Jowonews

2 WNI Positif Corona di Depok, Ini Kronologinya

JAKARTA, Jowonews.com – Presiden Joko Widodo mengumumkan dua orang warga negara Indonesia (WNI) yaitu seorang ibu berusia 64 tahun dan anaknya berusia 31 tahun di Depok, Jawa Barat, yang positif terjangkit virus corona jenis baru (Covid-19) dan saat ini sedang dirawat di RS Penyakit Infeksi Sulianti Suroso sejak 1 Maret 2020. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto lalu mengaku baru mendapatkan laporan keduanya positif Covid-19 pada Senin. Ia pun menjelaskan garis besar kronologi kedua WNI tersebut terkena Covid-19. “Ada WN Jepang yang tinggal di Malaysia, melakukan perjalanan ke Indonesia, kembali ke Malaysia setelah beberapa hari sakit, maka dicek di sana karena kena monitor. Dikatakan Covid-19 positif. Pemerintah Malaysia menghubungi kita. Kita lakukan tracking melakukan close contact dengan pasien ini. Kita tindak lanjuti, sistem di sini berjalan,” ungkap Terawan. Menurut Terawan, WN Jepang yang tinggal di Malaysia tersebut dinyatakan positif Covid-19 oleh pemerintah Malaysia pada pekan lalu “Jadi memang orang Jepang yang bawa (virus Corna) dan dia tinggal di Malaysia. Kelihatanya dia sudah terinfeksi (di Malaysia), yang saya telusuri adalah bagaimana dia dan di mana bertemu,” kata Terawan. Menkes juga menjelaskan bahwa kedua WNI tinggal di Depok. “Rumahnya di Depok,” ujar Terawan. Pihaknya kemudian melakukan surveillance tracking dengan detail ke mana saja orang Jepang itu pergi. “Begitu dengar berita, kita melakukan penelusuran dan pemisahan dan siapa pun yang close contact, selalu kita periksa detail. Orang yang tinggal dengan dua orang ini dipisah, juga sudah kita pisahkan,” kata Terawan. Dinas kesehatan pun menemukan ibu dan anak yang mengalami gejala batuk, pilek, sesak dan demam. “Jadi dua orang ini, rumahnya kita cek sehingga kita bawa dua-duanya, ibu dan anak, umur 64 tahun dan 31 tahun, sesuai prosedur dinas kesehatan setempat melakukan pemantauan dan isolasi rumah. Setelah itu kita dapat orangnya, kita langsung periksa, kita bawa ke Rumah Sakit Penyakit Infeksi Soelianti Saroso, di ruang isolasi khusus yang tidak berhubungan dengan yang lain” kata Terawan. Relasi dua WNI dengan WN Jepang tersebut, menurut Terawan, adalah teman dekat. “Orang Jepangnya datang ke rumah, lalu dua orang ini mengeluhkan batuk pilek biasa. Jadinya agak sesak dan demam, tapi sekarang kondisinya sekarang hanya batuk pilek,” ungkap Terawan. Setelah mengalami gejala tersebut, keduanya diobservasi selama 2-3 hari dan baru pada hari ini hasilnya dinyatakan positif. “Saya baru diberi hasil tadi pagi, langsung lapor bapak presiden untuk mengumumkan. Ini bagus sebagai keterbukaan informasi, tidak ada yang ditutupi dan dibikin horor. Saat keduanya sudah menunjukkan gejala langsung diangkut, setelah diobservasi 2-3 hari baru dinyatakan positif,” ungkap Terawan. Keduanya akan diisolasi selama 14 hari dan dilakukan cek ulang. “Yang dihadapi itu Covid-19, yang menakutkan itu beritanya. Ini buktinya apa? tinggal batuknya saja, kondisi virus positif nanti dievaluasi ulang, kalau 14 hari dicek ulang, sekarang masih dievaluasi,” kata Terawan. Ia pun meminta masyarakat tidak perlu panik. “Kalau mengalami batuk, sesak nafas dan demam, segera datang ke puskesmas dan rumah sakit terdekat. Harus ingat, ini penyakit self limited disease, penyakit yang sembuh sendiri. Sama seperti virus yang lain, angka kematian di bawah 2 persen, dan tergantung imunitas tubuh. Dari awal saya bilang jaga imunitas dan higienitas, gerakan hidup sehat digaungkan di mana-mana,” kata Terawan. (jwn5/ant)

