JEPARA – Di tengah hamparan hijau yang menyegarkan, tersembunyi dua candi kuno yang menanti untuk diceritakan, yakni Candi Bubrah dan Candi Angin. Dengan reruntuhan yang menyisakan jejak masa lalu, kedua candi ini berdiri megah, meski dalam keadaan yang tidak utuh. Mereka bagaikan saksi bisu dari sejarah yang panjang, menceritakan kisah-kisah penuh misteri dan mitos yang mengundang rasa penasaran setiap pengunjung. Keberadaan mereka tidak hanya menawarkan pemandangan yang menawan, tetapi juga menyimpan beragam cerita yang siap untuk dieksplorasi.
Candi Bubrah dan Candi Angin, meskipun dalam kondisi yang tidak utuh, tetap memancarkan daya tarik berkat cerita dan mitos yang mengelilinginya. Candi Bubrah, yang terletak sekitar 500 meter dari Candi Angin, berfungsi layaknya gerbang menuju kompleks candi yang lebih luas. Sesuai dengan namanya, “Bubrah” yang berarti rusak dan setengah jadi, bangunan ini tampak seperti sisa-sisa yang sulit dikenali.
Menurut legenda yang beredar, Candi Bubrah konon dibangun oleh Resi Wigotoyoso, seorang tokoh dengan kemampuan supranatural. “Batu-batu seolah datang dan membentuk candi dengan sendirinya,” dikutip dari Radar Kudus, menggambarkan keajaiban yang menyelimuti proses pembangunannya.
Banyak yang meyakini bahwa candi ini berasal dari zaman sebelum Candi Borobudur berdiri. Uniknya, Candi Bubrah tidak memiliki ornamen Hindu-Buddha, sehingga banyak kalangan berpendapat bahwa ini adalah peninggalan dari zaman prasejarah.
Selain itu, Candi Bubrah juga dikenal sebagai tempat Padepokan Gendalisodo Eyang Anoman, yang diyakini sebagai lokasi pembukaan kitab Mahabharata pada masa Kerajaan Kalingga, di bawah kepemimpinan Ratu Sima.
Beranjak ke Candi Angin, letaknya yang strategis di ketinggian 1.200 mdpl membuatnya sering terkena tiupan angin pegunungan. Nama “Angin” pun diambil dari kondisi tersebut. Masyarakat lokal percaya bahwa candi ini dibangun sebagai tempat penyembahan Dewa Angin. Berada dekat dengan pesisir utara Jawa Tengah, Candi Angin juga memiliki hubungan historis dengan Kerajaan Kalingga.
Menariknya, candi ini menyimpan sebuah prasasti yang kini dapat dilihat di Museum Kartini, Jepara. Prasasti tersebut berisi larangan poligami dan ditulis dalam bahasa Jawa Kuno, menandakan nilai sejarah yang tinggi. Para ahli menduga prasasti ini berasal dari abad ke-13 hingga ke-14, yang merupakan periode kejayaan Kerajaan Majapahit.
Kedua candi ini diyakini dibangun oleh Resi Wigotoyoso, yang dikenal memiliki kekuatan luar biasa untuk memanggil batu-batu dari alam sekitarnya. Mitos yang melingkupi kedua candi ini menambah pesona mereka sebagai situs bersejarah yang sarat dengan cerita mistis. Meski dalam keadaan runtuh, Candi Bubrah dan Candi Angin tetap berdiri sebagai saksi bisu dari masa lalu yang penuh misteri dan keajaiban di Desa Tempur.
Dengan semua keunikan dan sejarah yang dimiliki, tidak salah jika Candi Bubrah dan Candi Angin menjadi tujuan yang menarik untuk dieksplorasi lebih jauh.