Jowonews

Mengenal Tulisan Aksara Jawa atau Hanacaraka

Tulisan Aksara Jawa atau biasa disebut Hanacaraka adalah salah satu warisan budaya Jawa. Materi aksara Jawa biasanya masuk dalam pelajaran Bahasa Jawa di sekolah yang berdomisili di Jawa Tengah atau pun Jawa Timur. Aksara Jawa ternyata memiliki banyak ragamnya.

Mengenal Aksara Jawa Hanacaraka

Menurut buku Populer Aksara Jawa oleh Komunitas Genk Kobra Javaholic (2015: 2), aksara Jawa adalah keturunan dari aksara Brahmi dan Pallawa yang banyak digunakan untuk menulis bahasa Sansekerta yang pada saat itu menjadi bahasa internasional di wilayah Asia. Aksara ini memiliki sifat suku kata (silabik).

Aksara tersebut dikenal sebagai Carakan yang merupakan huruf-huruf pokok yang perlu dipahami dalam mempelajari aksara Jawa. Selain Carakan, juga terdapat aksara Pasangan yang berfungsi untuk mematikan atau menghilangkan bunyi vokal pada aksara dasar.

Sebagai contoh, pada huruf Ja menjadi J, Ba menjadi B, dan seterusnya. Misalnya kata ‘mangan’, pasangan digunakan untuk mengubah huruf terakhir, yaitu Na menjadi N. Setiap huruf dalam aksara Jawa memiliki pasangan yang berbeda.

Berikut ini adalah bentuk aksara Jawa dan pasangannya:

Aksara Pasangan. Sumber: flickr.com

Di samping itu, juga dikenal sebagai aksara Sandhangan. Sandhangan merupakan huruf vokal yang tidak berdiri sendiri dan digunakan ketika berada di tengah kata. Sandhangan dibedakan berdasarkan cara pengucapannya. Berikut ini adalah contoh-contoh Sandhangan:

Aksara Sandhangan
Aksara Sandhangan



Asal-usul Aksara Jawa

Cerita rakyat mengatakan bahwa aksara Hanacaraka diciptakan oleh Aji Saka, penguasa Kerajaan Medang Kamulan, yang memiliki dua pengikut setia bernama Dora dan Sembada.

Pada suatu waktu, Aji Saka mengirim Dora untuk menemui Sembada dan membawa pusaka tersebut. Dora kemudian mendatangi Sembada dan mengabarkan perintah dari tuannya.

Namun, Sembada menolak karena sesuai dengan perintah Aji Saka sebelumnya, tidak ada yang diizinkan membawa pusaka tersebut kecuali Aji Saka sendiri.

BACA JUGA  Ukara Tanduk dalam Bahasa Jawa dan Beberapa Contohnya

Akibatnya, kedua pengikut Aji Saka saling mencurigai bahwa mereka berdua berniat mencuri pusaka tersebut.

Sembada dan Dora kemudian bertarung hingga keduanya meninggal. Ketika Aji Saka datang, ia menemukan kedua pengikutnya telah meninggal karena kesalahpahaman.

Di depan jasad kedua pengikutnya itu, Aji Saka membuat puisi yang kemudian dikenal sebagai Hanacaraka atau aksara Jawa.

Meskipun demikian, terdapat beberapa versi cerita tentang asal-usul Hanacaraka dari berbagai daerah.

Makna Hanacaraka atau Aksara Jawa

Hanacaraka tidak hanya sebatas aksara yang digunakan oleh masyarakat Jawa dalam karya tulis mereka, melainkan memiliki makna filosofis yang mendalam bagi kehidupan manusia. Dikutip dari laman Universitas Surabaya, berikut makna-makna yang terkandung dalam Hanacaraka.

Ha Na Ca Ra Ka memiliki arti “Adanya pesuruh Tuhan”. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjaga kelestarian hidup manusia dan kelestarian alam (Hamemayu Hayuning Bawono).

Da Ta Sa Wa La memiliki arti “Tidak bisa disangkal bahwa semua sudah menjadi takdir Tuhan”. Segala sesuatu yang ada di dunia ini telah ditentukan oleh Tuhan. Manusia cukup menjalankannya saja sesuai dengan perannya.

Pa Dha Ja Ya Nya memiliki arti “Dengan keseimbangan yang sejalan dengan takdirnya”. Dalam kehidupan, akan selalu ada situasi di mana hal-hal memiliki pasangan masing-masing. Manusia harus mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi tersebut.

Ma Ga Ba Tha Nga memiliki arti “Manusia pasti memiliki dosa, lupa, kesalahan, kesialan, dan kematian”. Tidak ada manusia yang lepas dari kekurangan karena hal tersebut telah menjadi takdir manusia. Adanya kekurangan tersebut seharusnya dapat menjadi peringatan bahwa manusia harus selalu ingat dan waspada.



Jenis Aksara Jawa atau Hanacaraka

Mengutip buku ‘Bahasa Jawa SMA’ (2009) oleh Setya Amrih Prasaja, Hanacaraka terbagi menjadi beberapa jenis berbeda yang saling berkesinambungan, yaitu:

  • Aksara Wyanjana
    Aksara Wyanjana juga dikenal sebagai aksara nglegena. Aksara yang berjumlah 20 buah ini hadir dalam bentuk suku kata terbuka {a} yang dalam istilah Jawa disebut sebagai aksara wuda (terbuka) karena belum mendapatkan imbuhan atau sandhangan.
  • Aksara Murda
    Aksara Murda merupakan aksara-aksara yang dikategorikan sebagai bentuk kapital aksara Jawa. Jumlah aksara Murda ada delapan dan ditambah satu aksara “sa” yang jarang dikenal dan hampir hilang dari susunan aksara Jawa di masa sekarang.
  • Aksara Rekan
    Aksara Rekan adalah aksara yang ditambahkan ke dalam susunan aksara Jawa untuk melengkapi dan menuliskan ejaan huruf yang utamanya diadopsi dari kosakata bahasa Arab. Jumlah aksara Rekan tidak dibatasi, tergantung dari ketersediaan aksara tersebut sudah cukup memadai atau belum untuk menulis kosakata asing dan bisa bertambah sesuai kebutuhan.
  • Aksara Swara
    Aksara Swara adalah aksara Jawa yang fungsinya hampir sama dengan aksara Murda, yakni sebagai pelengkap aksara Jawa yang kini digunakan sebagai pelengkap penulisan kata-kata pinjaman dari bahasa-bahasa asing.
  • Aksara Wilangan
    Aksara Wilangan adalah aksara Jawa yang berfungsi untuk menuliskan angka-angka dalam aksara Jawa.
  • Aksara Sandhangan
    Aksara Sandhangan merupakan aksara pelengkap yang berupa simbol-simbol tertentu dan berfungsi untuk mengubah bunyi aksara-aksara yang terbaca nglegena atau terbuka.
  • Adeg merupakan pelengkap dalam aksara Jawa yang berupa tanda baca. Adeg terdiri dari simbol-simbol tertentu yang berfungsi seperti tanda baca pada sistem alfabet lainnya.
BACA JUGA  Menggali Asal Usul Aksara Pallawa dan Peranannya dalam Sejarah Indonesia

Itulah penjelasan tentang aksara Jawa atau tulisan Hanacaraka dan variasinya. Aksara Jawa merupakan salah satu warisan budaya yang harus dijaga keberlanjutannya. Jadi, mari kita memulai belajar aksara Jawa untuk turut menjaga kelestariannya. Semoga penjelasan ini berguna bagi Anda.

Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait