Oleh: Eka Nur Widya Marwanti, S.Pd.
Mengapa kamu ingin menjadi guru? Mengapa tidak ingin menjadi pengusaha yang punya banyak memiliki cabang warung? Mengapa tidak ingin menjadi pegawai kantor yang selalu tampil elegant dan bergaji tinggi? Mengapa tidak ingin menjadi pramugari yang bisa keliling dunia? Kenapa hanya ingin menjadi guru yang bahkan untuk beli bensin saja upahnya kurang?. Pertanyaan yang sering menyerbu saya semenjak masuk kuliah keguruan tahun 2018. Bahkan ada komentar yang sangat sinis terkait mengapa saya ingin menjadi seorang guru yang upahnya lebih sedikit dari seorang kuli batu. Setelah saya jawab alasan kenapa ingin menjadi guru, mereka menganggap bahwa alasan saya sangat klise sekali. Ingin mencerdaskan anak bangsa atau karena guru adalah pekerjaan yang mulia dan guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang dapat menghantarkan anak didiknya untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Setelah saya betul-betul terjun ke sekolahan dan melihat para guru mengajar pada saat mengikuti PPG Prajabatan ini, saya melihat alasan-alasan yang saya kemukakan tadi memang tidak apa-apanya dibandingkan pengorbanan guru yang ternyata jauh sangat besar untuk peserta didiknya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melaporkan, mayoritas guru sekolah merupakan generasi milenial. Berdasarkan usia, kebanyakan guru berada di rentang usia 30 hingga 39 tahun. Jumlah guru pada rentang usia tersebut sebanyak 851.316 orang. Angka ini setara dengan 29,29% dari 2.906.239 guru di Indonesia. Namun persebaran terbanyak selanjutnya berasal dari guru yang hampir mendekati masa pensiun. Sebanyak 793.780 guru berusia 50-59 tahun atau 27,31% dari total guru Indonesia. Kemudian, sebanyak 691.531 guru berusia 40 hingga 49 tahun atau 23,79%. Kemendikbud mencatat terdapat 514.233 guru berusia 20 hingga 29 tahun. Indonesia juga memiliki sebanyak 3.988 guru muda berusia di bawah tahun. Di sisi lain, masih terdapat guru berusia pensiun yang masih mengabdi. Sebanyak 47.201 guru berusia 60 hingga 65 tahun dan 4.190 guru berusia di atas 65 tahun.
Ditengah-tengah suasana yang selama ini masih monoton dan terkesan kuno, kurikulum merdeka hadir membawa angin segar dengan menawarkan keleluasan dan fleksibilitas.
Guru sekolah dasar merupakan juru kunci yang menanamkan jiwa raga seorang anak. Jika saja seorang guru salah dalam mendidik maka habislah masa depan anak tersebut. Sejak pertama kali diumumkan tentang kurikulum merdeka dan diuji cobakan hampir 1 tahun terakhir ini ternyata banyak sekali tantangan yang dirasakan oleh para guru. Tantangan kurikulum merdeka sebenarnya bukan hanya terletak pada sekolah tetapi juga kesiapan guru. Jika guru berani untuk bereksploarsi, berinovasi, dan bekreasi sesuai kebutuhan sekolah maka akan membawa implementasi kurikulum merdeka yang terlaksana dengan baik. Maka dizaman yang semuanya serba canggih, baik canggih dari segi sistem digitaliasi maupun canggih dari segi kemampuan mengajar dibutuhkan guru yang terus mau mengupgrade kemampuan diri. Karena tugasnya bukan hanya memberikan ceramah materi pelajaran kemudian sudah gugur kewajiban. Kurikulum merdeka diharapkan menjadi jalan untuk memerdekakan peserta didik. Memerdekakan peserta didik artinya peserta didik belajar di sekolahan itu dengan antusias, senang, ceria, dan sesuai minat bakatnya.
Lalu mengapa jurusan kependidikan masih menjadi jurusan favorite anak muda padahal tugas dan gajinya tidak menjanjikan?. Karena sangat banyak keuntungan yang didapatkan dari seorang yang lulusan keguruan dan pendidikan.
Jurusan kependidikan banyak banget peluang yang nanti lulusannya dapat menjadi guru maupun masuk ke sektor lain. Namun perlu digaris bawahi bahwa semua bidang pekerjaan menawarkan jenjang karier yang cukup beragam. Tentu dengan memperhatikan aspek kemampuan dan keterampilan yang dimiliki.Menjadi guru harus memiliki tekad yang sangat kuat karena profesi ini tidak dinilai dari gaji yang didapatkan, namun kualitas pembelajaran yang diberikan.