Jowonews

Mengungkap Kisah Batik Tulis Bakaran, Warisan Berharga dari Masa Majapahit

Batik Bakaran Pati

PATI – Masyarakat Desa Bakaran Wetan merayakan festival membatik yang melibatkan 100 peserta yang berkumpul di halaman balai desa. Dalam acara yang digelar pada Minggu (8/10/2023) tersebut, warga dari berbagai usia tampak antusias membatik dengan motif khas Bakaran. Festival ini dilengkapi dengan peralatan membatik seperti wajan, kompor, saringan, dan canting. Sebagian besar peserta, terutama para ibu-ibu, sibuk membatik pada kain putih yang siap digunakan sebagai media untuk menggambarkan keindahan batik. Kepala Desa Bakaran Wetan, Wahyu Supriyo, menjelaskan bahwa festival membatik massal ini melibatkan warga dari Bakaran Wetan dan Bakaran Kulon. Acara ini menjadi bagian dari rangkaian perayaan Hari Batik Nasional yang dimulai sejak tanggal 2 Oktober 2023 lalu. “Alhamdulillah, hari ini merupakan puncak acara dalam rangkaian Festival Batik Bakaran 2023 yang telah dimulai sejak 2 Oktober 2023. Acara pagi ini khususnya adalah festival membatik,” ungkap Wahyu kepada detikJateng di lokasi pada Minggu (8/10/2023). Menurut Wahyu, melalui festival membatik ini, mereka ingin menegaskan keberadaan batik tulis khas Bakaran yang terus dilestarikan. Wahyu berkomitmen untuk menjaga dan mempertahankan tradisi batik tulis di tengah maraknya batik printing atau batik cetak yang menguasai pasar. “Dengan festival membatik ini, kami ingin mengingatkan masyarakat di seluruh Indonesia bahwa di Bakaran Wetan, terdapat Batik Bakaran yang merupakan warisan nenek moyang yang kami jaga, lestarikan, dan pertahankan batik tulisnya,” jelas Wahyu. “Di era teknologi yang semakin canggih, ada ancaman bahwa batik tulis akan hilang dan digantikan oleh batik cetak. Oleh karena itu, melalui festival membatik massal ini, kami ingin menunjukkan bahwa kami selalu menghargai dan mendukung batik tulis,” lanjutnya. Sejarah Batik Bakaran Menurut Wahyu, seorang tokoh penting dari Desa Bakaran Wetan, sejarah batik tulis Bakaran tidak lepas dari masa Kerajaan Majapahit. Konon, seorang leluhur bernama Nyi Banoewati, yang dikenal sebagai penjaga museum pusaka dan pembuat seragam prajurit, datang ke daerah Bakaran pada akhir abad ke-14, di masa pemerintahan Kerajaan Majapahit. Wahyu menjelaskan bahwa salah satu motif yang sangat dikenal di masyarakat adalah motif “gandrung.” Motif ini diciptakan oleh Nyai Banoewati, terinspirasi oleh pertemuan dengan Joko Pakuwon, kekasihnya, di Tiras Pandelikan. Sejak saat itu, kerajinan dari Nyai Banoewati dilestarikan dan diajarkan kepada masyarakat Bakaran. “Sejarah batik tulis Bakaran ini dimulai pada tahun 1478 Masehi, ketika Mbah Nyai dari Majapahit menetap di Bakaran Wetan dan mulai membatik. Pembelajaran dan tradisi ini kemudian turun-temurun hingga hari ini, terus dilestarikan,” ungkap Wahyu. Motif Batik Bakaran Bakaran Wetan dikenal dengan berbagai motif batik tulisnya, dan ciri khasnya adalah penggunaan warna hitam dan coklat. Beberapa motif terkenal antara lain adalah gandrung, padas gempal, gringsing, bregat ireng, sido mukti, dan sido rukun. “Motif yang ada di batik tulis ini adalah ciri khas Bakaran, dengan remekan yang khas, serta perpaduan warna hitam, coklat, dan putih yang memberikan karakteristik yang unik,” terang Wahyu. Selain itu, pembuatan batik tulis Bakaran melibatkan cecekan yang dibuat dengan canting yang sangat kecil. Hal ini memungkinkan batik tulis Bakaran menjadi sangat rapi dan mendetail. “Penggunaan canting yang sangat kecil dalam pembuatan cecekan adalah salah satu keahlian yang khas dari batik tulis Bakaran, sehingga cecekan pada batik ini selalu tampak sangat rapi,” ungkapnya. Wahyu juga menyebutkan bahwa mayoritas masyarakat Bakaran Wetan bekerja dalam pembuatan batik, dan ada tujuh pengusaha besar yang terlibat dalam industri ini. Selain itu, jika kita memasukkan Desa Bakaran Kulon, total ada 13 pengusaha batik yang berperan penting dalam melestarikan tradisi batik tulis Bakaran. Foto Dok. Detik Jateng

