Jowonews

Ayo Berkebun dengan Mudah dan Sembuhkan Bumi!

SEMARANG, Jowonews- Berkebun adalah salah satu teknologi tertua yang ditemukan nenek moyang bangsa Indonesia untuk bertahan hidup. Masyarakat bisa memulainya dengan cara sederhana. Tanamlah dengan tanah! Jangan membayangkan yang rumit ketika berkebun karena semua orang secara alami punya green thumb (tangan dingin). Tinggal dilatih untuk menanam dan langsung dipraktikkan di rumah. Teknologi urban farming atau berkebun urban, menurut peneliti dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Dian Armanda, sudah sangat berkembang, mulai dari yang populer, seperti hidroponik dengan media air, akuaponik, aeroponik, bahkan sampai indoor farming atau berkebun di ruang tertutup. Namun, bagi pemula, mulailah dengan cara yang paling sederhana. Menanam dengan tanah dan/atau di tanah dengan cara yang sehat serta natural. Mengapa memulai dengan tanah? Selain lebih simpel, kata Dian Armanda, menanam di tanah yang “kotor” itu juga sehat. Pada tanah subur, ada miliaran organisme, termasuk mikrobia yang tidak hanya menyehatkan tanah dan tanaman, tetapi juga membantu menghasilkan panen pangan yang sehat bagi manusia. Keragaman mikrobia pada tanah subur juga menyehatkan Bumi, membantu mengikat karbon dari atmosfer ke tanah, yang artinya membantu memulihkan dari global warming (pemanasan global). Dengan menjaga tanah sehat, membantu menghentikan global warming karena tidak membajak dan tanpa pupuk dan pestisida kimia sintetis. Peneliti urban farming (pertanian perkotaan) dan biologi lingkungan ini menjelaskan bahwa orang menanam berarti yang bersangkutan mengonservasi keanekaragaman biota tanah, baik organisme makro maupun mikroskopis. Bila keanekaragaman biota ini terjaga, mereka mampu membantu menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer. Sebagaimana diketahui bahwa karbon dioksida ini salah satu penyebab global warming. “Biota-biota ini menggunakan karbon untuk kehidupan mereka sehingga alih-alih terlepas di udara, karbon tersimpan di tanah,” kata pendiri bisnis rintisan CitiGrower ini, sepeeti dilansir Antara. Ia mengatakan sudah ada studi mengenai potensi serapan tanah subur pada karbon dioksida di udara. Dalam hal ini, tanah berpotensi mengikat karbon dari atmosfer hingga 4.000 gigaton, sedangkan total potensi serapan karbon oleh atmosfer sudah ditambah oleh tanaman sebesar 1.700 gigaton. Maka, potensi tanah subur untuk membalikkan pemanasan global ini sangat besar. Dengan demikian, menanam secara alami menyehatkan bagi Bumi dan manusia. Selanjutnya.. Jangan Dibuat Rumit

Wah, Berkebun Urban Organik Ternyata Bisa Sembuhkan Bumi Loh

SEMARANG, Jowonews- Berkebun urban organik selain murah, mudah, dan menyenangkan bagi pekebun, ternyata juga menyembuhkan bumi. Hal Karena kegiatan tersebut menjaga tanah sehat dan membantu menghentikan global warming (pemanasan global). “Bisa berkontribusi bila syarat dan ketentuannya dipenuhi. Misalnya menggunakan tanah, tidak pakai pupuk sintetik atau pestisida kimia sintetis, dan tidak membajak,” kata peneliti dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Dian Armanda, sebagaimana dilansir Antara, Senin (30/11). Dian yang juga staf pengajar dan peneliti Prodi Biologi di UIN Walisongo Semarang saat ini tengah menempuh program doktoral di Institute of Environmental Sciences Leiden University, Belanda. Menjawab seberapa besar persentase berkebun di rumah memberi kontribusi terhadap pengurangan pemanasan global, Dian mengutarakan bahwa seberapa angka persennya belum ada data jelas karena semua bergantung pada konteks atau kasus per kasus dan kebunnya seperti apa. Peneliti urban farming (pertanian perkotaan) dan biologi lingkungan ini lantas menjelaskan bahwa orang menanam berarti yang bersangkutan mengonservasi keanekaragaman biota tanah, baik organisme makro maupun mikroskopis. Bila keanekaragaman biota ini terjaga, lanjut Dian, mereka mampu berfungsi membantu menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer. Sebagaimana diketahui bahwa karbon dioksida ini salah satu penyebab global warming. “Biota-biota ini menggunakan karbon untuk kehidupan mereka sehingga alih-alih terlepas di udara, karbon tersimpan di tanah,” kata pendiri start up CitiGrower, inisiatif urban farming berbasis digital. Menurut Dian, sudah ada studi mengenai potensi serapan tanah subur pada karbon dioksida di udara ini. Dalam hal ini, tanah berpotensi mengikat karbon dari atmosfer hingga 4.000 gigaton, sedangkan total potensi serapan karbon oleh atmosfer sudah ditambah oleh tanaman sebesar 1.700 gigaton. “Maka, potensi tanah subur untuk membalikkan pemanasan global ini sangat-sangat besar,” kata alumnus Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.