Pemprov Jateng Siapkan Antisipasi Dampak COVID-19 di Bidang Kesehatan dan Ekonomi

SEMARANG, Jowonews.com – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) melakukan langkah-langkah antisipasi dampak penyebaran virus COVID-19 pada bidang perekonomian dan kesehatan dengan menggelar Rapat Koordinasi “Penanggulangan Dampak Virus COVID-19 Terhadap Perekonomian Jawa Tengah,” bersama pihak terkait. “Antisipasi dibagi dalam dua klaster yakni strategis dan taktis, penanggulangan potensi terjadinya wabah di Jateng kita antisipasi. Kita membuat skenario, bagaimana penanggulangan penyakitnya dan secara ekonominya kita pertimbangkan masak-masak,” jelas Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo usai memimpin rakor di Semarang, Jumat. Pada sektor perekonomian, Ganjar menyebutkan saat ini pihaknya tengah mencermati indikasi Jateng bakal terkena dampak akibat virus COVID-19 dan dampakNYA dari status negara maju yang dilabelkan Amerika Serikat kepada Indonesia. Dalam rakor yang juga melibatkan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Ditjen Bea dan Cukai, serta para ilmuwan tersebut diformulasikan kemungkinan para pengusaha bakal kesulitan bahan baku serta memerlukan kemudahan relaksasi. Pemprov Jateng, ujar Ganjar mencari negara-negara yang bisa memberikan bahan baku sebagai pengganti bahan baku yang sebagian besar bersumber dari Tiongkok. “Kita siapkan program relaksasi terutama dalam perizinan-perizinan,” tambahnya. Ganjar mengatakan, secara garis besar, merebaknya virus COVID-19 ke berbagai negara belum memberi dampak negatif terhadap perekonomian, khususnya dunia industri di Jateng. Kendati demikian, ia menyadari bahwa industri yang paling besar di wilayahnya yakni tekstil dan mebel karena sebagian besar bahan bakunya diimpor dari Tiongkok, dimana bahan baku seperti kapas hanya akan bertahan dalam dua bulan kedepan. “Minggu depan akan diformulasikan bagaimana kita mengantisipasi secara strategis atau jangka panjang maupun taktis jangka pendek. Untuk jangka pendek kita tadi bicara untuk mencari subtitusi kapas yaitu rayon dan di Indonesia sudah ada,” terangnya. Selain sektor perekonomian, dalam rakor tersebut juga dibahas skenario dari sisi kesehatan. Ganjar mengatakan telah menyiagakan seluruh rumah sakit dan menyiapkan tempat isolasi jika wabah tersebut masuk ke Jateng. “Kita juga sudah membuat skenario dari sisi kesehatan, jika terjadi rumah sakit mana yang siap?. Tadi usulannya menarik mesti ada tempat isolasi, baik itu di rumah sakit, pelabuhan dan bandara,” tambahnya. (jwn5/ant)

