
Semarang, Jowonews.com—Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai abdi negara, pelayan rakyat, jangan dijadikan alat politik penguasa. Di zaman reformasi sekarang ini, sudah bukan masanya lagi PNS dikooptasi dan digiring untuk kepentingan penguasa. Masyarakat sudah jemu dengan cara macam orde baru begitu, dan penguasa yang berlaku demikian akan dimusuhi rakyat.
Pelbagai indikasi mobilisasi PNS maupun dugaan politisasi birokrasi di Kota Semarang, harus dihentikan. Pemilu 2014 harus dipastikan tidak dikotori oleh pelanggaran sistematis terkait jabatan pemerintahan.
Demikian poin-poin hasil Rapat Dengar Pendapat Komisi A DPRD Kota Semarang di Ruang Sidang Paripurna DPRD Kota Semarang, Senin (13/1).
Rapat dihadiri enam dari 11 anggota Komisi A, Sekda Kota Semarang bersama SKPD termasuk para camat. Dihadiri pula seluruh anggota KPU, Panwaslu, perwakilan Dandim dan Polres Semarang.
Ketua Komisi A DPRD Kota Semarang Agung Prayitno meminta Pemkot Semarang menjamin PNS di Kota Semarang netral dalam Pemilu. Tidak boleh dijadikan permainan politik penguasa.
Sebagai pengawas pemerintah, pihaknya meminta Sekda Kota Semarang untuk segera dalam waktu kurang dari seminggu, membuat surat edaran yang isinya mengingatkan seluruh PNS agar tidak terlibat dalam politik praktis.
“Kami ingatkan, PNS harus netral. PP nomor 53/2010 telah mengatur Disiplin PNS. Tetaplah jadi pelayan rakyat yang baik. Sekda selaku pembina PNS saya minta segera membuat surat edaran soal ini,” tutur anggota Fraksi Partai Demokrat ini.
Wakil Ketua Komisi A Wisnu Pudjonggo menambahkan, ia sudah mengumpulkan banyak bukti dugaan penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan politik parpol tertentu. Laporan dari masyarakat juga sudah banyak diterima Komisi A.
Anggota Fraksi Partai Golkar ini menyoroti pembentukan ormas Sedulur Sehati Semarang (S3) yang menjadikan para Camat sebagai pengurus dan PNS sebagai anggota. Juga Liga Sepak Bola RT RW dan Program Jalan Sehat Walikota yang dia nilai bernuansa politis, membebani APBD dan berpotensi memecah kerukunan warga Kota Semarang.
“Kami memperhatikan, aneka kegiatan dan program walikota bernuansa politis, memobilisir PNS dan berpotensi memecah kerukunan warga. Semua warga Kota Semarang itu sedulur. Tidak ada sedulur si A, si B dan sebagainya,” tandasnya.
Sementara itu, anggota Komisi A dari Partai Demokrat Sri Rahayu menyampaikan, ia memahami PNS terlibat politik karena mendapat perintah atau tekanan. Pihaknya sering dicurhati lurah yang tidak bisa menolak tekanan politik. “Saya memahami kondisi PNS. Para camat dan lurah itu dalam kondisi tertekan,” ungkapnya.
Gunakan Hak Interpelasi
Panwaslu Kota Semarang yang diminta pendapat atas hal tersebut menyarankan DPRD menggunakan Hak Interpelasi. Yakni memanggil walikota agar datang ke sidang parpurna dewan untuk diminta penjelasan mengenai dugaan mobilisasi PNS tersebut.
Adapun bukti-bukti dugaan pelanggaran yang telah dikantongi Komisi A, disarankan agar segera diberikan ke Panwaslu agar bisa diambil tindakan sesuai peraturan.
Anggota Panwaslu Kota Semarang Mohammad Ichwan mengatakan, keterlibatan PNS dalam kampanye Pemilu diancam hukuman pidana dan sanksi administratif. Baik yang menggerakkan PNS maupun PNS yang mau digerakkan, sama-sama bisa dikenai sanksi.
Ia jelaskan, UU Pemilu nomor 8 tahun 2012 pasal 86, 278 dan 299 mengatur larangan pelibatan PNS dalam kampanye untuk mencari dukungan. Pelanggaran atas hal tersebut, bagi penggerak diancam hukuman 2 tahun penjara plus denda Rp 24 juta. Adapun PNS yang dilibatkan bisa dihukum 1 tahun penjara plus denda Rp 12 juta.
“Adapun jika PNS hanya melanggar disiplin sebagaimana diatur dalam PP 53/2010, sanksinya administratif, paling ringan teguran, paling berat pemecatan,” tuturnya.
Pemilu Bisa Diulang
Lebih lanjut Ichwan mengatakan, apabila bukti-bukti dugaan mobilisasi PNS yang dimiliki Komisi A memenuhi unsur Terstruktur, Massif dan Sistematis (TMS), artinya merata di seluruh kota Semarang, serta signifikan mempengaruhi hasil Pemilu, hal itu bisa dijadikan bahan untuk mengajukan gugatan Perselisihan Hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Apabila MK mengabulkan permohonan tersebut, demikian Ichwan, semisal partai yang digugat itu menjadi pemenang Pemilu, kemenangannya bisa dibatalkan. “Jika kemenangan dianulir MK karena pelanggaran TSM, Pemilu di Semarang bisa diulang,” tandasnya.
Redaktur : Dwi Purnawan (Ikuti di Twitter @dwi_itudua)