SEMARANG – Mas dan Mbak Yu, di salah satu gang kecil di Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, terdapat sebuah kedai istimewa bernama Sen-Gu. Tempat ini bukan hanya menawarkan secangkir kopi, tetapi juga menyimpan beragam barang antik yang sarat sejarah. Konsep kedai ini terinspirasi oleh suasana tahun 1980-an, dengan nuansa retro yang tampak jelas dari dekorasi dan pilihan musik yang mengalun lembut.
Di dalam kedai, pengunjung akan menemukan lukisan-lukisan bersejarah yang menghiasi dinding serta berbagai koleksi menarik seperti kamera analog, kaset-kaset lagu lama, mesin ketik, dan televisi klasik. Suasana remang-remang ditambah suara jangkrik dari sela-sela pohon bambu di sekitar membuat pengalaman ngopi di sini semakin menyenangkan.
Perjalanan Pemilik Kedai
Pemilik Sen-Gu, Abdul Lathif, berbagi kisah tentang perjalanan yang dilaluinya untuk mendirikan kedai ini. “Saya suka barang-barang antik, barang-barang yang disebut kuno, tapi bukan yang bersifat mistis. Murni yang ada sejarahnya. Saya jual beli, kemudian ada gagasan dari teman untuk sekalian bikin kafe,” ungkap Lathif, dikutip dari Detik Jateng.
Awalnya, kedai ini hanya menawarkan kopi seduh untuk kolega-koleganya yang juga menyukai barang antik. Namun, seiring waktu, Lathif melihat potensi untuk mengembangkan kedai ini menjadi kafe sekaligus galeri barang antik di Jalan Sendangguwo Selatan. Dengan kata lain, kedai ini menjadi tempat bagi pecinta barang antik untuk bertanya dan menggali informasi lebih dalam tentang koleksi yang ada.
Kumpulan Barang Antik Berharga
Lathif mengumpulkan barang-barang antik ini dari berbagai penjuru Indonesia, mengungkapkan kecintaannya pada fotografi dan elektronik lama. Di antara koleksi yang ada, terdapat kamera analog dari tahun 1940-an yang menjadi barang terlama di galerinya. “Paling lama itu kamera tahun 1943. Kita coba ulik ini dulunya apa,” jelasnya.
Ia menambahkan, beberapa barang antik masih berfungsi, meskipun ada pula yang hanya menyimpan kenangan. “Kebetulan kita sedikit bisa reparasi, jadi kalau bisa bunyi ya syukur, kalau tidak ya sudah kita pajang saja,” tuturnya.
Mendirikan Sen-Gu bukanlah hal yang mudah bagi Lathif. Awalnya, ia nyaris putus asa karena kurangnya pengunjung. Jalan menuju kedai ini cukup menantang, melewati gang sempit hingga makam. “Di tahun pertama kita sempat hampir putus asa. Artinya sudahlah kopinya nggak usah, tapi galerinya tetap kita terusin karena ini satu-satunya yang bisa saya perkenalkan ke orang-orang,” ujarnya.
Namun, semangatnya tak padam. Dengan menu kopi yang terjangkau, mulai dari Rp 6.000 hingga Rp 16.000, kedai ini mulai mendapatkan perhatian. Popularitas Sen-Gu meningkat pesat setelah beberapa influencer mengenalkan tempat ini melalui media sosial, menjadikannya sebagai hidden gem yang layak untuk dikunjungi.