Oleh Setianis Handayani
Masih berjalankah literasi pembiasaan membaca 15 menit di pagi hari?
Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Perkembangan dunia pendidikan semakin meningkat terutama dalam bidang teknologi dan informasi. Di tengah era industri 4.0 ini setiap orang dituntut untuk mampu bernalar kritis atau berpikir kritis. Kegiatan literasi pembiasaan membaca 15 menit menjadi langkah dini dalam membangun budaya literat. Kemampuan literasi membaca perlu dipupuk untuk menghadapi tantangan di era industri 4.0. Menjadi tuntutan tersendiri bagi siswa untuk memiliki nalar yang kritis dengan cara memahami, mencari, mengambil informasi dan mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Siswa yang mampu membaca dengan baik berarti bisa mengolah informasi dan memahami bahan bacaanya. Dan sebaliknya jika siswa belum lancar membaca maka masih mengalami kesulitan dalam mengembangkan nalar kritisnya.
Kemampuan siswa yang masih rendah tingkat membacanya disebabkan oleh banyak faktor baik bersumber dari siswa itu sendiri maupun berasal dari guru. Faktor penyebab yang bersumber dari siswa yaitu kurang memahami isi bacaan. Sedangkan faktor penyebab yang berasal dari guru, biasanya siswa hanya diberikan bahan bacaan yang monoton dan kurang sesuai dengan kemampuan siswa. Strategi yang digunakan dalam membiasakan membaca kurang variatif. Sehingga hal ini menyebabkan siswa mudah merasa bosan, semangatnya menurun dan minat membaca menjadi berkurang.
Literasi pembiasaan membaca 15 menit di pagi hari tidak selalu berpegang pada buku pelajaran siswa saja. Perlu diketahui bahwa saat melaksanakan pembiasaan membaca sangat diperbolehkan untuk menggunakan bahan bacaan nonteks pelajaran. Karena pembiasaan ini bertujuan untuk menguatkan siswa agar memiliki kebiasaan sehari-hari yaitu gemar membaca. Hal ini menjadi sebuah perhatian khusus bagi guru untuk selalu menanamkan budaya gemar membaca pada siswa dengan menemukan dan menerapkan gagasan-gagasan baru untuk mengatasi solusi masalah tersebut, agar literasi pembiasaan membaca 15 menit hidup kembali.
Salah satu cara yang dapat diterapkan dalam memupuk kembali literasi pembiasaan membaca yaitu dengan mengintegrasikan dan mengkolaborasikannya dengan pembelajaran berdiferensiasi. Menurut Tomlinson (2001) Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa sebagai individu. Pembelajaran ini memberi keleluasaan dan mampu mengakomodir kebutuhan siswa untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa yang berbeda-beda.
Strategi pendekatan pembelajaran berdiferensiasi yang dapat digunakan pada aspek pertama yaitu kesiapan belajar siswa dengan memetakan siswa berdasarkan kemampuan membacanya dan memilih buku sesuai jenjang kemampuan siswa. Pemetaan dapat dilakukan dengan mengadakan tes membaca. Setelah mengetahui kesiapan belajar, selanjutnya dapat dilakukan pemilahan buku bacaan nonteks pelajaran (novel, cerpen, komik, buku gambar bercerita) sesuai kebutuhan siswa. Bagi siswa yang sudah bisa membaca dengan baik dapat diberikan pilihan bacaan seperti cerpen dan novel. Sedangkan siswa yang masih belum lancar dapat diberikan cerita komik dan buku cerita bergambar.
Kedua, aspek minat belajar siswa dengan cara memetakan sesuai dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence) mana yang berminat pada seni, olahraga, musik, matematika dan lain sebagainya. Misal dalam penerapannya siswa yang memiliki minat belajar belajar pada bidang seni dapat diberikan bahan bacaan yang berhubungan dengan seni, bagi yang suka dengan dunia olahraga dapat diberikan buku tentang olahraga, kebugaran dan kesehatan. Kemudian bagi siswa yang memiliki minat belajar pada musik dapat diberikan dengan bahan bacaan yang bertema tentang musik. Dan selanjutnya bagi siswa yang memiliki ketertarikan pada matematika dapat diberikan buku yang berhubungan dengan angka-angka.
Ketiga, profil belajar siswa berkaitan dengan modalitas dalam belajar dengan tipe visual, auditori dan kinestetik. Dalam pelaksanaanya bagi siswa yang memiliki modalitas belajar tipe visual dapat diberikan buku nonteks biasa dapat berisi tulisan-tulisan beserta gambar. Bagi pemilik modalitas belajar tipe auditori dapat diberikan bahan bacaan yang berbentuk voice recorder berupa rekaman cerita atau informasi yang menarik bagi siswa. Kemudian siswa yang memiliki profil belajar dengan modalitas belajar tipe kinestetik dapat diberikan bahan literasi berupa benda yang nyata dan bisa dilakukan dengan membuat karya atau kerajinan dengan mendeskripsikan benda yang diamati.
Pentingnya memupuk pembiasaan literasi dengan pembelajaran berdiferensiasi sejak dini sangat bermanfaat bagi siswa kedepannya. Dengan mengkolaborasikan pembelajaran berdiferensiasi diharapkan dapat memerdekakan peserta didik dalam melaksanakan pembiasaan literasi membaca 15 menit di pagi hari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Pratama, 2022) yang hasilnya pembelajaran berdiferensiasi dapat menjadi strategi baru dalam kegiatan penguatan literasi baik pada tahap pembiasaan, pengembangan, hingga tahap pembelajaran yang berdampak pada meningkatnya pemahaman membaca siswa.