Jowonews

Inferiority Complex?

Oleh: Hari Tjahjono, Mentor bisnis dan teknologi, Alumni ITB

Pengembangan vaksin ITB masih memunculkan pro dan kontra. Ada yang berkata sinis, ITB hanya ikut-ikutan mengembangkan vaksin Covid-19.  Padahal pemerintah sudah akan memproduksi vaksin dalam waktu dekat. Untuk apa buang-buang waktu?

Rata-rata pendapat itu disampaikan oleh orang-orang yang tidak tahu bahwa Biofarma hanya melakukan produksi massal. Sementara vaksinnya sendiri dikembangkan oleh perusahaan Cina.

Jadi sebetulnya ini mirip yang dilakukan pabrik sepatu di Indonesia, yang memproduksi sepatu Nike, Adidas, dan lain-lain. Atau yang dilakukan Astra, yang memproduksi mobil Toyota.

Ada pendapat sinis yang lain, yang mengatakan ITB hanya sok-sokan membuat vaksin. Memangnya ITB mampu? Bukankah mengembangkan vaksin itu sebuah teknologi tinggi yang hanya dapat dilakukan oleh negara-negara maju saja?

Sudahlah, ITB jangan sok-sokan. Lakukan saja yang pasti bisa dilakukan dan bermanfaat untuk masyarakat.

Pendapat seperti ini disampaikan oleh orang-orang yang minderan, atau dalam bahasa kerennya inferiority complex. Mereka berpikir bangsa Indonesia ini selamanya bangsa tempe, yang gak akan mungkin naik kelas.

 Ngapain sok-sokan melakukan sesuatu yang hanya mungkin dilakukan oleh bangsa maju? Kita ini apa sih?

Duh… sedih euy… Karena yang punya pendapat seperti itu banyak juga orang berpendidikan tinggi.  Mungkin mereka ngomong begitu karena khilaf saja.

Sahabat, tim vaksin ITB memang tidak pernah klaim mereka pasti berhasil mengembangkan vaksin Covid-19.

Sejak awal ketika mengajukan proposal ke YSF (Yayasan Solidarity Forever, yayasan alumni teknik mesin dan dirgantara ITB, Red) mereka sudah memberikan disclaimer dengan tulisan besar-besar: penelitian ini tidak menjamin akan berhasil mengembangkan vaksin Covid-19. Dan YSF pun sepenuhnya sadar dengan disclaimer tersebut.

BACA JUGA  Menaklukkan Valley of Death

YSF tetap mendukung proposal yang diajukan karena melihat semangat dibalik disclaimer tersebut: kami tidak menjamin berhasil menemukan vaksin, tapi kami akan _all out_ mengerjakannya dengan seluruh kemampuan.

Semangat itu sudah cukup bagi YSF untuk juga all out mendukung.

Mengapa?

Karena semangat itulah yang hampir pudar di negeri ini. Semangat kemandirian hampir musnah, dininabobokan oleh kemudahan impor.

 Inferiority complex makin menggila. Merasa bangsa ini memang bangsa tempe yang tidak mungkin mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sulit yang nearly impossible untuk diwujudkan.

Dua kondisi itulah yang harus kita perangi bersama. Jangan keenakan impor, jangan keenakan belanja. Dampaknya bagi bangsa ini dalam jangka panjang sangat buruk.

Jangan juga terus-terusan memelihara inferiority complex. Yakinlah bangsa ini punya daya untuk maju.

Bangsa ini punya kemampuan untuk maju. Kalau punya sedikit saja keberanian mengambil resiko.

Salam.

Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait