SOLO, Jowonews.com – Mantan Presiden RI, Megawati Soekarno Putri mengkritisi kerjasama yang dijalin Solo Tecno Park (STP) dengan lembaga asing, yakni Jerman. Khususnya tentang pengembangan teknologi batik warna alam. Menurutnya, dibandingkan menjalin kerjasama dengan asing seharusnya lebih baik jika dikembangkan secara mandiri.
“Jangan justru bangga bisa kerja sama dengan asing, apalagi negara maju. Justru yang ada harus diwaspadai, karena negara maju yang mau kerjasama pasti ada maunya. Apalagi kalau bukan memanfaatkan potensi yang ada di sini,” ujarnya usai mendengar pemaparan dari pengelola STP, Selasa (29/8)
Ia mencontohkan, pengembangan penelitian yang dilakukan di Kuba. Dimana semua potensi yang dimiliki negara diteliti dan dikembangkan dengan rapi mulai dari hulu hingga hilir. Karena itu, jika memang ingin mengembangkan batik pewarna alam, seharusnya dilakukan penelitian dulu dari hulu, yakni bahan pewarna alam yang akan digunakan.
”Tanaman apa yang dijadikan pewarna, sudah siap atau belum untuk diproduksi secara masal. Baru nantinya hilirnya bisa dipelajari. Jangan menggandeng orang asing wong mereka tidak tahu budaya kita, nanti malah dijiplak dan diaku karanya. Karena kita belum mematenkannya. Mending baca-baca buku kuno, cari tahu bagaimana orang dulu buat batik, pasti ada kalau dicari,” jelasnya.
Apalagi, lanjutnya, saat ini Indonesia sudah harus menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dalam dua bulan ke depan. Sehingga perlu dilakukan perlindungan hasil industri asli Indonesia. Agar jangan sampai produk dalam negeri tergusur produk asing yang masuk melalui kedok pasar bebas Asia.
”Jangan bilang pasar bebas maka tidak bisa membatasi, salah itu. Pembatasan tetap perlu untuk melindungi produk kita. Hangan sampai barang yang sudah kita punya kita datangkan lagi dari luar negeri,” tandasnya.
Mega menekankan perlindungan hasil industri bukan hanya dilakukan oleh pemerintah pusat saja. Mulai dari daerah harus bisa melindungi potensi industrinya dan upaya melakukan inventarisasi pada hasil bangsa Indonesia. ”Kalau memang pemerintah mau berdikari, ya harus bisa mandiri dan bisa melindungi hasil industri masyarakat kita,” jelasnya.
Sementara itu Direktur STP, L. Sumadi menjelaskan bahwa saat ini pengembangan STP sudah mencapai 30 persen. Sejak dilaunching pada 2009 lalu, saat ini tiap tahun STP bisa menghasilkan 500 orang tenaga ahli tiap tahunnya. Diharapkan pada 2019 mendatang, pembangunan STP bisa rampung hingga 100 persen. ”Sehingga bisa menghasilkan lebih banyak tenaga ahli lagi,” ujarnya. (JN01)