Oleh: Ayunda Fika Yuliani
Berbicara tentang perjalanan pendidikan di Indonesia tentu tidak terlepas kaitannya dengan Bapak Pendidikan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara. KHD memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia. Banyak gagasan-gasasan dan prinsip-prinsip kuat mengenai pendidikan yang dijadikan sebagai dasar-dasar pendidikan sampai saat ini. Menurut KHD, tujuan utama dari dilaksanakannya proses pendidikan adalah untuk menjadikan manusia menjadi anggota masyarakat yang mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan seutuhnya tanpa meninggalkan dan mengingkari kodratnya (Marwah, Syafei’I, & Sumarna, 2018).
Kembali mengulas perjalanan pendidikan pada masa kolonial yang membuat KHD menginisiasi sistem pendidikan yang ala Indonesia. KHD mengamati bahwa pendidikan pada masa kolonial hanya menekankan aspek intelektual dan individualism saja. Dengan sistem kolonial yang seperti itu, KHD menyadari bahwa sistem tersebut tidak sejalan dengan jiwa bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki banyak keberagaman dan nilai-nilai luhur yang harus tetap dilestarikan. Apabila sistem Pendidikan di Indonesia meniru sistem kolonial, maka KHD khawatir pada kemudian hari Indonesia akan kehilangan identitasnya. Maka dari itu, KHD menginginkan sistem pendidikan Indonesia tidak hanya menekankan pada aspek intelektual saja, melainkan juga diimbangi dengan aspek kultural nasionalis dengan tujuan mencerdaskan serta tetap memiliki identitas ke-Indonesiaannya.
Proses pendidikan seorang manusia terjadi di manapun, kapanpun, dan selamanya menjadi pembelajar sepanjang hayat. Seperti dalam dasar-dasar pendidikan, disebutkan oleh KHD bahwa pendidikan dilakukan dimana saja. Hal tersebut terkandung dalam Tripusat Pendidikan, di antaranya yaitu Keluarga sebagai madrasah utama, sekolah dengan berbagai strukturnya, dan lingkungan tempatnya hidup. Sehingga, dalam membentuk seorang manusia Indonesia yang berbudaya dan berwawasan maka ketiga tempat terjadinya pendidikan tersebut harus bersinergi untuk menciptakan iklim belajar yang selaras.
Membentuk masyarakat Indonesia menjadi manusia pancasila adalah tujuan dan harapan yang sangat mencerminkan jiwa bangsa. Hal tersebut memiliki makna bahwa negara Indonesia memiliki Pancasila dengan kelima unsur penting yang kini dijadikan pedoman dalam kehidupan, yang terdiri dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan. Jika berbicara tentang identitas bangsa, maka identitas diartikan sebagai ciri khas yang unik dari suatu bangsa yang membedakannya dengan bangsa-bangsa yang lain. Pancasila ini merupakan identitas yang khas dan unik. Setiap warga yang menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan, secara langsung mereka telah menunjukkan identitasnya sebagai bangsa Indonesia.
Di era modern seperti saat ini, rasa khawatir patut menyelimuti karena besar kemungkinan generasi-generasi selanjutnya yang dapat melunturkan identitas, rasa nasionalisme, dan jiwa pancasilanya. Hal tersebut sebagai akibat dari kebudayaan-kebudayaan luar yang masuk tanpa adanya filter. Maka dari itu, perlunya peran Tripusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan lingkungan menggunakan pendekatan socio-cultur dengan kembali menanamkan pendidikan karakter untuk kembali menanamkan identitas bangsanya. Menurut Nastiti, pendidikan karakter dengan nilai-nilai sosio kultural ini membentuk individu yang menyesuaikan dengan tuntutan dan moral dalam masyarakat.
Pendidikan karakter untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang berkarakter patutnya dimulai sejak dini utamanya di lingkungan keluarga. Pendidikan di lingkungan keluarga merupakan fase yang penting anak untuk membentuk dasar karakternya. Dalam ilmu perkembangan psikologi, pendidikan dan perkembangan anak di lingkungan keluarga saat masa golden age lah yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya di masa mendatang (Ulfa & Na’imah , 2020). Perkembangan seorang anak sebagai individu bergantung dari nilai-nilai apa yang telah anak peroleh di keluarganya (Ulfa & Na’imah, 2020). Maka dari itu untuk membentuk anak menjadi manusia seutuhnya yang beridentitaskan bangsa Indonesia, ketiga pusat pendidikan harus bersinergi menjalankan Trimong, yaitu ngemong, among, dan momong.
Dari berbagai perspektif dan sudut pandang, proses belajar anak dimulai sejak dalam kandungan dengan keluarga sebagai madrasah pertama dan utama dalam pembentukan karakter dasar seorang anak. Selanjutnya, karakter tersebut akan dikembangkan dan dibentuk di sekolah dan lingkungan sesuai dengan nilai dan norma yang ada dalam hidup bermasyarakat dan hidup bernegara.
Referensi
Marwah, SS, Syafe’i, M., & Sumarna, E. (2018). Relevansi konsep pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara dengan pendidikan islam. TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam Indonesia , 5 (1), 14-26.
Nastiti, L. S. Pendidikan Karakter Berlandaskan Nilai Sosio-kultural di SD N Margoyasan.Diakses pada tanggal 13 Januari 2023 pukul 18.32
Ulfa, M. (2020). Peran Keluarga dalam konsep psikologi perkembangan anak usia dini. Aulad: Journal on Early Childhood, 3(1), 20-28.