Jowonews

Angka Kasus Positif COVID-19 di Indonesia Capai 227,19 Diantaranya Meninggal

JAKARTA, Jowonews.com – Pemerintah menyebut kasus positif Virus Corona per Rabu (18/3) pukul 12.00 WIB mencapai 227 orang, dengan 19 orang meninggal dunia. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Corona Achmad Yurianto mengatakan di Indonesia hingga 18 Maret 2020 pukul 12.00 WIB sebanyak 11 orang sembuh dari COVID-19 yang disebabkan virus Corona SARS-Cov-2. “Jumlah kasus yang sudah menjadi negatif sudah sembuh dan bisa dipulangkan secara akumulatif kita laporkan adalah 11 kasus,” katanya dalam jumpa pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, Rabu. Pasien yang sembuh itu terdiri atas satu orang dari Banten, sembilan dari Jakarta, satu dari Jawa Barat. Sementara itu, total kasus positif COVID-19 hingga 18 Maret 2020 pukul 12.00 dilaporkan sebanyak 227 kasus di seluruh Tanah Air. Ia mengemukakan bahwa terjadi penambahan kasus positif sebanyak 55 kasus mulai dari 17 Maret 2020 setelah pukul 12.00 WIB hingga 18 Maret 2020 pukul 12.00 WIB. Penambahan kasus positif COVID-19 terbanyak dari DKI Jakarta dengan 30 kasus. Yurianto merincikan penambahan 55 kasus positif tersebut berasal dari empat kasus di Banten, satu di Yogyakarta, 30 kasus di DKI Jakarta, 12 kasus di Jawa Barat, dua kasus di Jawa Tengah, satu di Sumatera Utara, satu di Lampung, satu di Riau, dan satu di Kalimantan Utara. “Dari proses penyelidikan epidemiologi yang kita lakukan dan kemandirian yang bersangkutan jadi ini bukan pasien rumah sakit yang datang kemudian kita periksa, kita temukan ada dua kasus positif,” ujarnya. (JWN3/Ant)

Presiden Jokowi Jawab Surat WHO dengan Bentuk Gugus Tugas

JAKARTA, Jowonews.com – Presiden Joko Widodo menjawab surat Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus yang meminta peningkatan mekanisme tanggap darurat menghadapi penyebaran penyakit pernafasan karena infeksi virus Corona jenis baru yang menyebabkan COVID-19. “Sebagian besar rekomendasi dalam surat tersebut sudah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia selama wabah COVID-19 ini. Pemerintah sudah meningkatkan penanganan COVID-19 dengan menerbitkan Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 untuk menajamkan kemampuan koordinasi pemerintah,” kata Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (14/3/2020). Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam surat tertanggal 10 Maret 2020 mengatakan WHO telah bekerja semaksimal mungkin untuk meneliti dan menyebarkan informasi tentang COVID-19. Namun untuk mengatasi virus tersebut, setiap negara perlu mengambil langkah-langkah tegas untuk memperlambat penularan dan mencegah penyebaran virus tersebut. Sayangnya, WHO melihat kasus yang tidak terdeteksi pada tahap awal wabah tersebut yang menyebabkan peningkatan signifikan terhadap jumlah kasus dan jumlah kematian di beberapa negara. “WHO terus mendesak negara-negara fokus pada deteksi kasus dan kapasitas pengujian laboratorium, terutama di negara-negara berpopulasi besar dan dengan kemampuan sistem kesehatan yang berbeda-beda di wilayah negara tersebut,” kata Tedros. Alasannya, konfirmasi awal terhadap kasus adalah titik kritis untuk memahami penyebaran COVID-19 dan titik untuk mencegah wabah saat masih ada sedikit kasus dan klaster. WHO pun memberikan lima poin tindakan-tindakan yang harus segera dilakukan pemerintah Indonesia untuk mencegah virus terus menyebar yaitu, pertama, meningkatkan mekanisme tanggap darurat, termasuk menyatatkan status darurat nasional. Kedua, mendidik dan berkomunikasi aktif dengan publik terkait risiko dan keterlibatan masyarakat. Ketiga, mengintensifikasi penemuan kasus, pelacakan kontak, pemantauan, karantina dan isolasi kasus. Keempat, meningkatkan pengawasan COVID-19 menggunakan sistem pengawasan penyakit pernapasan yang ada dan pengawasan berbasis rumah sakit. Kelima, uji kasus yang dicurigai per definisi kasus WHO, kontak kasus yang dikonfirmasi, menguji pasien yang diidentifikasi melalui pengawasan penyakit pernapasan. WHO juga khusus meminta pemerintah Indonesia membangun laboratorium dengan kapasitas yang cukup dan memungkinkan tim mengidentifikasi kelompok penularan sehingga bisa segera diambil spesimennya. Termasuk menguji yang bukan hanya kasus dengan kontak langsung pasien positif, tetapi kepada seluruh pasien yang menderita flu parah hingga sesak napas. “Saya akan sangat berterima kasih bila pemerintah Indonesia dapat menyediakan informasi detail kepada WHO mengenai pengawasan dan uji tes, identifikasi kontak dan contact tracing serta seluruh ringkasan data COVID-19. Penting bagi WHO mendapatkan data tersebut untuk dapat memberikan penilaian komprehensif secara global dan berkolaborasi serta berkoordinasi dengan kementerian kesehatan di seluruh negara yang terinfeksi,” kata Tedros. (JWN3/ANT)

