Jowonews

Seri Babad Tanah Jawi: Kerajaan Jenggala, Salah Satu Pecahan Kahuripan

Seri Babad Tanah Jawi: Kerajaan Jenggala, Salah Satu Pecahan Kahuripan

Kerajaan Jenggala salah satu pecahan Kahuripan yang dipimpin oleh Airlangga dari Wangsa Isana, selain Kerajaan Kediri (Panjalu). Kerajaan ini berdiri tahun 1042, dan berakhir sekitar tahun 1130-an. Pusat pemerintahan Kerajaan Jenggala terletak di Kahuripan. Lokasi ini sekarang diperkirakan berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Sumber lain menyebutkan bahwa wilayah Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan Sungai Brantas. Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Kahuripan adalah dua wilayah yan berdiri berkat kebijaksanaan Raja Airlangga yang membagi secara adil wilayah untuk dua orang putranya. Sebelum memutuskan pembagian ini, Raja Airlangga meminta petunjuk dari Mpu Barada, brahmana tepercaya kerajaan. Dengan kesaktiannya, Mpu Barada terbang sambil memercikkan “Tirta Amerta” (air suci) untuk membagi wilayah menjadi dua. Konon, Tirta Amerta tersebut setelah jatuh ke tanah berubah menjadi sungai, dan selanjutnya (hingga sekarang) diberi nama Sungai Brantas. Nama Janggala diperkirakan berasal kata “Hujung Galuh”, atau disebut “Jung-ya-lu”, berdasarkan catatan Cina. Hujung Galuh terletak di daerah muara sungai Brantas yang diperkirakan kini menjadi bagian Kota Surabaya. Kota ini merupakan pelabuhan penting sejak zaman Kerajaan Kahuripan, Janggala, Kediri, Singasari, hingga Majapahit. Pada masa Kerajaan Singasari dan Majapahit, pelabuhan ini kembali disebut sebagai Hujung Galuh. Pada awal berdirinya, Kerajaan Janggala lebih banyak meninggalkan bukti sejarah daripada Kerajaan Kadiri. Beberapa orang raja yang diketahui memerintah Janggala antara lain : Mapanji Garasakan, berdasarkan Prasasti Turun Hyang II (1044), Prasasti Kambang Putih, dan Prasasti Malenga (1052) Alanjung Ahyes, berdasarkan Prasasti Banjaran (1052) Samarotsaha, berdasarkan Prasasti Sumengka (1059) Meskipun Raja Janggala yang sudah diketahui namanya hanya tiga orang, namun kerajaan ini mampu bertahan dalam persaingan sampai kurang lebih 90 tahun lamanya. Setelah masa yang lama itu, Kerajaan Jenggala akhirnya ditaklukkan oleh Sri Jayabaya, Raja Kerajaan Kediri, yang saat itu terkenal dengan semboyannya, yaitu Panjalu Jayati, yang berarti Kediri Menang. Sejak itu, Jenggala menjadi bawahan Kediri dalam segala hal. Bahkan, seorang Raja Kediri setelah Raja Jayabaya yang bernama Sri Kameswara, yang memerintah sekitar tahun 1182-194, memiliki permaisuri seorang putri Jenggala bernama Kirana. Pada tahun 1222, Kediri ditaklukkan oleh Kerajaan Singasari yang dipimpin oleh Ken Arok, dan selanjutnya ditaklukkan oleh Majapahit pada tahun 1293. Keadaan ini secara otomatis mebuat Jenggala ikut dikuasai oleh dua kerajaan tersebut. Pada zaman Majapahit, nama Kahuripan lebih populer daripada Janggala, sebagaimana nama Daha lebih populer daeripada Kadiri. Meskipun demikian, pada Prasati Trailokyapuri (1486), Grindrawardhana (Raja Majapahit saat itu) menyebut dirinya sebagai penguasa Wilwatikta-Janggala-Kadiri. Adanya Kerajaan Janggala juga muncul dalam Negarakretagama yang ditulis tahun 1365. Kemudian muncul pula dalam naskah-naskah sastra yang berkembang pada zaman kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, seperti Babad Tanah Jawi dan Serat Pranitiradya. Dalam naskah-naskah tersebut, raja pertama Janggala bernama Lembu Amiluhur, putra Resi Gentayu alias Airlangga. Lembu Amiluhur juga bergelar Jayanegara, ia digantikan oleh putranya yang bernama Panji Asmarabangun, yang bergelar Prabu Suryawisesa. Panji Asmarabangun inilah yang sangat terkenal dalam kisah-kisah Panji. Istrinya bernama Galuh Candrakirana dari Kediri. Dalam pementasan ketoprak, tokoh Panji, setelah menjadi Raja Janggala, sering disebut Sri Kameswara. Hal ini jelas berlawanan dengan berita dalam Smaradhana yang menyebut Sri Kameswara adalah Raja Kediri, dan Kirana adalah Putri Janggala. Selanjutnya Panji Asmarabangun digantikan oleh putranya yang bernama Kuda Laleyan, yang bergelar Prabu Surya Amiluhur. Setelah dua tahun bertahta, Kerajaan Janggala tenggelam oleh bencana banjir. Surya Amiluhur terpaksa pindah ke barat, dan mendirikan Kerajaan Pajajaran. Tokoh Surya Amiluhur inilah yang kemudian menurunkan Jaka (Raden) Sesuruh, pendiri Majapahit versi babad dan serat yang kebenarannya sulit dibuktikan dengan fakta sejarah.

Seri Babad Tanah Jawi: Tokoh-Tokoh Penting Pada Masa Airlangga

Seri Babad Tanah Jawi: Tokoh-Tokoh Penting Pada Masa Airlangga

Ada beberapa tokoh penting dalam masa pemeritahan Airlangga. Berikut kami kutip tokoh-tokoh penting pada masa Airlangga sebagaimana dilansir dalam rizam-historystudent.blogspot.com: Mahendradatta Di Bali, Mahendradatta dikenal dengan sebutan Gunapriya Dharmapatni. Ia adalah putri Raja Sri Makutawangsa dan Wangsa Isana (Kerajaan Medang). Ia menikah dengan Udayana, Raja Bali dari Wangsa Warmadewa, yang kemudian memiliki beberapa orang putra, yaitu Airlangga yang kemudian menjadi raja di Bali. Mpu Narotama Mpu Narotama adalah pembantu Airlangga yang setia menemani sejak masa pelarian sampai masa pemerintahan Airlangga. Menurut Prasasti Pucangan, Airlangga dan Narotama berasal dari Bali. Keduanya datang ke Jawa pada tahun 1006. Sanggramawijaya Tunggadewi Sanggramawijaya Tunggadewi adalah putri Airlangga yang menjadi pewaris tahta Kahuripan, namun memilih mengundurkan diri sebagai petapa bergelar Dewi Kili Suci. Pada masa pemerintahan Airlangga, sejak kerajaan masih berpusat di Watan Mas sampai pindah ke Kahuripan, tokoh Sanggramawijaya menjabat sebagai Rakryan Mahamantri alias Putri Mahkota. Gelar lengkapnya adalah Rakryan Mahamantri i Hino Sanggramawijaya Dharmaprasada Tunggadewi. Nama ini terdapat dalam Prasasti Cane (1021) sampai Prasasti Turun Hyang I (1035). Tokoh Dewi Kili Suci dalam Cerita Panji dikisahkan sebagai sosok agung yang sangat dihormati. Ia sering membantu kesulitan pasangan Panji Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana, keponakannya. Selain itu Dewi Kili Suci juga dihubungkan dengan dongeng terciptanya Gunung Kelud. Dikisahkan bahwa semasa muda, Dewi Kili Suci dilamar oleh seorang manusia berkepala kerbau bernama Mahesasura. Kili Suci bersedia menerima lamaran itu, asalkan Mahesasura mampu membuatkannya sebuah sumur raksasa. Sumur raksasa pun tercipta berkat kesaktian Mahesasura. Namun, sayangnya, Mahesasura jatuh ke dalam sumur itu karena dijebak oleh Kili Suci. Para prajurit Kadiri, atas perintaH Kili Suci, menimbun sumur itu dengan batu-batuan. Timbunan batu begitu banyak sampai menggunung, dan terciptalah Gunung Kelud. Oleh karena itu, apabila Gunung Kelud meletus, daerah Kediri selalu menjadi korban, sebagai wujud kemarahan arwah Mahesasura. Dewi Kili Suci juga terdapat dalam Babad Tanah Jawi sebagai putri sulung Resi Gentayu, Raja Koripan. Kerajaan Koripan kemudian dibelah dua, menjadi Janggala dan Kadiri, yang masing-masing dipimpin oleh adik Kili Suci, yaitu Lembu Amiluhur dan Lembu Peteng. Kisah ini mirip dengan fakta sejarah, yaitu setelah Airlangga turun tahta tahun 1042, wilayah kerajaan dibagi dua, yaitu Kadiri yang dipimpin oleh Sri Samarawijaya, dan Janggala yang dipimpin oleh Mapanji Garasakan. Pada masa pemerintahan Airlangga dan raja-raja sebelumnya, jabatan tertinggi sesudah raja adalah rakryan mahamantri. Jabatan ini identik dengan putra mahkota. Sehingga, umumnya jabatan ini dipakai oleh putra atau menantu raja. Dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan Airlangga sejak 1021-1035, yang menjabat sebagai Rakryan Mahamantri adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Sedangkan, pada Prasasti Pucangan (1041), muncul nama baru, yaitu Samarawiaya sebagai Rakryan Mahamantri. Sanggramawijaya Tunggadewi identik dengan putri sulung Airlangga dalam Serat Calon Arang yang mengundurkan diri menjadi petapa bernama Dewi Kili Suci. Dalam kisah tersebut, Dewi Kili Suci diberitakan memiliki dua orang adik laki-laki. Dengan demikian, Samarawijaya dipastikan adalah adik Sanggramawijaya Tunggadewi. Mpu Bharada Nama