Jowonews

Hanya Karena Sudah Minta Maaf, Penyerang Novel Cuma Dituntut 1 Tahun Penjara

JAKARTA, Jowonews.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menjelaskan bahwa dua orang penyerang penyidik KPK Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun penjara karena sudah meminta maaf dan menyesali perbuatan.

“Dituntut hanya 1 tahun karena pertama, yang bersangkutan mengakui terus terang di dalam persidangan, kedua yang bersangkutan meminta maaf dan menyesali perbuatannya dan secara dipersidangan menyampaikan memohon maaf kepada keluarga Novel Baswedan dan meminta maaf institusi kepolsian, institusi Polri itu tercoreng,” kata JPU Ahmad Patoni di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis.

JPU Kejari Jakarta Utara menuntut 1 tahun penjara terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette selaku dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan karena dinilai terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat.

Keduanya dinilai terbukti melakukan dakwaan subsider dari pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Jadi gini Pasal 355 (dakwaan primer) dia harus mempersiapkan untuk melukai orang itu sudah ada niat dari awal sedangkan di fakta persidangan dia tidak ada niat untuk melukai tapi hanya ingin memberikan pelajaran kepada seseorang yaitu Novel Baswedan, alasannya dia (Novel) lupa dengan institusi, menjalankan institusi (Polri),” tambah Patoni.

Menurut Patoni, Ronny maupun Rahmat awalnya ingin menyiram badan Novel tapi ternyata mengenai mata.

“Maka kemudian pasal yang tepat adalah di Pasal 353 soal perencanaan, penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. Berbeda dengan pasal 355, kalau pasal 355 dari awal sudah menargetkan dan dia lukai tuh sasarannya, sedangkan ini dia tidak ada (niat) untuk melukai,” ungkap Patoni.

Ahmad Patoni juga mengatakan Ronny dan Rahmat tidak mendapat perintah untuk melukai Novel.

“Sementara ini dalam fakta persidangan (tidak ada perintah) seperti itu, tidak ada yang muncul mengarah kepada perintah seseorang untuk melakukan penyiraman itu tidak ada. Sampai pada saat pemeriksaan saksi terhadap Novel pun, tidak pernah muncul kalau ada perintah mengarah kepada terdakwa untuk melakukan penyiraman,” tambah Patoni.

Motif utama kedua terdakwa menurut Patoni adalah karena Novel menghancurkan citra institusi Polri.

“Motifnya banyaklah, masalah apa saja tidak hanya burung walet ada juga yang lain, yang jelas karena institusi Polri merasa dihancurkan oleh Novel,” ungkap Patoni.

Novel Baswedan sendiri saat dihubungi mengaku prihatin terhadap tuntutan ringan tersebut.

“Mau dibilang apa lagi, kita berhadapan dengan gerombolan bebal,” kata Novel.

Ia pun mengaku sebagai korban mafia hukum.

“Di satu sisi saya tugasnya memberantas mafia hukum, tapi di satu sisi menjadi korban mafia hukum yang menyolok mata,” tambah Novel.

Novel menilai sejak awal tahu bahwa persidangan tersebut sekadar formalitas.

“Hari ini terbukti persepsi yang ingin dibentuk dan pelaku dihukum ringan. Keterlaluan memang, sehari-hari bertugas memberantas mafia hukum dengan UU Tindak Pidana Korupsi tapi jadi korban praktik lucu begini, lebih rendah dari orang yang menghina Pak Jokowi, selamat atas prestasi aparat bapak, mengagumkan,” kata Novel.

Hal itu juga ia ungkapkan dalam akun twitternya @nazaqistsha.

Dalam surat tuntutan disebutkan kedua terdakwa yaitu Ronny Bugis bersama-sama dengan Rahmat Kadi Mahulette tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

“Seperti kacang pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat,” ungkap jaksa Patoni.

Ronny dan Rahmat diketahui adalah polisi aktif dari Satuan Gegana Korps Brimob Kelapa Dua Depok. (jwn5/ant)

Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait