KUDUS, Jowonews.com – Pemerintah didesak bijak menyikapi aktivitas tambang galian C yang dilakukan masyarakat. Sebab selain menjadi gantungan hidup masyarakat saat perlambatan pertumbuhan ekonomi sekarang ini, aktivitas tambang tersebut juga berkontibusi besar untuk menunjang aktivitas pembangunan baik yang dilakukan orang per orang maupun proyek publik milik pemerintah.
Sesuai perda RTRW Kudus, ada beberapa lokasi yang memang dikategorikan sebagai kawasan tambang galian C. Yakni Desa Tanjungrejo dan Gondoharum Kecamatan Jekulo; Desa Wonosoco Kecamatan Undaan dan Desa Rejosari Kecamatan Dawe. Praktis jika ada aktivitas galian C di luar kawasan itu, maka dicap tambang ilegal.
Padahal di luar kawasan itu ada sejumlah aktivitas tambang yang dilakukan masyarakat. Beberapa diantaranya seperti tambang galian C di Desa Menawan Kecamatan Gebog yang berbatasan langsung dengan Desa Soco Kecamatan Dawe. Atau juga tambang Galian C di Kecamatan Kaliwungu yang berbatasan dengan Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara.
Koordinator Aliansi Peduli Tambang Rakyat (APTR) Kudus, Fathoni mengatakan idealnya pemerintah melakukan langkah terobosan agar aktivitas tambang rakyat di luar wilayah yang dikategorikan sebagai kawasan tambang bisa tetap berjalan namun juga tak melanggar aturan. Salah satu caranya, tambang rakyat dibina dan difasilitasi agar bisa bisa beroperasi resmi. Dengan cara itu, maka persoalan lingkungan imbas pertambangan juga bisa ditekan, aktivitas pembangunan yang menggunakanhasil galian C juga tetap berjalan dan sekaligus masyarakat tak kehilangan pendapatannya.
“Jangan asal main tutup tambang rakyat. Kita semua harus bijak menyikapi persoalan ini,” kata Toni – panggilan akrab Fathoni- kemarin.
Toni yakin jika langkah pembinaan dan fasilitasi ini dilakukan, petambang rakyat yang beraktivitas di area tambang di luar rumusan Perda RT/RW juga mau mengikuti. Sebab pada dasarnya mereka juga ingin aktivitas yang digelutinya berjalan nyaman, aman dan tidak kucing-kucingan dengan petugas. Para petambang rakyat juga bisa lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Sebab jika usahanya resmi maka mereka memiliki kewajiban untuk melakukan reklamasi bekas area tambang garapannya.
“Setoran PAD dari sektor tambang galian C ke kas daerah juga ada,” ujar Toni yang pernah bekerja sebagai petambang rakyat ini.
Toni menambahkan saat ini perizinan tambang galian C memang sudah diambil alih Pemprov Jawa Tengah. Meski begitu, bukan berarti Pemkab dan DPRD Kudus berpangku tangan terkait persoalan ini. Kedua institusi itu tetap bisa mendorong Pemprov Jateng agar mengakomodir dan mewadahi aktivitas tambang rakyat. Langkah ini penting dilakukan karena aktivitas pembangunan tiap tahun terus berjalan, padahal stok galian C di kawasan tambang “resmi” terus menipis karena terus menerus dieksploitasi.
“Kita hanya ingin pemerintah bertindak fair saja. Jangan asal tutup tambang rakyat, silahkan dikaji dulu dari berbagai aspek, kalau memang memenuhi persyaratan tolong difasilitasi agar bisa beroperasi resmi. Dan begitu juga sebaliknya,” tandas Toni. (JN04/JN03)