ini muncul dalam Serat Calon Arang sebagai tokoh yang berhasil mengalahkan musuh Airlangga, yaitu Calon Arang, seorang janda sakti dari Desa Girah. Dikisahkan pula, Airlangga berniat turun tahta menjadi pendeta. Ia kemudian berguru pada Mpu Bharada. Kedua putranya bersaing memperebutkan tahta. Berhubung Airlangga uga putra sulung Raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Mpu Bharada dikirim ke Bali untuk menyampaikan maksud tersebut. Dalam perjalanan menyebrang laut, Mpu Bharada cukup dengan menumpang sehelai daun. Sesampainya di Bali, permintaan Airlangga yang disampaikan oleh Mpu Bharada ditolak oleh Mpu Kuturan, yang berniat mengangkat cucunya sebagai Raja Bali. Berdasarkan fakta sejarah, raja Bali saat itu (1042) adalah Anak Wungsu, adik Airlangga. Dengan begitu seperti dikisahkan tadi, Airlangga terpaksa membelah wilayahan kerajaaannya demi perdamaian kedua putranya. Menurut Negarakertagama, Mpu Bharada bertugas menetapkan batas antara kedua belahan negara. Dikisahkan, Mpu Bharada terbang sambil mengucurkan air kendi. Ketika sampai di dekat Desa Palungan jubah Mpu Bharada tersangkut ranting pohon asam. Ia marah dan mengutuk pohon asam itu menjadi kerdil. Oleh karena itu, penduduk sekitar menamakan daerah itu Kamal Pandak, yang artinya “asem pendek”. Desa Kamal Pandak, pada zaman Majapahit, menjadi lokasi pendirian Prajnaparamitapuri, yaitu Candi Pendharmaan arwah Gayatri, istri Raden Wijaya (Raden Sesuruh versi Babad Tanah Jawi) Selesai menetapkan batas Kerajaan Kadiri dan Janggala berdasarkan cucuran air kendi, Mpu Bharada mengucapkan kutukan, barang siapa berani melanggar batas tersebut, hidupnya akan mengalami kesialan. Menurut Prasasti Mahaksobhya yang diterbitkan Kartanegara (Raja Singasari) tahun 1289, kutukan Mpu Bharada sudah tawar berkat usaha Wisnuwardhana menyatukan kedua wilayah tersebut. Nagarakretagama juga menyebutkan, Mpu Bharada adalah pendeta Buddha yang mendapat anugerah tanah desa Lemah Citra atau Lemah Tulis. Berita ini cukup unik karena ia bisa menjadi guru spiritual Airlangga yang menganut agama Hindu Wisnu. Calon Arang adalah seorang tokoh dalam cerita rakyat Jawa dan Bali Abad ke – 12. Tidak diketahui lagi siapa yang mengarang cerita ini. Salinan teks Latin yang sangat penting berada di Belanda, yaitu di Bijdragen Koninklijke Insitut. Ia adalah seorang janda pengguna ilmu hitam yang sering merusak hasil panen para petani dan menyebabkan datangnya penyakit. Calon Arang mempunyai seorang putri bernama Ratna Manggali, yang meskipun cantik, tidak dapat mendapatkan seorang suami karena orang-orang takut pada ibunya. Karena kesulitan yang dialami putrinya, Calon Arang marah, dan ia pun berniat membalas dendam dengan menculik seorang gadis muda. Gadis tersebut ia bawa ke sebuah kuil untuk dikorbankan kepada Dewi Durga. Hari berikutnya, banjir besar melanda desa tersebut, dan banyak orang meninggal dunia. Penyakit ini pun muncul. Raja Airlangga yang mengetahui hal tersebut kemudian meminta bantuan penasihatnya, Mpu Bharada, untuk mengatasi masalah ini. Lalu, Mpu Bharada mengirimkan seorang prajurit bernama Mpu Bahula untuk dinikahkan kepada Ratna. Keduanya menikah besar-besaran dengan pesta yang berlangsung tujuh hari tujuh malam, dan keadaan pun kembali normal. Calon Arang mempunyai sebuah buku yang berisi ilmu-ilmu sihir. Pada suatu hari, buku ini berhasil ditemukan oleh Bahula yang menyerahkannya kepada Mpu Baradah. Saat Calon Arang mengetahui bahwa bukunya telah dicuri, ia menjadi marah dna memutuskan untuk melawan Mpu Baradah. Tanpa bantuan Dewi Durga, Calon Arang pun kalah. Sejak ia dikalahkan, desa tersebutpun aman dari ancaman ilmu hitam Calon Arang.

Babad Tanah Jawi: Masa Pembangunan Kerajaan Kahuripan

Babad Tanah Jawi: Masa Pembangunan Kerajaan Kahuripan

Masa Pembangunan Kerajaan Kahuripan. Kerajaan yang baru dengan pusatnya di Kahuripan, Sidoarjo, wilayahnya membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya. Airlangga juga memperluas wilayah Kerajaan Kahuripan hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali. Menurut Prasasti Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (daerah Kediri sekarang). Untuk membangun kembali Kerajaan Kahuripan, Airlangga harus menunggu waktu hingga semua keadaan aman. Baru setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan berbagai pembangunan di berbagai sektor demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya adalah sebagai berikut :1. Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 10362. Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman3. Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh yang letaknya di Muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang4. Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.5. Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 10416. Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha Selain menaruh perhatian pada berbagai pembangunan itu, Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Buktinya pada tahun 1035, Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan wurawari. Ketika itu Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama Hindu Siwa dan Budha. Sumber Referensi: Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli | Penulis: Soedjipto Abimanyu

Babad Tanah Jawi : Sejarah Kerajaan Kahuripan

Babad Tanah Jawi : Sejarah Kerajaan Kahuripan

Sebagaimana telah kita ketahui, Raja Kerajan Medang yang terakhir bernama Dharmaangsa Teguh, saingan berat Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun1006 (ada yang mengatakan 1016). Raja Wurawari dari Lwaram (sekutu Sriwijaya)menyerang Watan, Ibu Kota Kerajaan Medang, yang tengah mengadakan pesta perkawinan. Dalam penyerangan tersebut, Raja Medang yang terakhir, Dharmawngsa Teguh, tewas. Namun, dari penyerangan itu, ada seorang anggota Kerajan Medang, yakni keponakan Dharmawangsa, bernama Airlangga berhasil lolos. Nah Airlangga inilah yang kemudian mendirikan sebuah kerajaan baru bernama Kerajaan Kahuripan. Lalu, bagaimanakah kisah pendirian Sejarah Kerajaan Kahuripan hingga keruntuhannya? Secara eksklusif, bab ini berkisah tentang sejarah Kerajaan Kahuripan, dari berdirinya hingga keruntuhannya. Dengan demikian, Kerajaan Kahuripan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang yang berakhir pada tahun 1016, ada yang mengatakan tahun 1006, setelah diserang oleh sekutu Kerajaan Sriwijaya yang bernama Aji Wurawari. Airlangga Membangun Kerajaan Kahuripan Kahuripan adalah nama yang lazim dipakai sebuagh kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga pada tahun 1009. Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan dari Kerajaan Medang yang runtuh tahun 1006. Airlangga, atau sering pula disingkat Erlangga adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah dari tahun 1009-1042, dengan gelar Abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Menurut Ageng Pangestu Rama, nama Kerajaan Medang diubah oleh Airlangga menjadi Kerajaan Kahuripan. Kata kahuripan berasa dari kata urip, yang berarti hidup. Kahuripan berarti kehidupan yang setara dengan Kerajaan Amarta milik Pandawa. Airlangga adalah putra dari pasangan Darma Udayana Warmaewa (seorang raja di Bali dari Wangsa Warmadewa) dengan Mahendradata Gunapriya Darmaputri (seorang putri Wangsa Isana). Ia lahir di Bali tahun 922 Saka atau 1000 M. Nama Airlangga berarti air yang melompat. Waktu itu, Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya. Airlangga memiliki dua orang adik, yaitu Marakata (menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan Anak Wungsu (naik tahta sepeninggal ayah Marakata). Dalam berbagai prasati yang dikeluarkannnya. Airlangga mengakui sebagai keturunan dari Mpu Sindok dari Wangsu Isana dari Kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah. Setelah dewasa, Airlangga diambil menantu oleh Sri Dharmawangsa Teguh. Ketika perkawinan Airlangga berlangsung, tiba-tiba kerajaannya diserang oleh musuh. Para pembesar negara dan raja banyak yang gugur.Airlangga bersama pembantunya, Narotama, melarikan iri e puncak gunung untuk memhon perlindungan kepada para petapa. Ketika itu, Airlangga berusia 16 ahun, dan mulai menjalani hidup sebagai petapa. Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur. Persistiwa penyerangan tersebut tercata dalm prasasti Pucangan (atau Calcutta Stone). Pembacaan Kern atas prasasti terebut, yang juga dikuatkan oleh de Casparis menyebutkan bahwa penyerangan tersebut terjadi tahun 928 Saka, atau sekitar 1006/7. Setelah tiga tahun hidup di hutan, tepatnya tahun 1009, Airlangga didatangi utusan rakyat yang memintanya supaya membangun kembali Kerajaan Medang. Mengingan Kota Watan sudah hancur, maka Airlangga pun mebangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan. Ketika Airlangga naik tahta pada tahun 1009 itu, wilayah kerajaannya hanya meliputi daerah Sidoarjo, dan Pasuruan (daerah Gunung Penanggungan dan sekitarnya) Sebab, sepeninggal Dharmawangsa Teguh, banyak daerah bawahan yang melepaskan diri. Baru setelah Kerajaan Sriwijaya dikalahkan oleh Rajendra Coladewa, Raja Colamandala, dari India pada tahun 1023, Airlangga merasa leluasa mebangun kembali kejayaan Wangsa Isana (Isyana) dengan menaklukkan Pula Jawa. Inilah latar belakang (sejarah) berdirinya Kerajaan Kahuripan. Sejak tahun 1025, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruhnya seiring dengan melemahnya Sriwijaya. Mula-mula yang dilakukan oleh Airlangga aalah menyusun kekuatan untuk menegakkan kembali kekuasaan Wangsa Isana atau Pulau Jawa. Namun awalnya tidak berjalan dengan baik, karena menurut Prasasti Terep (1032), Watan Mas kemudian direbut oleh musuh, sehingga Airlangga melarikan diri ke Desa Patakan. Berdasarkan Prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan sudah pindah ke Kahuripan (daerah Sidoarjo sekarang). Airlangga pertama-tama mengalahkan Raja Hasin. Pada tahun 1030, Airlangga mengalahkan Wisnuprabhawa (Raja Wuratan), Wijayawarma (Raja Wengker), kemudian Panuda (Raja Lewa). Pada tahun 1031, putra Panuda mencoba membalas dendam, namun dapat dikalahkan oleh Airlangga. Ibu kota Lewa dihancurkan pula. Pada tahun 1032, seorang raja wanita dari daerah Tulungagung sekarang berhasil mengalahkan Airlangga. Istana Wetan Mas dihancurkan. Airlangga terpaksa melarikan diri ke Desa Patakan yang ditemani oleh Mapanji Tumanggala, dan membangun ibukota baryu di Kehuripan. Raja wanita itu pada akhirnya dapat dikalahkan. Dalam tahun 1032 itu pula, Airlangga dan Mpu Naratoma mengalahkan Raja Wurawari, membalaskan dendam Wangsa Isana. Terakhir tahun 1035, Airlangga menumpas pemberontakan Wijayawarna Raja Wengker yang pernak ditaklukkannya. Wijayawarma melarikan diri dari kota Tapa, namun kemudian mati dibunuh oleh rakyatnya sendiri.

Seri Babad Tanah Jawi: Konflik Tahta Kerajaan Medang

Seri Babad Tanah Jawi: Konflik Tahta Kerajaan Medang

Berdasarkan Babad Tanah Jawi, terdapat sejumlah Konflik Tahta Kerajaan Medang, baik periode Jawa Tengah hingga runtuhnya Kerajaan Medang di Jawa Timur. Konflik Tahta Kerajaan Medang Periode Jawa Tengah Sebagaimana telah disingung dalam penjelasan mengenai raja-raja Medang, pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi, putra Rakai Pikatan (sekitar 856-880-an) ditemukan beberapa prasasti atas nama raja-raja lain, yaitu Maharaja Rakai Gurunwangi dan Maharaja Rakai Limus Dyah Dewandra. Hal ini menunjukkan bahwa saat itu Rakai Kayuwangi bukanlah satu-satunya maharaja di Pulau Jawa. Sedangkan menurut prasasti Mentyasih, raja sesudah Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang. Dyah Balitung yang diduga merupakan menantu dari Rakai Watuhumalang berhasil mempersatukan kembali kekuasaan seluruh Jawa, bahkan sampai Bali. Mungkin, karena kepahlawanannya itu, Ia dapat mewarisi tahta mertuanya/ Pemerintahan Balitung diperkirakan berakhir karena terjadinya kudeta oleh Mpu Daksa yang mengaku sebagai keturunan asli Sanjaya. Kemudian, ia digantikan oleeh menantunya yang bernama Dyah Tulodhong. Tidak diketahui dengan pasti proses suksesi ini berjalan damai ataukah melalui kudeta pula. Tulodhong akhirnye tersingkir oleh pemberontakan Dyah Wawa yang sebelunya menjabat sebagai pegawai pengadilan. Permusuhan dengan Sriwijaya Sebagaimana telah diketahui, selain menguasai Medang, Wangsa Sailendra juga menguasai Kerajaan Sriwiaya di Pulau Sumatra. Hal ini ditandai dengan ditemukannya prasasti Ligor yang menyebut nama Maharaja Wisnu dari Wangsa Sailendra sebagai penguasa Sriwijaya. Hubungan senasib antara Jawa dan Sumatra berubah menjadi permusuhan ketika Wangsa Sanjaya bangkit kembali memerintah Medang. Menurut teori de Casparis, sekitar tahun 850-an, Rakai Pikatan berhasil menyingkirkan seorang anggota Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa, putra Samaragrawira. Kemudian, Balaputra menjadi Raja Sriwijaya, yang tetap menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan secara turun-temurun. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara. Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut, bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok. Peristiwa Mahapralaya Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya Istana Medang di Jawa Timur berdasarkan berita dalam prasasti Pucangan. Mengenai tahun terjadinya peristiwa ini, ada dua versi. Pertama. sebagian sejarah menyebut bahwa Kerajaan Medang runtuh pada tahun 1006. Kedua, sebagian yang lain menyebut keruntuhan tersebut terjadi pada tahun 1016. Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh, yang naik tahta tahun 991. Pada tahun 1006 (atau 1016), saat Dharmawangsa mengadakan pesta perkawinan putrinya, Istana Medang, di Watan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram. Aji Wurawari adalah sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas. Tiga tahun kemudian, seorng pangeran berdarah campuran Jawa-Bali yang lolos dari Mahapralaya tampil membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang. Pangeran itu bernama Airlangga. Ia adalah keturunan Mpu Sindok. Kerajaan yang ia dirikan kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Kahuripan.

