Jowonews

Tips Jaga Anak di Internet Ala Facebook

JAKARTA, Jowonews- Platform Facebook memanfaatkan Hari Internet Aman Dunia yang diperingati setiap 9 Februari dengan membagikan tips bagi orang untuk menjaga anak di dunia maya. “Sebagai seorang ibu, saya memahami bahwa anak muda menjadi lebih rentan di ranah online, dan tugas saya di Facebook adalah untuk menjaga mereka tetap aman melalui produk dan kebijakan kami,” kata Kepala Keamanan Facebook Asia Pasifik, Amber Hawkes, dalam keterangan pers, dikutip Rabu (10/2).  Anak banyak menghabiskan waktu mereka di dunia maya sejak pandemi Covid-19, terutama untuk sekolah secara dalam jaringan. Platform media sosial pada umumnya, termasuk Facebook dan Instagram, mewajibkan pengguna berusia 13 tahun ketika mendaftar. Penerapan aturan ini pun berbeda di setiap negara, ada beberapa negara yang mewajibkan pengguna media sosial di atas 13 tahun.  Hawkes melihat percakapan mengenai keamanan di dunia maya sudah seharusnya menjadi kegiatan sehari-hari antara orang tua dengan anak untuk menanamkan kewaspadaan. “Anak-anak seringkali telah mengenal perangkat elektronik sejak mereka lahir – bahkan hanya dengan mengamati orang tua mereka, sehingga tidak ada kata terlalu cepat dalam membicarakan keamanan di ranah online,” kata Hawkes sebagaimana dilansir Antara. Dia menyarankan para orang tua untuk terlibat dalam dunia digital anak, luangkan waktu untuk menemani anak beraktivitas di dunia maya. Misalnya ketika anak mengakses Facebook atau Instagram, buka diskusi tentang pertemanan mereka di media sosial dan apa saja yang dibagikan di platform tersebut. Minta anak untuk bercerita kepada orang tua jika menemukan hal yang tidak membuat mereka nyaman di internet. Platform media sosial dan aplikasi pesan instan WhatsApp memiliki pengaturan privasi dan keamanan, sebagian besar menjadi setelan utama untuk pengguna anak-anak. Hawkes menganjurkan orang tua untuk tetap mengecek setelan privasi dan keamanan secara berkala. Jalin Komunikasi Selain mengatur setelan di media sosial, aksi yang tidak kalah penting adalah terus menjalin komunikasi dengan anak. Buat kesepakatan bersama soal penggunaan media sosial, yang disesuaikan dengan usia mereka. Orang tua juga perlu memberikan contoh kepada anak, misalnya ketika ada aturan tidak boleh memakai ponsel di atas jam 8 malam, lakukan hal yang sama. Terakhir, pelajari cara menggunakan aplikasi media sosial, terutama ketika anak menggunakan aplikasi baru. Gunakan juga kesempatan belajar aplikasi baru ini untuk berdiskusi soal aturan main media sosial dan keamanan di dunia maya.

