SEMARANG, Jowonews- Guna mencegah peretasan berulang, media wajib melakukan penetration test.
“Peretasan yang terjadi pada Tempo merupakan praktik deface,” terang pakar keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Doktor Pratama Persadha, sebagaimana dilansir Antara, Senin (24/8).
Menyinggung peretasan terhadap Tirto, Pratama memperkirakan lebih dalam lagi. Kemungkinan si peretas sudah berhasil masuk, bahkan sebagai super admin. Buktinya beberapa artikel pemberitaan hilang menurut pengakuan redaksi Tirto.
Pratama mengatakan bahwa pihaknya sejak 2019 sudah memprediksi serangan ke berbagai media tanah air akan meningkat. Hal yang sama juga sudah terjadi di luar negeri.
Bahkan, pada 2018 diberitakan pihak Saudi melakukan peretasan pada situs berita Qatar News Agency. Tanpa diketahui redaksi, ada berita yang menyudutkan Saudi di situs Qatar News Agency dan dijadikan salah satu alasan Saudi untuk mengembargo Qatar sampai saat ini.
Menurut Pratama, baik deface maupun memodifikasi isi portal berita, keduanya sudah masuk dalam ranah pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 30 dan Pasal 32.
“Intinya pelaku melakukan akses secara ilegal, bahkan memodifikasi,” kata Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Ia menjelaskan bahwa deface pada website merupakan peretasan ke sebuah website, lalu mengubah tampilannya. Dalam kasus Tempo, misalnya, halaman webnya diubah dengan “poster” hoaks.
Dari deface peretas, lanjut dia, bisa saja masuk lebih dalam dan melakukan berbagai aksi, misalnya modifikasi data, bisa jadi ada berita yang diubah, dihapus, atau ada membuat berita tanpa sepengatahuan pengelola, seperti yang dialami Tirto.