Seri Babad Tanah Jawi: Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Medang (Mataram Kuno)

Seri Babad Tanah Jawi: Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Medang (Mataram Kuno)

Sumber-sumber berita Cina mengungkapkan Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Medang (Mataram Kuno) sejak abad ke-7 sampai ke-10. Kegiatan perdagangan di dalam maupun luar negeri berlangsung ramai. Hal ini terbukti dengan ditemukannya barang-barang keramik dari Vietnam dan Cina. Kenyataannya ini dikuatkan lagi dengan berita dari Dinasti Tang yang menceritakan kebesaran sebuah kerajaan dari Jawa, dalam hal ini Mataram. Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Medang (Mataram Kuno) Menurut catatan dalam budisma.web.id, dari Prasasti Warudu Kidul, diperoleh informasi adanya sekumpulan orang asing yang berdiam di Mataram. Mereke mempunyai status yang berbeda dengan penduduk pribumi. Mereka membayar pajak yang berbeda, yang tentunya lebih mahal daripada rakyat pribumi Mataram. Kemungkinan besar, mereka adalah para saudagar dari luar negeri. Namun, sumber-sumber lokal tidak merinci lebih lanjut tentang orang-orang asing ini. Kemungkinan besar, mereka adalah kaum migran dari Cina. Dari berita Cina, diketahui bahwa di ibu kota kerajaan terdapat istana raja yang dikelilingi oleh dinding dari batu bata dan batang kayu. Di dalam istana, berdiam raja beserta keluarganya dan para abdi. Di luar istana (masih di dalam lingkungan dinding kota), terdapat kediaman para pejabat tinggi kerajaan, termasuk putra mahkota beserta keluarganya. Mereka tinggal dalam perkampungan khusus. Sedangkan, para hamba dan budak yang dipekerjakan di istana juga tinggal di sekitarnya. Sisa-sisa peninggalan pemukiman khusus ini sampai sekarang masih bisa ditemukan di Yogyakarta dan sekitarnya. Di luar tembok kota, berdiam rakyat yang merupakan kelompok terbesar. Kehidupan masyarakat Mataram pada umumnya bersifat agraris, karena pusat Mataram berada di pedalaman, bukan di pesisir pantai. Pertanian merupakan sumber kehidupan kebanyakan rakyat Mataram. Selain itu. penduduk di desa (disebut wanua) memelihara ternak, seperti kambing, kerbau, sapi, ayam, babi, dan itik. Sebagai tenaga kerja, mereka juga berdagang dan menjadi pengrajin. Dari Prasasti Purworejo (900 M), diperoleh informasi tentang kegiatan perdagangan. Kegiatan pasar ini tidak diadakan setiap hari, melainkan bergilir berdasarkan pada hari pasaran menurut kalender Jawa kuno. Pada hari Kliwon, pasar diadakan di pusat kota. Pada hari Manis atau Legi, pasar diadakan di desa bagian timur. Pada hari Paking (Pahing), pasar diadakan di desa sebelah selatan. Pada hari Pon, pasar diadakan di desa sebelah barat. Pada hari Wage, pasar diadakan di desa sebelah utara. Pada hari pasaran ini, desa-desa yang menjadi pusat perdagangan ramai didatangi oleh pembeli dan penjual dari desa-desa lain. Mereka datang dengan berbagai cara, melalui transportasi darat maupun sungai, sambil membawa barang dagangan, seperti beras, buah-buahan, dan ternak untuk dibarter dengan kebutuhan yang lain. Selain dibidang pertanian, industri rumah tangga juga sudah berkembang. Beberapa hasil industri Kerajaan Medang antara lain anyaman seperti keranjang, perkakas dari besi, emas, tembaga, perunggu, pakaian, gula kelapa, arang, dan kapur sirih. Hasil produksi industri ini dapat diperoleh di pasar-pasar tersebut. Sementara itu, bila seseorang berjasa (biasanya pejabat militer atau kerabat istana) kepada Kerajaan, maka orang bersangkutan akan diberi hak memiliki tanah untuk dikelola. Biasanya, tempat itu adalah hutan, yang kemudian dibuka (dibabat) menjadi pemukiman baru. Orang yang diberi tanah baru itu diangkat menjadi penguasa tempat baru yang dihadiahkan kepadanya. Ia bisa saja menjadi akuwu (kepala desa), senopati, adipati, atau menteri. Bisa pula, sebuah wilayah dihadiahkan kepada kaum Brahmana atau rahib untuk dijadikan asrama sebagai tempat tinggal mereka. Dan, di sekitar asrama tersebut, biasanya didirikan candi atau vihara.