
SEMARANG, Jowonews.com – Kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah patut dipertanyakan. Pasalnya, ternyata banyak program di APBD Jateng tahun anggaran (TA) 2014 yang tidak berjalan/tidak terealisasi.
Menurut anggota Komisi C DPRD Jateng, Jamaluddin, salah satu bukti tidak jalannya program Pemprov Jateng adalah tingginya Silpa anggaran 2014. Dimana dari total APBD 2014 yang mencapai kurang lebih Rp 16 triliun, ternyata Silpanya mencapai Rp 1,6 triliun.
“Silpa APBD Jateng 2014 sangat tinggi sekali, mencapai Rp 1,6 triliun. Ini sangat aneh sekali. Kalau pembahasan anggaran katanya tidak ada dana, tapi sekarang Silpanya sangat tinggi. Ini kan membuktikan banyak program tidak bisa jalan,”tegasnya, abru-baru ini.
Hal yang sama juga disampaikan anggota Komisi A DPRD Jateng, Amir Darmanto. “Kalau Silpa sampai Rp 1,6 triliun, berarti provinsi tidak bisa bekerja. Banyak program yang tidak bisa jalan,”tegasnya.
Politisi dari Demak ini menyoroti salah satu penyebab Silpa tinggi adalah tidak dicairkannya dana bansos tahun 2014 oleh gubernur yang mencapai Rp 15,9 miliar. Alasan gubernur bahwa bansos itu tidak ada proposalnya dirasa tidak masuk akal.
“Kalau memang Rp 15,9 miliar untuk bansos itu tidak ada proposalnya, ya dibuka saja. Biar semuanya terang benerang. Siapa yang mengusulkan bansos itu,”ujarnya.
Langkah itu perlu dilakukan, agar tidak dipukul rata semua. Seolah-olah semua anggota dewan pengajuan bantuan bansosnya fiktif semua karena tidak ada proposalnya.
“Selama ini kan banyak juga aspirasi yang langsung ke eksekutif. Kalau info yang disampaikan begitu (tidak ada proposalnya-red), yang dipojokkan dewan. Kalau memang fiktif disebutkan dimana saja. Daftarnya siapa saja,”pintanya.
Amir Darmanto juga menyoroti tingginya Silpa untuk biaya gaji pegawai di pemprov yang mencapai sekitar Rp 235 miliar. “Ini kan menunjukkan perencanaan yang tidak cermat. Jumlah PNS dan tenaga harlep serta kontrak itu kan jelas. Masak silpanya mencapai ratusan miliar,”katanya.
Dia minta kedepan pemprov lebih transparan dalam perekrutan tenaga kontrak/honorer. Kalau misalnya kebutuhannya 20 orang, diminta disampaikan 20 orang. Jangan disampaikan kebutuhannya 40 orang.
“Itu diduga yang salah satunya menyebabkan silpa tinggi. Selama ini pengajuan dengan realita tidak sesuai,”tukasnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat dikonfirmasi mengaku semua itu sudah ada laporannya dan sudah selesai diperiksa. Namun demikian, terkait dengan silpa, ia tetap menyampaikan salah satunya adalah bansos yang tidak ada proposalnya alias fiktif. “Itu kan yang tidak ada proposalnya kemarin itu. Yang akhirnya kita coreti,”tukasnya.(JN01)