dapat dieksplorasi, dan lahirnya perbedaan gagasan. Ini adalah bentuk penyempurnaan dari keterampilan kognitif sehari-hari menjadi cara berpikir dan pola kerja yang lebih kompleks. Dengan mengakui keragaman sudut pandang adalah aset berharga menyoroti pentingnya kemampuan beradaptasi, kolaborasi, dan keterampilan berpikir kreatif dan kualitatif untuk menerapkan teori dan praktik di lapangan. Semua ini termasuk seperangkat keterampilan manusia yang dibutuhkan di era otomatisasi kita saat ini. Sistem pendidikan yang memberikan kesempatan pengembangan pribadi yang lebih luas dan menyeluruh. Tentu saja, kami sekarang menyadari masalah pendidikan dan berusaha menyelesaikannya. Paradigma, sistem, dan struktur pemikiran lama masih dalam praktik sehari-hari. Saat ini, pendidikan hanya berlangsung di ruang kelas, sekolah, universitas, perpustakaan, dll. Pendekatan seperti itu cocok bila diterapkan pada saat kelangkaan informasi. Namun saat ini, ada sumber daya yang dapat diakses secara bebas dan tersedia untuk dipelajari semua orang. Yang dibutuhkan adalah siswa memiliki akses ke berbagai informasi potensial dengan cara yang lebih terstruktur dan kontekstual, serta dapat menyesuaikan kebutuhan mereka dengan dukungan guru dan orang tua. Dengan pendekatan sistem pendidikan terbuka bertujuan untuk menjadi lebih terbuka untuk semua dan merangkul semua aspek pembelajaran. Dengan cara ini kita dapat beralih dari pembelajaran satu dimensi ke pembelajaran multi dimensi seiring dengan perubahan dunia dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Pentingnya pendidikan karakter untuk peserta didik dimasa depan. Saat ini banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang telah mengerti akan pentingnya karakter bagi bangsa ini sehingga diterapkannya pendidikan karakter di dalamnya dan menjadi mata pelajaran wajib di sekolah tersebut. Peserta didik diajarkan bagaimana cara menjadi lebih baik, lebih sopan dalam tataran etika maupun estetika maupun perilaku dalam kehidupan sehari-hari terhadap orang tua, guru dan teman sebayanya.