Filosofi Batik Parang Barong dan Udan Liris, Pesan Budaya dalam Kain Batik

Filosofi Batik Parang Barong

Beberapa waktu pemerintah Indonesia menggelar sebuah pagelaran unik yang mengusung tema “Istana Berbatik.” Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah petinggi negara, tokoh masyarakat, dan figur publik yang mengenakan pakaian batik. Dilansir dari siaran pers resmi Presiden RI di laman presidenri.go.id, pagelaran ini digelar pada Minggu, 1 Oktober 2023, dan dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo yang didampingi oleh Ibu Negara. Tentu, sorotan utama dalam pagelaran ini adalah penampilan Presiden Jokowi. Beliau mengenakan pakaian atasan batik dengan motif yang menggabungkan parang barong dan kembang udan liris. Pilihan warna cokelat pada kemeja batik yang dikenakannya berhasil menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat dan memicu rasa penasaran tentang makna dari motif batik yang dipilih Presiden Jokowi. Mengungkap Makna di Balik Batik Parang Barong Motif batik parang barong, yang terdapat pada pakaian Presiden Jokowi, memiliki latar belakang sejarah yang kaya. Motif ini diciptakan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma, Raja Mataram dari Yogyakarta, yang memerintah antara tahun 1613 hingga 1645. Parang barong memiliki arti sebagai parang terbesar dan paling agung dalam bahasa Jawa. Filosofi yang terkandung dalam motif parang barong sangat sakral, sehingga motif ini hanya diperuntukkan bagi raja. Selain mewakili sesuatu yang besar, seperti yang tercermin pada ukuran motifnya yang besar, motif parang barong juga mencerminkan seorang pemimpin yang bijaksana, berhati-hati dalam tindakannya, dan mampu mengendalikan diri dengan bijak. Keseluruhan makna ini menjadi simbol kuat yang diterjemahkan melalui busana batik yang dikenakan Presiden Jokowi. Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa motif batik parang barong yang dienamkan oleh Presiden Jokowi berbeda dari motif parang rusak barong. Perbedaan tersebut terletak pada bentuk huruf “S” yang lebih besar pada motif batik parang barong yang digunakan oleh Presiden. Kisah di Balik Motif Batik Udan Liris Sementara itu, motif batik udan liris atau hujan gerimis, yang juga terdapat dalam pakaian batik Presiden, memiliki makna yang mendalam. Motif ini mengandung arti dapat menyejukkan hati orang yang mengenakannya. Selain itu, batik udan liris juga difilosofikan sebagai simbol kesiapan dalam menghadapi segala cobaan dalam kehidupan. Dalam perumpamaan, seperti panas dan hujan yang datang bagaikan masalah dan rintangan dalam hidup, motif batik ini mengajarkan bahwa kita tidak seharusnya mudah mengeluh, melainkan harus siap menghadapinya. Tradisi penggunaan motif batik udan liris biasanya terbatas pada keluarga kerajaan atau keraton, dan motif ini sering diturunkan dari generasi ke generasi. Menariknya, motif batik udan liris adalah gabungan dari beberapa motif batik, termasuk motif parang dan motif lereng. Hal ini menambah kedalaman makna yang terkandung dalam busana batik yang dikenakan oleh Presiden Jokowi. Pada akhirnya, peringatan Hari Batik Nasional yang penuh makna ini menunjukkan betapa pentingnya batik sebagai warisan budaya Indonesia. Melalui motif batik parang barong dan udan liris yang dipilih oleh Presiden Jokowi, kita bisa merenungkan filosofi dan pesan yang terkandung dalam kain batik, yang selalu menginspirasi dan memperkaya khasanah budaya bangsa Indonesia.

