Hai Citi Citigrower, adakah yang penasaran, dengan pertanyaan menggelitik judul di atas?
Nah, sebelum menjawabnya yuk sama-sama kita bahas. Agar bertambah pengetahuan kita.
Citigrower, ada berbagai macam faktor keberhasilan dalam menyemai benih. Diantaranya: faktor suhu, cahaya, kelembaban udara, dan aerasi. Soal suhu ini merupakan faktor yang paling sensitif bagi pertumbuhan tanaman.
Di negara tropis seperti Indonesia yang mataharinya bersinar sepanjang tahun, suhu rata-rata harian berkisar antara 27-33 derajat celsius.
Sementara di negara subtropis seperti negara-negara Eropa, suhu sangat tergantung wilayahnya. Misalnya di Belanda, suhu rata-rata bulan Juli (musim panas dengan durasi siang terpanjang) adalah berkisar 14-22 derajat celsius.
Perbedaan suhu yang cukup mencolok ini menjadikan benih yang sudah teradaptasi tumbuh di Indonesia belum tentu mudah untuk dikecambahkan di Belanda.
Faktor suhu ini berpengaruh besar terhadap kinerja hormon pada tanaman. Bahkan hormon tertentu hanya dapat bekerja pada suhu tertentu pula.
Sementara, benih tanaman pada umumnya telah teradaptasi pada syarat pertumbuhan tertentu agar pertumbuhannya dapat optimal. Umumnya, informasi syarat pertumbuhan ini dapat ditemukan pada bagian belakang kemasan benih.
Suhu Optimal
Nah, secara umum, proses persemaian (perkecambahan dari biji) adalah proses yang membutuhkan suhu udara yang agak lebih tinggi dibandingkan fase pertumbuhan yang lain.
Analoginya seperti halnya bayi yang baru lahir. Ia membutuhkan suasana hangat untuk beradaptasi setelah terbiasa dengan kehangatan rahim ibunya. Demikian pula dengan kecambah, juga perlu diadaptasikan dengan lingkungan barunya.
Itulah mengapa rumah-rumah persemaian biasanya terlindung dari hujan dan sengatan matahari. Bahkan di negara subtropis, persemaian dilengkapi dengan pemanas ruangan (heater) untuk mengoptimalkan pertumbuhan semaian. Wuih, cukup mewah ya.
Jadi ketika benih asal tropis dibawa ke negara subtropis maka ia akan membutuhkan waktu untuk akilmatisasi/ penyesuaian diri dengan habitat alami barunya. Sehingga ibarat bayi (lagi), semaian membutuhkan penyesuaian suhu lebih hangat juga.
So, kembali ke pertanyaan di atas. Bisakah benih asal tropis ditumbuhkan di negara sub tropis?
Jawabnya: bisa. Dengan syarat, suhu untuk tumbuh kembang optimalnya terpenuhi.
Adapun suhu optimal setiap tanaman ini bisa berbeda-beda. Bayam amaranthus misalnya, optimal di suhu 17-28 derajat celsius, pakchoy di 13-25 derajat celsius, caisim di 24-36 derajat celsius, dan kangkung darat di 25-30 derajat celsius.
Bila suhu optimal ini tidak terpenuhi, pertumbuhan tanaman bakal terhambat. Hal ini karena zat pengatur tumbuh (hormon) juga terhambat.
Contoh kasus, semisal kita menyemai kangkung dalam rumah di Belanda. Suhu dalam ruangan rumah ini relatif hangat, rata-rata sekitar 19 derajat celsius. Setelah menjadi bibit, kangkung bisa saja kita keluarkan ke halaman untuk pembesaran tanaman.
Namun ingat, bahwa suhu udara Belanda itu lebih fluktuatif daripada di Indonesia (14-22 derajat celsiius). Jadi saat dikeluarkan dari rumah ada kemungkinan kangkung bisa tidak tumbuh sama sekali. Atau bahkan perlahan mati. Jadi kesimpulannya kangkung hanya bisa ditumbuhkan dalam ruangan.
Sementara benih pakchoy, masih mungkin tumbuh di luar ruangan di Belanda selama bulan Juli (musim panas). Namun tetap tidak seoptimal bila kita menumbuhkannya dalam ruangan.
Hmm…agak repot juga ya bercocok tanam di negara 4 musim. Tak bisa sembarang waktu dan tempat untuk kegiatan bertanam.
Maka, bersyukurlah penduduk Indonesia yang mataharinya terik bersinar sepanjang tahun. Tanaman lebih mudah tumbuh kembang dengan optimal tanpa perawatan ekstra.
Citigrower ada yang mau coba bertanam di negara subtropis?
Atau mungkin sudah ada yang langsung praktik? Yuk, sharing pengalamannya.