Jowonews

Logo Jowonews Brown

Edukasi Kebencanaan Masyarakat Jateng Sangat Penting

SEMARANG, Jowonews.com – Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah Ahmadi menyebut pendidikan atau edukasi kebencanaan masyarakat di Jawa Tengah sangat penting. Hal tersebut disampaikan Ahmadi saat berbincang dalam program radio talk pada Kamis (29/3/2018) di aula DPRD Jateng, Kota Semarang.

“Setidaknya ada tiga hal atau isu penting dalam kebencanaan di Jateng, pertama adalah regulasi terhadap pengawasan kawasan harus dilakukan, kedua terkait relokasi kebencanaan, ketiga bagaimana memberikan edukasi daerah mitigasi bencana, karena pendidikan kewaspadaan, edukasi terhadap kebencanaan ini jauh lebih benting,”katanya.

Di Jateng sendiri, terdapat 3.600 desa yang masuk wilayah rawan bencana. Dari 3.600 desa tersebut, dua ribu diantaranya merupakan zona merah rawan longsor, dan sisanya merupakan daerah berpotensi banjir.

Atas dasar tersebut, menurut Ahmadi, pendidikan atau edukasi kebencanaan sangat penting dilakukan, utamanya terhadap masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana alam.

“Saat ini, pemerintah menawarkan opsi relokasi, namun relokasi ini menjadi persoalan yang tidak sederhana. Orang itu sudah hidup bertahun-tahun di daerah itu. Begitu sangat sulit, mereka sangat meyakini ini tanah leluhur. Nah, ada juga masyarakat dengan tipikal seperti ini,”kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Dia menuturkan bahwa kalau mendapati penduduk dengan tipikal seperti ini, pendidikan kebencanaan, atau memberikan edukasi yang cukup kepada masyarakat harus dilakukan, seperti gejala bencana seperti apa dan langkah penanganan bencana seperti apa.

“Di 2018, sudah menganggarkan sosialisasi mitigasi bencana agar kemudian masyarakat punya kewaspadaan yang cukup. Sebagai contoh, di Jepang misalnya, dalam menghadapi bencana, mereka sudah sangat siap karena sudah ter-edukasi, sehingga atas kondisi tersebut, kami menyiapkan Perda, paling tidak dengan perda itu, daerah rawan bencana tidak boleh menjadi pemukiman. Kalau memang hasil mitigasinya titik rawan, jangan dijadikan kawasan pemukiman,”jelasnya lagi.

Lebih lanjut, Ahmadi menuturkan bahwa persoalan relokasi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana tidak mudah mengingat disitu ada budaya, tradisi dan kelangsungan ekonomi masyarakat.

“Begitu relokasi, akan membawa dampak pada keberlangsungan ekonomi, bisa bercocok tanam, Sebagai contoh, di Semarang, tepatnya di Trangkil, Kecamatan Gunungpati, ada orang yang hidup di daerah rawan bencana, kemudian di relokasi ke Rumah Susun, akhirnya tidak mau karena di Rusun, tidak bisa ternak ayam. Ada faktor ekonomi menyertainya. Harus diperhitungkan juga aspek ekonomi bagi warga,”paparnya.

Ahmadi berharap, dengan adanya upaya edukasi kebencanaan yang terus menerus dilakukan pemerintah terhadap masyarakat, maka akan muncul kesadaran terhadap bencana alam.“Kita harapkan demikian, agar dengan kesadaran ini, risiko bencana bisa diminimalisir,”tukas Ahmadi.

Sementara, Kepala Pelaksana Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng Sarwa Pramana mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan berbagai upaya edukasi bencana, termasuk dengan masyarakat yang bahkan sangat sulit untuk dilakukan relokasi.

“Kasus meletusnya Gunung Merapi tahun 2010, ada ratusan warga yang waktu itu kita upayakan relokasi, namun tidak mau, dan alhamdulillah setelah kita lakukan edukasi terus menerus, pda tahun 2014 saat Gunung Merapi menunjukkan gejala meletus, tidak diperintah langsung menuju ke titik kumpul,”ungkapnya.

Secara khusus, Sarwa mengapresiasi DPRD Jateng yang sudah memahami kebencanaan, sehingga hal tersebut berdampak terhadap perhatian yang lebih untuk kebencanaan di Jateng. “’Alhamdulillah, DPRD sudah memahami kebencanaan, dan kita sebagai pelaksana yang edukasi kepada masyarakat yang berdomisili di daerah rawan bencana,”pungkasnya. (Adv/JWN3)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...