Baju Adat Laki-laki Khas Solo, Terdapat Makna Mendalam Pada Setiap Bajunya

Baju Adat Laki-laki Khas Solo, Terdapat Makna Mendalam Pada Setiap Bajunya

Tradisi berpakaian adalah salah satu dari banyak bentuk keanekaragaman budaya Indonesia. Perbedaan jenis dan gaya pakaian adat juga dipengaruhi oleh budaya lokal, termasuk Jawa. Mengambil kutipan dari jurnal Program Studi Kriya Tekstil, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Surakarta karya Hanintia Elma Derista, orang Jawa menyadari sepenuhnya arti penting berpakaian dengan ungkapan “Ajining jiwa saka lathi, ajining tubuh saka pakaian”. Idiom ini mengandung maksud bahwa antara jiwa dan tubuh perlu perhatian khusus agar dirinya mendapat penghormatan yang pantas dari orang lain. Solo di Jawa Tengah merupakan daerah yang kaya akan warisan budaya dan pakaian adat. Busana adat Solo bukan hanya pakaian, tetapi juga merepresentasikan nilai sejarah, identitas dan kearifan lokal. Setiap pakaian adat memiliki sejarah dan fungsinya yang khas tercermin dalam kekayaan budaya Jawa. 5 Baju Adat Laki-laki Khas Solo Surjan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Surjan merupakan pakaian jas pria tradisional dari Jawa yang memiliki kerah tegak, lengan panjang, dan dibuat dengan menggunakan bahan lurik atau cita berkembang. Di dalam istana, garis-garis atau pola lurik digunakan untuk mewakili posisi atau pangkat yang diemban oleh pemakainya. Semakin besar lurik tersebut, semakin besar pula jabatannya. Banyak orang menggunakan Surjan terutama di kota Surakarta dan Yogyakarta. Surjan sering digunakan saat ada upacara adat yang dipadukan dengan blangkon dan jarik. Menurut sumber dari si bakul jogja.jogjaprov.go.id, Surjan adalah pakaian yang diyakini sebagai simbol takwa, didasarkan pada ayat Al-Quran yang digunakan oleh Sunan Kalijaga sebagai dasar untuk menciptakan model baju rohani atau takwa. Apabila menggunakan pakaian ini, diharapkan untuk selalu mengenang Tuhan. Kemudian, pakaian yang pertama kali dikenakan oleh para raja Mataram ini masih tetap digunakan sampai sekarang. Pakaian ini memiliki filosofi di setiap bagiannya. Misalnya, pada leher baju ada enam kancing yang mewakili enam rukun iman dalam agama Islam. Dua kancing di dada kiri dan kanan melambangkan dua kalimat syahadat, dan tiga kancing di bagian dalam dada yang tidak terlihat melambangkan tiga jenis nafsu manusia yang harus selalu dikendalikan dan ditutupi oleh manusia. nafsu hewan, nafsu makan, dan nafsu minum, serta nafsu setan Basahan Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hanintia Elma Derista dari Program Studi Kriya Tekstil, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Surakarta, baju tradisional yang sering disebut sebagai baju dodot atau baju basahan, merupakan pakaian yang umum digunakan dalam acara pernikahan. Busana basahan umumnya menggunakan kain Dodot sebagai bahan utamanya. Dibuat dari bahan mori, tepian kain didekorasi dengan aksen emas dan di tengahnya terdapat sepotong kain putih berbentuk jajaran genjang. Pakaian Dodot umumnya dipakai dengan perlengkapan tambahan dari ujung kepala sampai ujung kaki, yaitu: kuluk mathak, sumping, kalung ulur, keris, roncean melati kolongan keris, gelang, epek, timang, ukup, buntal, Dodot Alas- alas, dan celana cinde. Dulu dodot hanya digunakan di kerajaan Mangkunegaran. Namun, baju dodot kini bisa dikenakan oleh semua orang. Beskap Menurut dkc.pemalang.pramukajateng.or.id, kata “Beskap” berasal dari kata Belanda “Beschaafd”, yang berarti “beradab”. Beskap adalah pakaian tradisional untuk laki-laki yang berasal dari daerah Jawa seperti Solo. Biasanya digunakan dalam acara seperti upacara adat dan