Nasi Jangkrik Kudus merupakan nasi asal Kudus dengan lauk daging kerbau yang empuk. Kuliner tradisional ini biasanya dibungkus menggunakan daun jati dan diyakini sebagai menu favorit Sunan Kudus.
Masyarakat Kudus mengenal nasi jangkrik sebagai hidangan yang diberikan secara cuma-cuma saat puncak tradisi buka luwur atau pelepasan kain selubung makam Sunan Kudus pada tanggal 10 Muharram (Asyura). Nasi jangkrik diyakini membawa berkah karena diawali dengan doa oleh juru kunci makan Sunan Kudus setelah salat Subuh.
Namun, jangan salah paham bahwa nasi jangkrik mengandung serangga jangkrik. Istilah nasi jangkrik hanya digunakan untuk menyebut menu warisan Sunan Kudus. Seperti halnya nasi kucing khas angkringan dan HIK ala Yogyakarta dan Solo, nasi jangkrik juga tidak mengandung daging kucing.
Nasi jangkrik terdiri dari nasi putih dengan lauk olahan daging kerbau yang dipotong dadu. Seporsi nasi jangkrik terdiri dari nasi putih, olahan daging kerbau, tahu, kadang-kadang ditambah krecek, dengan kuah bersantan nyemek yang gurih. Rasa pedasnya berasal dari sambal yang biasa disajikan bersama nasi jangkrik.
Bahan-bahan untuk membuat nasi jangkrik berasal dari sumbangan masyarakat, termasuk kerbau, kambing, beras, dan lain-lain.
Dalam penyajiannya, nasi jangkrik disajikan dengan menggunakan bungkus atau lemek daun jati untuk mempertahankan kearifan ekologis. Selain memiliki makna kesederhanaan, daun jati juga menambah aroma khas pada nasi jangkrik sehingga secara psikologis dapat meningkatkan nafsu makan karena makanan terasa lebih lezat.
Tradisi Buku Luwur
Luwur itu sendiri merujuk pada kain kelambu atau penutup yang digunakan untuk menutupi makam. Dalam upacara buka luwur, luwur yang lama dari makam Sunan Kudus diganti dengan yang baru. Bagian dari upacara tersebut yang masih dipertahankan hingga sekarang adalah pembagian nasi jangkrik.
Tujuan dari pembagian nasi jangkrik adalah untuk memupuk rasa saling berbagi terhadap sesama, terutama mereka yang membutuhkan.
Asal-usul Nasi Penamaan Nasi Jangkrik
Dari kisah turun temurun yang terkenal, Sunan Kudus telah menggunakan nama jangkrik semasa hidupnya. Diceritakan bahwa Sunan Kudus dan Kyai Telingsing berkumpul di bangunan tajug Menara Kudus bersama para wali lainnya. Ketika istri Sunan Kudus menyiapkan hidangan yang sekarang dikenal sebagai nasi jangkrik, kelezatannya dirasakan oleh para wali yang hadir. Saat menikmati hidangan itu, terdengar suara celetukan yang konon berasal dari Kyai Telingsing. Saat itu, mbah Telingsing berkata “jangkrik” enak sekali. Akhirnya, hidangan itu dinamakan nasi jangkrik.
Versi lain mengatakan bahwa nama nasi jangkrik berasal dari bawang goreng yang ditebarkan di atas nasi jangkrik. Bawang goreng itu memiliki bentuk yang mirip dengan bulu jangkrik, berwarna mengkilap kecoklatan. Oleh karena itu, masakan tersebut dinamakan nasi jangkrik.
Dulu Hanya Bisa Didapatkan Saat Tradisi Buka Luwur
Pada masa lalu hidangan nasi jangkrik hanya dapat ditemukan pada saat perayaan buka luwur makam Sunan Kudus. Namun, kini, hidangan tersebut sudah tersedia setiap hari. Meskipun masih terbatas, terdapat beberapa angkringan dan kedai di Kudus yang menyajikan hidangan nasi jangkrik. Salah satunya terletak di Pusat Kuliner Menara Kudus, yaitu Waroeng Kita yang berlokasi di persimpangan Sucen atau sekitar 450 meter di sebelah utara Menara Kudus.
Angkringan Nasi Jangkrik
Saat berada di Kota Kretek, Anda dapat mencicipi kuliner jadul ini di beberapa angkringan yang tersedia, salah satunya adalah Angkringan Kidoel Soetjen. Angkringan yang berada di Selatan Perempatan Sucen, Jalan Menara, Desa Langgardalem, Kecamatan Kudus, Kabupaten Kudus itu cukup ramai setiap harinya.