YOGYAKARTA – Kebutuhan kalori sebagai bahan pangan semakin meningkat setiap tahunnya, dibarengi dengan pertumbuhan masyarakat. Namun, lahan tanaman pangan sendiri semakin berkurang karena pesatnya pembangunan.
Untuk itu, Komisi B berdiskusi dengan Dinas Pertanian & Ketahanan Pangan Provinsi D.I Yogyakarta guna mendapatkan informasi soal upaya pengelolaan dan pengembangan tanaman pangan, baru-baru ini. Diskusi tersebut dilakukan, mengingat Komisi B kini tengah mempersiapkan Raperda Kedaulatan Pangan.
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jateng Sri Marnyuni menjelaskan isi raperda tersebut meliputi aturan dan upaya peningkatan secara mandiri sehingga memudahkan akses pangan kepada masyarakat. Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mutu dan gizi pangan, sekaligus upaya untuk memberdayakan petani sehingga dapat membentuk lumbung daya desa.
“Maksud dan tujuan kedatangan kami mau membahas Raperda Kedaulatan Pangan karena pada 2050 kebutuhan kalori meningkat lebih dari 14 persen. Hal itu akan membutuhkan banyak lahan, yang saat ini semakin berkurang. Maka, dengan adanya raperda, kami berusaha bagaimana kedaulatan pangan tersebut bisa terwujud sebaik-baiknya,” jelasnya.
Sementara, Anggota Komisi B DPRD, Yusuf Hidayat, menyoroti masalah kurangnya lahan untuk pertanian. Dari persoalan itu, ia meminta informasi dari dinas setempat soal upaya untuk bisa menghidupkan kembali budaya mengkonsumsi makanan lokal.
“Mungkin salah satu cara karena lahan tidak banyak, dihidupkan kembali makan ubi-ubian supaya tidak bergantung nasi saja. Kan, kalau menanam umbi-umbian lahannya tidak terlalu luas, jadi bisa dimana saja. Selain itu, makanan lokal harganya juga lebih ekonomis daripada nasi dan terigu,” kata Yusuf.
Menanggapinya, Kepala Dinas Pertanian & Ketahanan Pangan Provinsi D.I Yogyakarta Sugeng Purwanto mengaku saat ini belum memiliki Perda Kedaulatan Pangan. Hal itu mengingat Provinsi D.I Yogyakarta masih ‘daerah kecil.’
“Tapi, dengan adanya kedatangan dewan provinsi, mungkin nanti kami malah bisa belajar untuk meningkatkan mutu pangan di Yogya sendiri,” jawabnya.
Soal lahan pertanian inti, di Provinsi D.I Yogyakarta hanya memiliki luas 34.000 hektar dan saat ini pengelolaan lahannya masih dilakukan dengan sederhana. Salah satunya dengan mengoptimalkan lahan sempit di wilayah warga yang disebut Lumbung Mataraman.
“Di kecamatan, ada break office kelompok tani antar kelurahan. Disana tempat orang belajar pertanian, memasarkan produk pertanian, dan lain-lain. Selain itu sebagai percontohan modern, dan tempat petani modern,” jelas Sugeng.
Selain itu, pihaknya juga menerapkan foodloss dan foodwaste yang diarahkan ke hotel-hotel atau restoran yang ada di Yogyakarta. Hal itu mengingat banyaknya perhotelan dan wisata sehingga concern pengaturan pangan ada di sektor tersebut.
“Dengan memberi denda kepada hotel-hotel yang banyak membuang sisa makanan. Itu merupakan salah satu upaya untuk menjaga peningkatan pangan di Yogyakarta,” tambahnya.