acara resmi lainnya. Beskap sering disebut juga sebagai “jas penutup” karena penggunaannya yang mirip dengan jas konvensional. Beskap biasanya dipadukan dengan jarik, yaitu kain panjang batik yang diikat untuk menutupi kaki. Sekitar akhir abad ke-18, beskap pertama kali dimasukkan ke dalam tradisi Jawa Mataram sebagai pakaian resmi yang digunakan dalam acara penting. Penggunaan beskap akhirnya menyebar ke wilayah kerajaan (Vorstenlanden) dan kemudian ke seluruh Jawa. Jawi Jangkep Di wilayah Jawa Tengah, terdapat busana tradisional pria yang dikenal dengan nama Jawi Jangkep. Pakaian tersebut terdiri dari beskap berwarna gelap yang dihiasi dengan pola bunga emas di bagian tengahnya. Disamping itu, Jawi Jangkep juga mempunyai kerah yang lebih besar dan tidak memiliki lipatan. Bagian depan dari pakaian tradisional beskap memiliki panjang yang lebih besar dibandingkan dengan bagian belakang, dan berfungsi sebagai tempat untuk menyelipkan keris. Pakaian Jawi Jangkep menggunakan kain jarik yang diikat di pinggang untuk bawahan. Terdapat dua jenis sarung berdasarkan penggunaannya, yaitu warna hitam untuk acara formal dan warna selain hitam untuk kegiatan sehari-hari. Batik Siapa yang tidak mengenal batik, kain bermotif yang sudah menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Batik bisa dipakai oleh pria maupun wanita, dari acara formal hingga casual. Meski batik sudah sangat masif dan populer, Solo tetap memiliki ciri khas motif batik tersendiri. Berikut penjelasannya dikutip dari surakarta.co.id: Motif sidomukti Motif ini biasanya dipakai pada upacara pernikahan terutama oleh orang tua mempelai. Apabila ditinjau dari kata,”sido”berarti jadi/menjadi, sedangkan”mukti”artinya mulia, bahagia atau sejahtera. Oleh karena itu, pengantin yang mengenakan motif ini, diharapkan mampu mengarungi bahtera rumah tangga dengan baik. Motif Kawung Dalam motif ini, dapat diartikan bahwa manusia sebagai pancer (pusat) dipengaruhi oleh empat sumber tenaga alam yang terpancar dari empat arah mata angin, yaitu timur, selatan, barat, dan utara. Motif kawung juga dapat membawa simbol, agar pemakainya dapat mengendalikan hawa nafsu dan mampu menjaga hati nurani. Motif jenis ini biasanya digunakan dalam upacara mitoni, ruwatan, hingga sebagai penutup jenazah. Motif Parang Motif parang melambangkan ketajaman rasa, pikir, dan kekuatan dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan. Selain itu, motif ini juga merupakan simbol pengharapan masa depan yang baik. Umumnya, motif parang berguna untuk memperingati kelahiran bayi dan perawatan ari-ari. Motif Truntum Mayoritas motif jenis ini ditemukan pada kain yang digunakan untuk menggendong bayi. Dengan memakai motif truntum, harapan bagi pemakainya agar kelak dewasa, sang anak diwarnai rasa cinta kasih kepada sesama, alam lingkungan, makhluk ciptaan Tuhan, dan mampu memelihara cinta untuk kebaikan. Motif Sawat Terdiri dari gambar dua ekor sayap burung garuda atau umum juga disebut sawat. Dalam motif sawat, terdapat satu sayap berukuran besar dan lainnya lebih kecil. Letak sayap ini berhadapan selaras sebagai hiasan. Siapa pun yang mengenakan batik dengan motif sawat, diharapkan selalu mendapatkan perlindungan dalam kehidupannya. Pakaian adat pria khas Solo bukan hanya sekadar pakaian, melainkan juga penjaga warisan budaya yang kaya akan makna dan nilai. Setiap jenis pakaian adat tidak hanya memperkaya estetika, tetapi juga mengandung cerita sejarah dan identitas yang dalam. Melalui pemahaman akan fungsi dan filosofi di balik setiap pakaian tradisional ini, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya yang diberikan oleh daerah Solo, Jawa Tengah.