COVID-19 Bukan Wabah Penyakit Pertama di Indonesia

JAKARTA, Jowonews.com – COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona tipe baru SARS CoV-2 bukanlah wabah penyakit menular pertama di dunia maupun bagi Indonesia. Jauh sebelum ingar bingar penyakit COVID-19 yang virusnya diketahui pertama kali menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada Desember 2019, sudah pernah ada berbagai wabah penyakit menular yang merebak. Sebut saja Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada 2002, flu burung pada 2005, flu babi (swine flu) yang menjadi pandemi pada 2009, Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV) pada 2012, maupun penyebaran polio bersamaan virus ebola pada 2014 pernah terjadi hanya dalam 20 tahun terakhir. Penyakit-penyakit menular yang bersumber dari makhluk mikroskopis, yakni bakteri maupun virus itu memang tak mengenal batas wilayah negara. Layaknya manusia yang gemar bepergian ke berbagai pelosok dunia, sumber penyakit menular itu pun sering ikut serta menumpang pada makhluk hidup lain sebagai inangnya. Ada pula yang berperan sebagai vektor utama maupun sekunder pembawa virus, seperti kelelawar, unta, tikus, burung, kutu, trenggiling. Terkadang, virus dan bakteri yang dikenal sekarang pun bukan makhluk kemarin sore, yang kebetulan baru hidup pada era media sosial dan grup Whatsapp terbentuk. Ada dari mereka yang berusia sangat renta namun tetap mampu memicu wabah penyakit yang kemudian viral. Contohnya, cacar yang sudah mewabah sekitar 10 ribu tahun sebelum masehi dan merenggut ratusan juta nyawa manusia. Ada pula campak yang juga merenggut ratusan juta jiwa sejak abad tujuh sebelum masehi. Lalu polio, penyakit yang juga disebabkan virus yang mampu membuat kelumpuhan bagian tubuh manusia diyakini sudah ada sejak zaman Mesir Kuno. Cacar baru dapat dikendalikan pada era 1970, campak 1960-an, dan polio 1950-an, setelah ditemukan vaksin untuk ketiga penyakit tersebut. Namun, ada pula wabah penyakit mematikan yang sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia yang belum ada vaksinnya, yakni demam berdarah dengue yang disebabkan virus dengue dengan vektor utama nyamuk Aedes aegypti. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyebut setidaknya 50 juta orang di dunia terinfeksi virus dengue tersebut. Tidak ada cara lain untuk terhindar selain masyarakat melakukan pencegahan dengan melakukan 3M, yakni menguras, menutup, dan mengubur benda-benda yang dapat menampung air. Saat masyarakat Indonesia panik oleh COVID-19, Kementerian Kesehatan (Kemkes) mencatat sudah ada 94 kematian di Indonesia terhitung sejak 1 Januari hingga awal Maret 2020 akibat DBD, dari total 14.716 kasus secara nasional. Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan curah hujan yang terkadang cukup tinggi seperti sekarang ini, berpotensi membuat nyamuk Aedes aegyti berkembang pesat.”Jangan nanti karena fokus pada virus corona malah lengah dengan ancaman DBD,” katanya. Terdeteksi SARS atau Penyakit Pernafasan Gawat Mendadak yang awalnya merebak di Guangdong, China pada 16 November 2002 juga terdeteksi masuk Indonesia pada April 2003. Mirip dengan penyebaran SARS CoV-2, penyakit tersebut menular melalui tetesan yang menyebar ke udara ketika penderitanya batuk, bersin, atau berbicara. Meski tercatat virus corona mulai merebak pada November 2002, kasus tersebut baru dinyatakan sebagai wabah oleh WHO pada 11 Februari 2003, dan segera naik status sebagai ancaman global pada 16 Maret saat sejumlah negara selain China melaporkan kasus positif SARS. Dalam catatan WHO, Indonesia melaporkan dua probable SARS namun tidak ada kematian, semua pasien sembuh melalui perawatan di rumah sakit. Salah satu probable case