Jowonews

Harga Sayur Mayur Anjlok, Beban Hidup Petani Klaten Semakin Berat

Harga sayur mayur yang menurun drastis memicu kesulitan bagi petani di Kabupaten Klaten, dengan tomat dijual hanya Rp 1.000 per kilogram.

KLATEN – Kondisi harga sayur mayur yang terus merosot menjadi masalah serius bagi para petani di Kabupaten Klaten. Di tengah penurunan ini, petani hanya bisa menjual tomat dengan harga Rp 1.000 per kilogram, jauh di bawah harga normal yang bisa mencapai Rp 5.000, sebagaimana dilansir dari Detik Jateng.

Petani asal Desa Sudimoro, Khodri, menjelaskan, “Yang jatuh ya tomat, cabai merah keriting, kubis, gambas. Tomat dari petani harga jualnya di bawah Rp 1.000 per kilogram, biasanya di atas Rp 5.000.” Keadaan ini semakin parah dengan turunnya harga cabai merah keriting dari Rp 15.000 menjadi Rp 8.000 per kilogram. Sayuran lain seperti pare dan gambas juga mengalami penurunan harga yang signifikan.

Khodri menambahkan bahwa penurunan harga disebabkan oleh melimpahnya pasokan hasil panen dari luar daerah. “Dari luar banyak karena panen raya, jelas dengan harga turun tidak cucuk dengan ongkos tanam,” ujarnya.

Pengepul sayur dari Selo, Kabupaten Boyolali, Supadi, mengkonfirmasi penurunan ini dengan menyatakan bahwa harga kubis kini hanya kurang dari Rp 1.000 per kilogram, padahal saat Idul Adha lalu harganya bisa mencapai Rp 12.000. “Ini hukum pasar karena banyak barang, banyak daerah panen di Wonosobo, Malang, Ngawi dan daerah lainnya,” jelasnya.

Situasi serupa juga dialami oleh petani di Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Sukiman. Ia mengatakan, “Tomat harganya cuma Rp 1.000. Kemarin tetangga saya panen dibuat pakan sapi. Sayur lainnya juga sama.”

Menanggapi situasi ini, Lilik Nugraharjo, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Pemkab Klaten, menyatakan bahwa jatuhnya harga sayuran disebabkan oleh melimpahnya stok di pasaran akibat hasil panen raya dari daerah lain. “Meskipun Klaten tidak panen raya, daerah lain panen raya, sehingga harga jatuh karena stok banyak. Jadi mekanisme pasar penyebabnya,” kata Lilik.

BACA JUGA  Gropyokan Tikus Dapat Duit, Strategi Petani Klaten Melawan Serbuan Tikus

Konsekuensi dari penurunan harga ini jelas mengancam keberlangsungan hidup petani, yang kini harus mencari cara untuk bertahan. Diharapkan, pemerintah dan pihak terkait dapat mencari solusi agar kondisi ini tidak berlanjut, dan para petani tidak terus-menerus merugi. Situasi ini mengingatkan kita akan pentingnya dukungan terhadap sektor pertanian, yang merupakan sumber kehidupan banyak orang.

Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait