Batik Desa Kliwonan Sragen, Bermula Dari Kampung Buruh Batik
Desa Kliwonan, di Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen dikenal sebagai salah satu sentra industri batik. Selama lebih dari satu abad, penduduk desa telah terbiasa bergelut dengan canting dan malam hari untuk membuat Batik Kliwonan Sragen atau juga dikenal dengan Batik Sukowati. Dikutip dari artikel Keberadaan Batik Kliwonan di Kabupaten Sragen yang dimuat di Majalah Dewa Ruci (Volume 6, Edisi 1, 2009), batik desa Kliwonan berkembang sebelum tahun 1880. Dalam jurnal ini, Tiwi Bina Affanti menulis bahwa pertumbuhan Batik di Kliwonan tidak terlepas dari keberadaan Bengawan Solo yang melewati desa tersebut. Pada masa pemerintahan Keraton Surakarta Hadiningrat, wilayah Laweyan menjadi salah satu sentra industri batik yang besar. Mereka harus mendatangkan pekerja batik dari berbagai daerah untuk dapat memenuhi permintaan tersebut. Desa Kliwonan merupakan daerah yang menyediakan banyak pekerja batik. Selain kegiatan pertanian, mereka datang ke Laweyan untuk menjadi pekerja batik. Keberadaan Bengawan Solo sangat mendukung kegiatan tersebut. Saat itu, sungai terpanjang di Jawa menjadi pusat transportasi. Para pekerja melakukan perjalanan ke pedagang batik di Laweyan melalui sungai. Namun, keterbatasan lahan untuk pabrik batik di Laweyan sendiri menjadi kendala. Sebagian besar pabrik tidak lagi mampu menampung pekerja batik dalam jumlah besar. Sebagai solusi, pekerja batik Kliwonan memilih bekerja dari rumah sendiri. Kondisi ini menjadikan Bandar Juragan di desa Kliwonan menjadi salah satu bandar tersibuk. Bandar itu menjadi tempat para pedagang mengirimkan bahan-bahan untuk membuat kain batik. Di sisi lain, bandar juga menjadi tempat para pembatik di Kliwonan mengirimkan barang dagangannya ke Kota Praja. Kepiawaian para pekerja Kliwonan dalam membuat batik halus khas Surakarta telah meningkat pesat. Lebih lanjut, keberadaan Bengawan Solo membuat proses pembatikan yang membutuhkan banyak suplai air tidak memiliki kendala. Setelah era kemerdekaan, banyak pekerja yang mulai mengembangkan usaha sendiri. Mereka memilih menjadi saudagar di desanya sendiri. Pola-pola batik yang dikembangkan juga selalu menyerupai pola-pola gaya Surakarta klasik, seperti parang, truntum, Wahyu tumurun, sidamukti dan lain-lain. Pemerintah daerah juga terus mempromosikan batik Kliwonan dengan brand Batik Sukowati, julukan Kabupaten Sragen.