tersebut adalah warga negara Inggris keturunan China, sebagai pengusaha yang datang dari Hong Kong melalui Singapura sebelum masuk Indonesia. Dr Sjafii Ahmad, MPH yang saat itu Sekretaris Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan meminta wartawan tidak terlalu membesar-besarkan kasus tersebut agar masyarakat tidak panik. Terlebih, 90 persen dari total kasus SARS dapat disembuhkan, hanya 3,8 persen yang mengakibatkan kematian. Berkaca dari 50 kasus di Hong Kong, kasus penyakit tersebut digolongkan ke dalam probable complicated dan probable uncomplicated. Untuk probable complicated, misalnya usia 60 tahun ke atas, ada diabetes, stroke dan asma, sehingga umumnya mereka meninggal saat terserang virus corona. Berbeda dengan WHO yang langsung menggunakan dua istilah, yakni suspect dan probable, maka Indonesia juga memakai istilah observasi untuk pengamatan kasus guna memastikan diagnosisnya apakah suspect atau probable. Dr Tjandra Yoga Adhitama, Sp.P yang saat itu menjadi Ketua Tim Verifikasi Penanggulangan SARS, mengatakan observasi bukan istilah diagnosis tetapi pengamatan kasus untuk memastikan diagnosis saja. Banyaknya pintu masuk dan keluar di Indonesia ditambah jumlah penduduk yang besar tersebar di berbagai pelosok Nusantara maka pemerintah mengharapkan peran media massa untuk membantu meningkatkan informasi yang tepat terkait dengan SARS agar masyarakat lebih waspada menghindari terjadinya community transmission. Kewaspadaan juga ditingkatkan, terutama di terminal 3 kedatangan Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang pulang ke Indonesia dengan prosedur yang terkesan ketat, yakni dengan menyediakan empat tempat pemeriksaan atau klinik. Semua yang datang diperiksa kesehatannya oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Setelah diperiksa mereka diberi pedoman tentang kegiatan pencegahan SARS selama 14 hari ke depan selama di rumah. Tindakan ini sering diidentikkan sebagai community isolation, tetapi sebenarnya sebagai upaya mengurangi kontak dengan masyarakat dan sekitarnya. Semua dilakukan sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dengan Menteri Kesehatan Dr Achmad Sujudi menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 424/MENKES/SK/2003 tentang SARS sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan pedoman penanggulangannya pada 3 April 2003. Dengan keputusan tersebut, pemerintah memiliki landasan kuat untuk mengambil langkah-langkah yang efektif guna mencegah penyebaran SARS di seluruh wilayah Indonesia. Departemen Kesehatan berkoordinasi dengan perwakilan WHO di Jakarta, lalu mengaktifkan Kelompok Kerja Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan dengan membuka Pos Koordinasi (Posko) SARS dan pelayanan Hotline Services serta menyiapkan Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianto Saroso sebagai rumah sakit rujukan SARS. Departemen Kesehatan segera meningkatkan komunikasi dan langkah-langkah koordinasi dengan seluruh jajaran Dinas Kesehatan provinsi di Indonesia, seluruh rumah sakit di ibu kota provinsi dan Kantor Kesehatan Pelabuhan untuk mengambil langkah yang perlu dalam menangkal masuknya SARS ke Indonesia. Melakukan komunikasi dan koordinasi dengan seluruh jajaran instansi pemerintah terkait, seperti Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Luar Negeri serta menyiapkan rencana operasional dan dukungan logistik kesehatan. Menteri Kesehatan saat itu juga meminta dilakukan pembagian Kartu Kewaspadaan Kesehatan (Health Alert Card) kepada seluruh penumpang dari negara terjangkit SARS. Dengan pertimbangan intensitas arus penumpang dari dan ke luar negeri yang tinggi, maka pengamatan terhadap kemungkinan masuknya SARS … Baca Selengkapnya