WHO Tegaskan Anak-anak Harus Pakai Masker

ZURICH, Jowonews-– Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan anak berusia 12 tahun ke atas harus menggunakan masker seperti orang dewasa. Sedangkan anak usia 6 – 11 tahun harus menggunakan masker dengan prosedur berbasis risiko. Hal tersebut termuat dalam dokumen WHO dan Badan Anak-anak PBB (UNICEF) di situs WHO bertanggal 21 Agustus. Demikian Reuters, sebagaimana dikutip Antara, Ahad (23/8). Anak-anak berusia 12 tahun ke atas secara khusus harus menggunakan masker ketika menjaga jarak satu meter dengan yang lainnya. Sementara keharusan anak-anak usia 6-11 tahun menggunakan masker tergantung pada sejumlah faktor. Antara lain intensitas penularan di area tersebut, kemampuan anak untuk menggunakan masker, akses mendapatkan masker, dan pengawasan orang tua yang memadai. Potensi dampak pada pembelajaran dan perkembangan psikososial, serta interaksi anak dengan orang yang berisiko tinggi mengembangkan penyakit serius, juga harus menjadi dasar pertimbangan. Anak-anak berusia di bawah lima tahun tidak diharuskan menggunakan masker berdasarkan keamanan dan keinginan sepenuhnya dari anak, lanjut mereka. Riset menunjukkan bahwa anak-anak yang lebih tua berpotensi memiliki peran yang lebih aktif dalam penularan Covid-19 ketimbang anak-anak yang lebih muda, kata WHO dan UNICEF. Keduanya mengatakan perlu lebih banyak data untuk memahami lebih baik peran anak-anak dan remaja dalam penularan corona jenis baru, virus yang menyebabkan Covid-19 WHO pertama kali mengimbau masyarakat agar menggunakan masker di depan publik pada 5 Juni guna membantu mengurangi penyebaran virus corona. Namun terlebih dahulu belum mengeluarkan pedoman spesifik untuk anak-anak. Sejak pertama kali muncul di China tahun lalu, virus corona telah menjangkiti lebih dari 23 juta orang di dunia. Sebanyak 798.997 orang telah meninggal dunia menurut hitungan Reuters.

Sekolah Daring Berpotensi Tingkatkan Kekerasan pada Anak

JAKARTA, Jowonews– Penerapan sistem pembelajaran jarak jauh atau sekolah daring berpotensi meningkatkan kekerasan fisik dan verbal pada anak-anak. Orang tua bebannya bertambah. Karena selain harus menyelesaikan pekerjaan sehari-hari juga harus mendampingi anak-anak belajar atau sekolah daring. Kondisi demikian bisa memicu terjadinya kekerasan fisik atau verbal pada anak. Hal tersebut disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan Fidiansjah dalam keterangan persnya melalui telekonfrensi di Jakarta, Rabu (5/8) “Yang tidak kita inginkan suasana pandemi di keluarga menimbulkan kekerasan. Karena dinamika perubahan yang dialami oleh anak dan orang tua tidak siap dengan perubahan ini,” kata Fidiansjah, sebagaimana dilansir Antara. Tekanan Psikososial Fidiansjah menekankan pentingnya orang tua, masyarakat, dan pemerintah memerhatikan kesehatan jiwa anak semasa pandemi. Temuan kementerian Kesehatan menunjukan, anak-anak dan pelajar mengalami tekanan psikososial yang meningkat di masa sulit ini. Mereka mengalami kebosanan dan peningkatan kekhawatiran selama pandemi. Kondisi ini memaksa anak-anak dan orang tua mereka lebih banyak beraktivitas di rumah. Menurut data Kementerian Kesehatan, selama pandemi 47 persen anak merasa bosan tinggal di rumah. 35 persen khawatir ketinggalan pelajaran. 15 persen merasa tidak aman. Sementara itu, sebanyak 34 persen merasa takut terserang Covid-19. 20 persen merindukan teman-temannya. Dan 10 persen dari mereka khawatir penghasilan orang tua mereka berkurang. Fidiansjah menjelaskan, anak-anak usia dini bisa terpengaruh kondisi orang tua yang stres. Karena orang tuanya pun menghadapi berbagai masalah. Seperti peningkatan kebutuhan ekonomi dan peningkatan beban.  Sementara itu, anak-anak yang masih harus mengikuti pembelajaran dari jarak jauh juga menghadapi kendala tambahan. lain. Yakni saat orang tua yang biasa mendampingi mereka belajar di rumah kembali bekerja. Sementara para pelajar yang sudah kembali belajar di sekolah menghadapi kekhawatiran tertular Covid-19. Kementerian Kesehatan sendiri menyediakan layanan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial bagi anak dan remaja. Warga bisa mengakses layanan konsultasi kesehatan jiwa gratis melalui telepon dengan menghubungi Call Center di nomor 119 ext 8.