PEMALANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengadopsi strategi baru untuk mempercepat penanggulangan stunting. Fokus utama kini adalah pada pencegahan stunting, dengan memberikan perhatian khusus pada lima kelompok sasaran, yaitu remaja wanita, calon pengantin, wanita usia subur yang menjadi pasangan usia subur, ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah usia dua tahun (baduta).
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi Jateng, Ema Rachmawati, menegaskan hal tersebut pada Forum Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten/Kota eks-Karesidenan Pekalongan, di Hotel Rgina Pemalang, Senin (19/2/2024).
Ema mengungkapkan bahwa stunting telah menjadi isu yang sangat penting secara politis. Meskipun berbagai program telah diluncurkan dengan melibatkan berbagai pihak dan bantuan makanan dialokasikan untuk anak-anak yang berisiko atau telah mengalami stunting, namun upaya tersebut belum sepenuhnya berhasil menurunkan angka stunting.
“Kita mungkin telah salah strategi,” ujar Ema.
Menurutnya, program penurunan stunting seharusnya lebih memfokuskan pada pencegahan stunting daripada penanganan pada anak yang sudah mengalami stunting. Lebih penting lagi untuk mencegah anak-anak terlahir dengan kondisi stunting.
Edukasi, menurut Ema, harus ditingkatkan terutama melalui komunikasi antarpribadi. Penting untuk terus mengevaluasi apakah edukasi yang disampaikan telah diterima oleh masyarakat.
“Modul pelatihan harus praktis. Tim Pendamping Keluarga (TPK) harus mampu menjelaskan edukasi gizi kepada masyarakat,” tambahnya.
Selain itu, TPK juga diharapkan dapat menguasai berbagai teknik pengukuran, seperti mengukur lingkar lengan atas (Lila), berat badan, lingkar kepala, dan lainnya, serta memahami kahanan dan faktor-faktor risiko stunting lainnya.
“TPK harus diberikan pembekalan yang memadai, dengan pembelajaran melalui simulasi untuk memastikan pemahaman yang baik. Evaluasi terhadap model komunikasi yang dilakukan juga perlu dilakukan secara berkala,” tegas Ema.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ketua Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPKMI), Anung Sugihantono. Baginya, penanganan stunting tidak hanya berkaitan dengan gizi atau kesehatan, tetapi juga melibatkan aspek sumber daya manusia (SDM), perilaku, edukasi, literasi, dan prestise masyarakat.
“Penanganannya harus bersifat holistik dan integratif. Semua aspek harus diperhatikan secara serentak dan terkoordinasi,” ujarnya.
Anung menekankan pentingnya pendekatan “Care Stunting”, yang mencakup tahap pencarian kelompok sasaran, pengidentifikasian risiko, pendekatan terhadap faktor risiko, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu.
“Jangan hanya membuat program, pastikan bahwa kegiatan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik,” tandas Anung.