Dokter: Jaga Ketahanan Tubuh untuk Cegah COVID-19

JAKARTA – Dokter spesialis paru di Jakarta dr. Andika Chandra Putra, Sp.P menyebutkan cara pencegahan sederhana terhadap penyebaran virus COVID-19, seperti mencuci tangan dan menjaga kondisi tubuh dengan konsumsi makanan sehat. “Pada prinsipnya kalau yang namanya virus itu self limiting disease artinya tubuh kita bisa memberikan kemampuan untuk melawan dan tergantung kepada daya tahan tubuh, untuk menjaga daya tahan tubuh itu yang paling penting,” kata dia ketika dihubungi di  Jakarta, Selasa (3/3/2020). Menjaga daya tahan tubuh, kata dia, bisa dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang bergizi dan berolahraga selain perlu juga memiliki jam tidur yang cukup dan menghindari hal-hal yang bisa menurunkan ketahanan tubuh. Selain itu, kata dokter spesialis paru Rumah Sakit St. Carolus Jakarta itu,  penggunaan masker di tempat keramaian juga bisa dilakukan untuk menjaga dari orang-orang yang menderita penyakit lain seperti flu dan batuk. “Tentu kita selain mendapatkan nutrisi yang baik, tidur yang cukup, tentu hal-hal lain yang dapat menurunkan daya tahan tubuh seperti merokok atau minum-minum alkohol seperti itu harus kita hindari,” tegas Ketua Bidang Ilmiah dan Penelitian Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada Senin (2/3) mengumumkan dua warga negara Indonesia positif terinfeksi COVID-19 setelah melakukan kontak dengan warga negara Jepang yang terkonfirmasi menderita penyakit yang menyerang pernapasan itu setelah pulang dari Indonesia. Penemuan infeksi dua WNI yang tinggal di Depok, Jawa Barat itu setelah dilakukan penelusuran siapa saja yang ditemui oleh warga negara Jepang itu ketika berada di Indonesia. Kedua pasien tersebut, yang berstatus ibu dan anak, saat ini sudah dirawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso untuk perawatan lebih lanjut akan penyakit yang disebabkan virus corona itu. (JWN3/ANT)

Jokowi Sebut Ibu-Anak WNI Positif Terjangkit COVID-19

JAKARTA, Jowonews.com – Presiden Joko Widodo mengumumkan dua orang warga negara Indonesia (WNI) yaitu seorang ibu berusia 64 tahun dan anaknya berusia 31 tahun positif terjangkit virus corona jenis baru (COVID-19). “Ternyata orang yang terkena virus corona ini berhubungan dengan dua orang. Seorang ibu yang umurnya 64 dan putrinya yang berumur 31 tahun dicek oleh tim kita ternyata pada posisi yang sakit,” kata Presiden Joko Widodo di veranda Istana Merdeka Jakarta, Senin. Presiden menyampaikan hal tersebut didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. “Dicek dan tadi pagi saya mendapatkan laporan dari Pak Menkes bahwa ibu ini dan putrinya positif corona,” tambah Presiden. Menurut penelusuran, dua WNI tersebut terjangkit dari seorang WN Jepang yang berkunjung ke rumah keduanya. “Minggu yang lalu ada informasi bahwa ada orang Jepang yang ke Indonesia kemudian tinggal di Malaysia dan dicek di sana ternyata positif corona. Tim dari Indonesia langsung menelusuri orang Jepang ini ke Indonesia bertamu ke siapa, bertemu dengan siapa ditelusuri dan ketemu,” ungkap Presiden. Namun Presiden mengatakan bahwa sejak awal pemerintah ini benar-benar mempersiapkan penyebaran penyakit tersebut. “Persiapan misalnya RS lebih dari 100 RS yang siap dengan isolasi mengenai virus corona dengan standar isolasi yang baik,” tambah Presiden. Menurut Presiden, Indonesia juga memiliki peralatan sesuai dengan standar internasional, kita juga memiliki persiapan untuk reagen yang cukup. “Kita juga memiliki tim gabungan yang ini tidak pernah saya sampaikan, tim gabungan TNI Polri dan sipil, dalam penanganan ini. Kita juga memiliki SOP yang standarnya sama dengan standar internasional yang ada. Kita juga memiliki anggaran, anggarannya ada dan ini juga diprioritaskan untuk menangani ini. Karena kalau kita tidak serius untuk menangani ini kalau dianggap tidak serius ini sangat berbahaya karena memang penyakit ini perlu kita waspadai dan perlu kita hati-hati,” tegas Presiden.