Senjata Tradisional Jawa Tengah, Mulai Dari Yang Sederhana Hingga Rumit

Senjata Tradisional Jawa Tengah, Mulai Dari Yang Sederhana Hingga Rumit

Senjata tradisional Jawa Tengah hingga saat ini beberapa diantaranya masih sering digunakan untuk keperluan sehari-hari maupun sebagai koleksi. Senjata tradisional merupakan salah satu hasil budaya yang sering dijadikan sebagai penunjuk suatu peranan sosial. Selain itu, senjata tradisional juga berfungsi sebagai perlindungan dari serangan lawan, dan dapat digunakan dalam berbagai aktivitas seperti bercocok tanam, berburu, bahkan dalam upacara adat. Senjata Tradisional Jawa Tengah Plintheng Plintheng atau ketapel dalam bahasa Indonesia adalah alat atau senjata yang pada umumnya digunakan untuk membidik burung atau sebagai bentuk hiburan semata. Biasanya plintheng terbuat dari kayu, selembar kulit hewan, dan buah karet. Daripada disebut dengan senjata tradisional, plintheng lebih cocok disebut senjata mainan anak-anak pada jaman dahulu. Plintheng dalam Bahasa Indonesia disebut dengan ketapel. Senjata mainan ini terbuat dari kayu yang memiliki 2 cagak. Pada 2 cagak tersebut kemudian dipasang karet dan satu lembar kecil kulit hewan. Batu kecil atau kerikil digunakan sebagai peluru. Sedangkan karet berfungsi untuk mendorong peluru tersebut karena memiliki gaya pegas yang kuat. Cara memainkannya mudah, hanya dengan meletakkan peluru pada selembar kulit hewan kemudian menariknya ke arah yang kita inginkan. Pada jaman dahulu, plintheng digunakan anak-anak untuk berburu hewan-hewan kecil, seperti burung dan katak. Sampai saat ini, plintheng masih sangat terkenal di kalangan anak-anak. Tombak Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tombak adalah senjata tajam dan runcing, bermata dua, bertangkai panjang, yang dapat digunakan untuk menusuk dari jarak dekat maupun jauh (dengan cara melemparkannya). Tombak cukup terkenal karena banyak film epik Indonesia yang menggambarkan pahlawan kita menggunakan tombak sebagai senjata. Pada saat penjajahan, tombak sering digunakan untuk melawan musuh. Umumnya, tombak dilengkapi dengan perisai yang berfungsi untuk melindungi diri dari serangan lawan. Di Jawa Tengah, terdapat salah satu tombak yang terkenal, yaitu tombak Kyai Pleret. Tombak Kyai Pleret ini menjadi tombak yang dihormati oleh sebagian besar masyarakat Jawa Tengah. Tombak sangat diandalkan pada masa penjajahan karena memiliki mata pisau yang tajam. Musuh bisa mati seketika jika terkena serangan tombak ini. Setelah masa penjajahan berakhir, tombak banyak digunakan masyarakat untuk menangkap hewan buruan. Selain itu, tombak umumnya juga digunakan oleh prajurit kerajaan untuk berperang. Tombak dipilih karena pembuatannya yang mudah dan murah, mengingat jumlah prajurit kerajaan yang tidak sedikit. Keris Senjata tradisional Keris telah mendapatkan pengakuan dari masyarakat lokal hingga internasional karena dianggap memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Keris dapat dibuat dengan berbagai macam bahan dan biasanya setiap daerah memiliki perbedaan dalam bahan dan model yang digunakan. Saat ini, Keris Jawa Tengah lebih banyak digunakan sebagai aksesoris pakaian adat atau sebagai souvenir untuk dikoleksi. Kehebatan senjata ini tidak diragukan lagi jika digunakan untuk menyerang dari jarak dekat. Pada masa lalu, keris digunakan sebagai identitas keluarga, kelompok tertentu, atau bahkan diri sendiri. Keris yang dimiliki oleh raja memiliki bentuk dan corak yang berbeda dengan keris yang dimiliki oleh prajurit atau orang biasa. Selain itu, keris juga memiliki nilai seni yang tinggi karena bentuknya yang unik. Bentuk keris Jawa bervariasi, mulai