Jowonews

Logo Jowonews Brown

Kabar Ndeso

Dicurigai Hasil Kong-kalinglong, Akan Banyak Kepala Daerah Mundur

PilkadaSEMARANG, Jowonews.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) didesak mencabut Surat Edaran (SE) No.302/KPU/VI/2015 tentang Petahana. Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai cenderung akan melanggengkan dinasti kekuasaan.

Anggota Komisi A DPRD Jateng Sriyanto Saputro menyesalkan munculnya SE KPU No.302/KPU/VI/2015 disaat pilkada sudah di depan mata. Apalagi tentang materi yang dimaksud dalam SE tersebut juga sudah gamblang di UU maupun PKPU.

“Ini KPU membuat blunder. Ibaratnya membangunkan macan tidur. Para bupati/walikota yang sudah dua periode dan bernafsu mengajukan keluarganya akan mundur ramai-ramai,”katanya, Selasa (16/6).

Sriyanto yang juga Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Jateng ini mencontohkan langkah Walikota Pekalongan Basyir Ahmad yang akan mundur dalam waktu dekat. Harapannya istri atau keluarganya bisa maju pilkada.

Demikian pula Bupati Pekalongan Amat Antono serta kepala daerah lain bisa juga ikut-ikutan mundur. Sriyanto justru mencurigai adanya kepentingan tertentu atas kebijakan KPU tersebut.

Oleh karena itu, dia mendesak Komisi II DPR RI memanggil KPU untuk dimintai keterangan dan didesak mencabut SE tersebut. Mestinya jika KPU membuat edaran soal definisi petahana, disertai dengan penjelasan yang bisa menjadi control.

Misalnya ada batas waktu pengunduran diri dan masa pendaftaran calon kepala daerah. “Bayangkan misalnya kepala daerah yang didukung mayoritas partai/fraksi  di DPRD, kemudian gubernur dan mendagri dalam satu partai, bisa saja waktu sebulan seorang kepala daerah mundur dan bisa dapat SK mendagri. Ini kan kebijakan konyol,”paparnya.

Sriyanto menilai KPU telah main-main dan member peluang suburnya politik dinasti. Untuk itu gerindra mendesak aturan tersebut agar dicabut. Karena regulasi sudah diatur rigit dalam UU Pilkada maupun PKPU.

Pernyataan keras juga disampaikan  Ketua Komisi A DPRD Jateng Masruhan Syamsurie. Ia juga mencurigai PKPU 302 tahun 2015 merupakan hasil aturan kong-kalikong dengan orang tertentu.

Politikus PPP itu melihat adanya semangat kontra produktif dari aturan tersebut. Tujuannya, mewujudkan Pilkada yang bebas dengan menumbuhkan semangat nepotisme. Meski sikap mengundukan diri tak menyalahi aturan, namun masyarakatlah yang akan menilai etika dari kepala daerah yang mundur sebelum Akhir Masa Jabatan (AMJ).

“Kami menyalahkan pada peraturannya itu sndri. Jadi KPU di pusat ada persekongkolan entah dengan siapa. Sehingga dia memberikan celah pada incumbent untuk mengajukan keluarganya,” ungkap Masruhan saat ditemui di ruangannya, kemarin. (JN01)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...