Semarang, Jowonews.com – Badan Pemeriksa Keuanag (BPK) RI Perwakilan Jateng merekomendasikan kepada Direksi Bank Jateng memberi sanksi kepada analis kredit dan kepala cabang. hal tersebut sebagai perhatian terhadap berbagai persoalan penyimpangan di Bank Jateng, pada tahun 2013 dan 2014.
Rekomendasi itu disampaikan langsung Kepala BPK RI Perwakilan Jateng Dr.Cris Kuntadi. Yaitu kaitan diemukannya 33 debitur yang nilai agunan/jaminannya lebih kecil dari nilai kredit yang dicairkan. Nilai kredit dari 33 debitur itu mencapai Rp 71 miliar lebih.
“Rekomendasi atas kekurangan agunan, direksi (Bank Jateng-red) memberi sanksi ke analis kredit dan kepala cabang,” tegasnya kepada Jowonews, Rabu (31/12).
Menurutnya, analis kredit dan kepala cabang yang direkomendasikan diberi sanksi itu adalah mereka yang menangani kredit bermasalah dari 33 debitur itu.
BPK juga merekomendasikan supaya Bank Jateng segera melalukan pengikatan agunan. Supaya agunan tidak lepas.
“Bank Jateng juga harus meminta tambahan agunan kepada debitur,”tambahnya.
Langkah itu diperlukan supaya nilai agunan/jaminan sebanding dengan nilai kredit. Hingga kalau harus dilelang bisa menutup kredit dari debitur.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, semakin lama, ‘borok’ Bank Jateng semakin kelihatan jelas. Pasalnya, setelah terungkap banyak kredit macet yang ditutup buku, di Bank Jateng selama ini ternyata juga banyak kredit yang nilai agunan/jaminannya dibawah nilai kredit yang disetujui Bank Jateng.
“Ada agunan yang kurang dari yang seharusnya. Jadi kalau macet (ada kredit macet-red), ya gak bisa diselesaikan dengan merealisasikan (menjual) agunan,”ungkap Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jateng, Dr.Cris Kuntadi, Jumat (26/12).
Dari hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Jateng, setidaknya ada 33 debitur yang nilai agunan/jaminannya lebih rendah dari kredit yang dicairkan. Nilainya mencapai Rp 71 miliar lebih.
Menurut Cris Kuntadi, dalam setiap kredit, nilai jaminan dibawah nilai kredit yang disetujui bank itu tidak masuk akal/tidak wajar. Pasalnya, untuk meminimalisasi resiko, bank perlu agunan/jaminan yang nilainya lebih tinggi dari kredit yang diberikan.
“Ya kan kita memberi kredit ada risiko tidak tertagih (macet). Untuk meminimalisasi risiko, perlu agunan/jaminan yang nilainya lebih tinggi dari kredit yang diberikan,”jelasnya.
Kalau jaminan nilainya dibawah dari kredit, maka ketika kredit macet, Bank Jateng tidak bisa memiliki jaminan bahwa kredit akan dapat dilunasi. Karena kalaupun agunan/jaminan dilelang, tetap saja tidak bisa menutup jumlah hutang.
Itulah pentingnya nilai jaminan harus lebih besar dari kredit yang diberikan kepada debitur. Sehingga sangat janggal adanya debitur memperoleh pinjaman di Bank Jateng, dengan nilai jaminan lebih rendah dari jumlah kredit yang diterima.
“Benar bahwa kredit macet merupakan risiko bisnis. Akan tetapi jika terjadinya kemacetan karena ada aturan perusahaan yang dilanggar, hal tersebut bukan sekedar risiko bisnis. Tapi pengelolaan yang tidak baik,”tegasnya.(JN01)