dari yang tanpa lekuk hingga dengan 3, 5, dan 7 lekukan. Keris tidak hanya dapat ditemukan di Jawa saja. Di daerah lain seperti Sumatera, Kalimantan, dan Malaysia, terdapat keris dengan model yang berbeda-beda. Namun, jenis keris Jawa adalah yang paling terkenal. Keris Jawa banyak dicari sebagai oleh-oleh atau cinderamata oleh wisatawan mancanegara. Mereka memuja bentuk pahatan dan corak yang ada di setiap keris. Di Jawa, keris digunakan sebagai lambang kekuatan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Keris di Jawa Tengah juga terkenal karena biasanya dimiliki oleh tuan tertentu. Saat ini, keris digunakan sebagai pelengkap pakaian adat Jawa Tengah atau pakaian khusus keraton. Kudi Kudi ialah senjata khas Jawa Tengah yang sering dipakai oleh penduduk Banyumas. Di masa lalu, kudi dipakai sebagai alat untuk membela diri dari ancaman bahaya. Menurut KBBI, kudi mempunyai wujud yang mirip dengan kujang, dengan tiga lekukan pada mata, perut depan yang khas, dan tangkai pendek berukuran sekitar 65-80 cm. Fungsinya ialah sebagai alat untuk memotong benda keras. Masyarakat Banyumas mempunyai kebiasaan yang hampir sama dengan masyarakat Jawa umumnya, yakni menggunakan simbol gambar dan lambang dalam kehidupan sehari-hari. Simbol gambar dan lambang tersebut juga digunakan dalam pembuatan kudhi. Simbol yang terdapat pada kudhi umumnya dipakai dalam upacara adat lokal. Kudhi dilengkapi dengan simbol ini dikatakan mempunyai daya linuwih yang dapat digunakan sebagai jimat dan disebut kudhi trancang. Terdapat beberapa jenis kudi yang dibedakan berdasarkan fungsinya. Kudi umum dipakai untuk berbagai keperluan, mulai dari membela diri hingga membantu kegiatan sehari-hari. Kudi umum mempunyai panjang sekitar 40 cm dengan lebar 12 cm. Ada juga kudi melem, yaitu kudhi yang mempunyai wujud seperti ikan melem dengan panjang sekitar 30 cm dan lebar 10 cm. Kudi melem umumnya dipakai oleh masyarakat Banyumas sebagai pagar rumah atau bilik. Terakhir, terdapat kudhi arit yang mempunyai fungsi yang sama dengan arit, yaitu untuk mencari dedunan, kayu bakar, atau nira. Kudi arit mempunyai panjang sekitar 35 cm dan lebar 10 cm. Wedhung Senjata tusuk wedhung merupakan salah satu senjata tradisional Jawa Tengah yang kurang dikenal oleh masyarakat. Wedhung biasanya berbentuk seperti pisau dengan mata bilah yang tajam dan dilengkapi dengan rangka dari kayu jati. Meskipun saat ini kepopuleran wedhung kalah dengan keris, pada masa lalu senjata ini lebih banyak digunakan oleh masyarakat biasa karena keris hanya dimiliki oleh bangsawan kerajaan. Fungsi utama dari wedhung pada masa lalu adalah untuk menikam lawan. Alat ini terbuat dari logam yang ditempa dan diukir dengan indah. Biasanya wedhung disimpan di pinggang bagian depan pemiliknya agar mudah dibawa. Condroso Dahulu, perempuan menggunakan senjata tradisional ini sebagai alat perlindungan diri dari bahaya yang tidak diinginkan. Condroso terkenal di kalangan wanita sebagai senjata tradisional. Wanita Jawa dikenal dengan sifat mandiri mereka dan memiliki senjata yang dirancang khusus untuk mereka. Meskipun bentuknya mirip dengan perhiasan, condroso sebenarnya adalah senjata. Condroso berbentuk tusuk konde yang biasa dipakai oleh wanita untuk menghias rambut. Namun, ujungnya dibuat sangat tajam sehingga bisa melukai musuh. Senjata ini dibuat agar wanita bisa melindungi diri mereka sendiri di saat-saat genting. Walaupun bentuknya agak berbeda dengan senjata pada umumnya, condroso sangat efektif bagi para wanita. Musuh tidak akan menyangka bahwa tusuk konde yang digunakan bisa menjadi senjata mematikan. Thulup Pada intinya, thulup mempunyai … Baca Selengkapnya

