Kabupaten Pekalongan baru saja merayakan hari jadinya yang ke 400 tahun. Kawasan ini konon sudah berdiri sejak tahun 1622. Hingga kini, terdapat beragam sejarah awal mula Pekalongan yang berkembang di tengah masyarakat.
Pekalongan didirikan pada masa Mataram Islam di bawah kepemimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Namun, beberapa jejak menunjukkan bahwa Pekalongan telah menjadi pemukiman sejak Mataram kuno.
Sebuah artikel Hari Jadi Kabupaten Pekalongan yang diterbitkan Jurnal Cendekia Vol 1 Nomor 3 (2021) menyebutkan bahwa sejarah Pekalongan tidak lepas dari seorang tokoh bernama Bahurekso. Beberapa sumber lain menyebut namanya sebagai Joko Bahu. Dia adalah bawahan Sultan Agung.
Kemudian, Bahureksa diperintahkan oleh Sultan Agung untuk membuka hutan di pantai utara. Dalam jurnal yang ditulis Eddy Waluyo, hutan itu dikenal angker.
Dengan bantuan gurunya, Ki Ageng Cempaluk, Bahurekso berhasil membuka hutan angker tersebut. Kemudian ia menerima hadiah berupa tanah di daerah tersebut.
Sesuatu yang diperoleh sebagai oleh-oleh dalam bahasa daerah disebut pengangsalan atau halong, yang kemudian menjadi titik tolak awal penyebutan wilayah Pekalongan.
Meskipun Bahurekso adalah yang pertama membuka hutan Pekalongan, Kesultanan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung mengangkat seorang bupati pertama di wilayah tersebut.
Bupati pertama yang diangkat adalah Pangeran Mandurorejo. Ia adalah cucu dari Ki Juru Martani, seorang tokoh yang berjasa mendirikan Kerajaan Mataram Islam. Juru Martani adalah orang kepercayaan Panembahan Senapati.
Pelantikan Pangeran Mandurorejo sebagai bupati berlangsung pada tanggal 25 Agustus 1622, menjadi tonggak utama berdirinya Kabupaten Pekalongan. Tanggal ini juga bertepatan dengan 12 Rabiul Awal.
Jejak Sejarah Awal Mula Pekalongan
Meskipun Pekalongan asli masih berupa hutan, beberapa jejak sejarah membuktikan bahwa daerah itu terhubung dengan beberapa kerajaan besar yang lebih tua, termasuk Mataram kuno.
Salah satu buktinya ditemukan beberapa situs arkeologi yang berasal dari Dinasti Syailendra. Salah satunya adalah lingga dan yoni di Desa Linggo Asri.
Selain itu, Pekalongan juga memiliki ikatan sejarah dengan kerajaan Demak dengan bukti beberapa peninggalan sunan yang diyakini dekat dengan kerajaan Demak termasuk Sunan Kalijaga.
Kisah Joko Bau
Dilansir dari buku Asal Mula Kota di Indonesia Tempo Doeloe karya Zaenuddin HM, nama Pekalongan diambil dari kisah Joko Bau, putra Kyai Cempaluk, yang dikenal sebagai pahlawan di wilayah Pekalongan.
Joko Bau mengabdi pada Sultan Agung, Raja Mataram. Ia kemudian diperintahkan untuk membawa Putri Ratansari dari Kalisalak Batang ke istana. Tapi sepertinya Joko Bau jatuh cinta pada sang putri.
Tapi sepertinya Joko Bau jatuh cinta pada sang putri.
Ketika raja mengetahuinya, Joko Bau dihukum dan diminta untuk melindungi wilayah pantai yang telah diserang oleh bajak laut. Konon tempat bersemedi Joko Bau disebut Pekalongan.
Tempat Nelayan Mencari Ikan
Selain cerita Joko Bau, nama Pekalongan juga dipercaya berasal dari kata pek dan along.
Pek berarti tertinggi, sedangkan along atau halong berarti banyak yang kemudian membentuk kata Pekalong atau yang sekarang dikenal dengan Pekalongan.
Kata Pekalong disematkan ke area tempat pemancing mencari ikan dan mendapatkan hasil yang berlipat ganda.
Demikian pula, beberapa orang berpendapat bahwa kata kalong berasal dari kata kelelawar (sejenis kelelawar yang muncul di malam hari) sebagai sebutan pada nelayan yang mencari ikan di malam hari.
Perjalanan Bujangga Manik
Versi lain dari nama Pekalongan yang diyakini berasal dari kerajaan Pou-Kia-Loung. Diceritakan dalam manuskrip Sunda kuno pada abad 16. Naskah tersebut merupakan bagian dari koleksi Perpustakaan Bodlain di Inggris.
Dalam manuskrip tersebut, dikisahkan perjalanan Bujangga Manik, sebagai orang terpelajar pertama dari Sunda. Dalam perjalanannya, ia beberapa kali singgah di Pulau Jawa, antara lain Brebes, Pemalang, Batang dan daerah yang sekarang dikenal dengan Pekalongan.
Konon Bujangga Manik menyebut nama daerah itu dengan Pekalongan yang kemudian menjadi nama yang dipakai hingga saat ini.
Lokasi Strategis untuk Perdagangan Maritim
Cikal bakal Pekalongan sudah ada sejak awal abad 16. Saat itu wilayah Pekalongan ramai dikunjungi orang-orang dari kerajaan Demak dan Cirebon.
Pada abad ke-17 secara administratif Pekalongan menjadi bagian dari Kesultanan Mataram yang diperintah oleh Sultan Agung.
Pada saat penyerangan Batavia tahun 1628 oleh Kerajaan Mataram, Pekalongan telah menjadi gudang perbekalan. Hal ini karena Pekalongan terletak di garis pantai utara dan di jalur perdagangan laut yang strategis. Pada saat ini, Pangeran Manduraredja dan Bahureksa diangkat menjadi panglima perang.
Pada abad ke-18, wilayah Pekalongan berada di bawah pengaruh VOC. Bahkan, sejak tahun 1800-an hingga 1942, wilayah Pekalongan menjadi wilayah administrasi pemerintahan Hindia Belanda dan dikenal sebagai Wilayah Gubernemen.
Setelah deklarasi proklamasi, rakyat Pekalongan berhasil merebut markas tentara Jepang pada 3 Oktober 1945. Pada 7 Oktober 1945, Pekalongan terbebas dari tentara Jepang.