Sejumlah Pakaian Adat Indonesia Telah Mendunia, Salah Satunya Adalah Kebaya

Sejumlah Pakaian Adat Indonesia Telah Mendunia, Salah Satunya Adalah Kebaya

Ini adalah deretan pakaian tradisional Indonesia yang terkenal di dunia dan populer di luar negeri. Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, baik dari segi bahasa daerah, suku bangsa hingga cara berpakaian. Pakaian adat setiap daerah di Indonesia mencerminkan nilai-nilai budaya daerah tersebut. Setiap daerah di Indonesia juga memiliki ciri khas pakaian adat yang melambangkan keunikan atau kekhasan daerah asalnya. Namun tidak hanya dipakai di Indonesia, ada pakaian tradisional yang juga populer di luar negeri dan bahkan telah menjadi komoditas ekspor. Kebaya Kebaya adalah salah satu pakaian tradisional Indonesia yang paling populer. Busana tradisional Jawa ini terbuat dari sutra, nilon, katun, dan poliester. Kebaya jenis ini sering digunakan sebagai atasan dan dipadukan dengan kain jarik sebagai aksesoris. Ulos Ulos adalah pakaian adat dari Sumatera Utara. Pakaian adat khas Batak ini terbuat dari kain ulos sutra dan ditenun. Kain ulos biasanya berwarna merah, gelap dan putih serta dihiasi dengan berbagai tenunan benang bermotif emas atau perak. Payas Agung Payas agung adalah pakaian adat dari Pulau Dewata, Bali. Pakaian adat Payas agung sering digunakan dalam kegiatan yang bermakna seperti pernikahan, ngaben, mesagih (tumbuh gigi ptong) dan upacara adat lainnya. Pakaian adat Payas agung memiliki kombinasi warna kuning, merah dan putih yang dapat dikenakan oleh pria maupun wanita. Tidak hanya itu, payas agung juga melambangkan mahkota besar yang menjulang tinggi terbuat dari bunga dengan topi emas, sandal emas, sol emas dan tangkai emas. Pakaian Adat Gorontalo Masyarakat Gorontalo memakai beberapa pakaian adat, yaitu walimono, payung, mukuta dan bilu. Walimono dan mukuta biasanya dikenakan oleh pengantin pria, sedangkan pakaian adat biliu dan payung dikenakan oleh pengantin wanita. Pakaian adat Gorontalo ini pernah diberikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno kepada Presiden World Tourism Forum Institute atau WTFI Mr. Bulut Bagci pada kegiatan GTF 2021 di Jakarta. Busana Adat Sumatera Selatan Busana Adat Sumatera Selatan pernah dipamerkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan pada Pameran Internasional Tourism-Borse Berlin (ITB) yang diselenggarakan di Masse, Jerman tahun 2017 Pakaian Adat Sumatera Selatan adalah biasanya berwarna merah memberikan kesan elegan dan canggih. Umumnya pakaian adat Sumatera Selatan ini digunakan dalam kegiatan adat pernikahan. Nah, itulah beberapa pakaian tradisional Indonesia yang tersebar di seluruh dunia, yang membuat kita bangga.

Jenis Motif Batik Solo dan Sejarahnya

Jenis Motif Batik Solo dan Sejarahnya

Motif Batik Solo – Batik merupakan Warisan Budaya Takbenda atau Intangible Cultural Heritage (ICH) yang mendapat pengakuan dari UNESCO pada tahun 2009 lalu. Batik adalah salah satu budaya Indonesia yang telah dikenal sejak masa lalu. Bahkan, budaya membatik dipercaya telah ada di Indonesia sebelum abad ke-10. Keyakinan tersebut berdasar pada temua artefak kuno seperti patung atau pun relief candi yang menampilkan sosok yang mengenakan pakaian dengan ornamen batik. Surakarta atau Solo merupakan salah satu daerah di Indonesia yang terkenal denga kerajinan batiknya. Salah satu karakteristik Batik Solo adalah warnanya yang elegan, kehalusan, kerumitan motifnya. Penggunaan warna sogan yang memiliki kecenderungan warna gelap merupakan ciri khas utama batik Solo. Warna ini merupakan kombinasi warna cokelat tua, cokelat muda, cokelat kehitaman, cokelat kekuningan hingga cokelat kemerahan. Berdasar dari salah satu sumber sejarah, Batik Solo telah berkembang sejak era Kerajaan Pajang sekitar tahun 1568. Primus Supriono melalu bukunya Ensiklopedia The Heritage of Batik, batik diperkenalkan kepada masyarakat di Desa Laweyan oleh seorang tokoh bernama Ki Ageng Henis. Tradisi membatik ini kemudian berlanjut pada era Kerajaan Mataram Islam yang kemudian pecah menjadi Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta atau Solo. Adapun daerah Laweyan hingga kini masih menjadi salah satu penghasil batik terbesar di kota tersebut. Adapun Batik Solo banyak disukai oleh masyarakat karena warnanya yang dianggap elegan. Pengaruh keraton membuat Batik Solo dikenal memiliki motif yang indah dan halus. Berikut ini beberapa Motif Batik Solo yang umum digunakan Motif Kawung Motif Kawung adalah salah satu ragam motif geometris. Pada mulanya, motif ini berkembang di dalam tembok keraton. Motif Kawung memiliki pola bulatan seperti buah kawung atau kolang kaling yang ditata secara geometris. Ada pula yang mengatakan motif kawung ini menyerupai bunga teratai dengan empat daun. Makna dari motif ini adalah sebuah perjuangan yang berbuah keberhasilan. Motif Ceplok Ceplok adalah motif batik dengan ragam hias berupa pengulangan bentuk geometri, seperti bulatan, persegi panjang atau persegi. Ragam hias tersebut ditata sedemikian rupa sehingga membentuk pola simetris. Motif ini biasa digunakan saat siraman pengantin. Motif Ceplok menyimbolkan bersatunya unsur-unsur baik seperti rezeki, kerukunan dan keturunan. Motif Parang Motif parang berbentuk lengkungan yang menyerupai ombak di laut. Jenis motif seolah membentuk seperti huruf S ini merupakan sebuah simbol atau perlambangan kekuasaan. Pada masa lalu batik motif parang hanya boleh digunakan oleh keluarga raja saja. Pada perkembangannya, motif ini memiliki turunan motif lain yang sejenis, sebut saja parang barong, parang rusak, parang klitik, parang kusumoa dan lainnya. Motif Sido Mukti Sido mukti adalah salah satu motif klasik dari Batik Solo. Nama ini diambil dari kata sido yang berarti menjadi dan mukti yang berarti mulia. Diharapkan seseorang yang mengenakan batik motif ini akan mendapat sebuah kemuliaan. Motif dasar dari sido mukti adalah bentuk gurda dengan isian berupa sawut, cecek, ukel dan cecek pitu. Ornamen penghias dalam motif ini biasanya berupa kupu-kupu, sayap kupu-kupu, bunga, takhta hingga singgasana. Motif Lereng Sama halnya dengan motif parang, motif lereng pada awalnya juga hanya dapat dikenakan oleh kalangan keraton. Ciri khas motif lereng adalah memiliki pola garis diagonal, memiliki pola sederhana namun dengan ornamen yang kecil dan rumit. Ragam hiasnya hanya dibatasi dengan motif parang atau lung-lungan.