WHO Ingatkan Setiap Negara Harus Siap Siaga Hadapi COVID-19

JAKARTA, Jowonews.com – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan seluruh negara di dunia harus bersiap dan siaga dalam menghadapi virus corona baru COVID-19. Tedros dalam keterangan pada media Kamis (27/2) petang waktu setempat, sebagaimana dikutip dari laman resmi WHO di Jakarta, Jumat, mengingatkan seluruh negara di dunia untuk mempersiapkan segala hal yang harus dilakukan apabila terjadi kasus pertama COVID-19 di negaranya. “Tidak boleh ada negara yang beranggapan negaranya tidak akan terjadi kasus. Itu akan menjadi kesalahan yang fatal, secara harfiah,” kata Tedros. Tedros menekankan bahwa virus ini tidak menghormati batas-batas negara, tidak membedakan ras dan etnis, tidak mempedulikan PDB atau tingkat pembangunan suatu negara. Dia mengingatkan setiap negara bukan hanya fokus agar tidak ada kasus di negaranya, tapi bagaimana dan apa yang akan dilakukan apabila suatu negara memiliki kasus COVID-19 pertamanya. “Tapi kita tidak berputus asa. Kita bukannya tidak berdaya. Ada hal-hal yang dapat dilakukan setiap negara dan setiap orang,” tegas dia. Tedros menegaskan setiap negara harus siap untuk mendeteksi kasus secara dini, mengisolasi pasien, melacak riwayat kontak, menyediakan perawatan klinis yang berkualitas, mencegah terjadi wabah di rumah sakit, dan mencegah penularan terjadi di masyarakat. Dirjen WHO menerangkan beberapa pertanyaan penting yang harus dipersiapkan oleh setiap negara untuk melawan virus COVID-19. Yaitu apakah suatu negara siap jika terjadi kasus pertama, apa yang akan dilakukan jika saat itu tiba, apakah memiliki unit isolasi yang siap digunakan, apakah memiliki oksigen medis yang cukup, ventilator, dan peralatan vital lainnya, bagaimana agar mengetahui jika terjadi kasus di daerah lain pada suatu negara. Selain itu Tedros juga mempertanyakan mengenai kesiapan apakah terdapat sistem pelaporan di setiap fasilitas kesehatan dan cara meningkatkan kewaspadaan jika terjadi kekhawatiran, apakah petugas kesehatan memiliki pelatihan dan peralatan yang dibutuhkan dan aman, apakah tenaga kesehatan tahu cara mengambil sampel dengan benar, bagaimana pengecekan kesehatan di bandara dan perbatasan terhadap orang yang sakit, apakah laboratorium memiliki bahan kimia tepat untuk menguji sampel, apakah setiap masyarakat punya informasi yang benar dan tahu bagaimana penyakit tersebut, apakah kita siap menepis rumor dan informasi hoaks lalu melawannya dengan pesan informasi yang benar dan mudah dipahami orang, apakah suatu negara memiliki orang-orang di pihak yang sama dalam melawan wabah ini. “Ini adalah pertanyaan yang harus siap dijawab oleh setiap Menteri Kesehatan sekarang. Ini adalah pertanyaan yang akan menjadi perbedaan antara satu kasus dan 100 kasus dalam beberapa hari dan minggu mendatang. Jika jawaban untuk semua pertanyaan ini adalah tidak, negara Anda memiliki celah yang akan dieksploitasi oleh virus ini,” tegas Tedros. Bahkan, lanjut dia, negara-negara maju pun bisa saja terkejut akan keganasan yang bisa dilakukan oleh virus ini bila tidak siap dalam menghadapinya. Dia menegaskan bahwa epidemi yang terjadi di Korea Selatan, Italia, dan Iran menunjukkan kemampuan sebenarnya virus ini. Tedros mengatakan bahwa WHO selalu menginformasikan virus COVID-19 berpotensi untuk menjadi pandemi pihaknya telah menyediakan alat untuk membantu setiap negara mempersiapkannya. WHO telah mengirimkan alat uji laboratorium untuk 57 negara dan peralatan pelindung diri ke 85 negara yang membutuhkannya. WHO juga telah melatih 80 ribu petugas kesehatan melalui kursus dalam jaringan (daring) dalam berbagai bahasa. WHO juga membuat panduan dengan aksi nyata yang bisa dilakukan setiap negara untuk mencegah, mendeteksi, dan mengelola kasus. Panduan tersebut juga mencakup indikator kinerja utama, perkiraan sumber daya yang diperlukan untuk persiapan menghadapi hingga 100 kasus. “WHO siap mendukung setiap negara untuk mengembangkan rencana nasionalnya,” kata Tedros. Tedros menekankan bahwa virus COVID-19 ini sangat mungkin untuk dikendalikan. Informasi terbaru dari China menyebutkan bahwa virus ini tidak bisa menyebar secara langsung dalam komunitas masyarakat yang luas. Di Guangdong, kata Tedros, para ilmuwan menguji lebih dari 320.000 sampel dari masyarakat dan hanya 0,14 persen yang positif COVID-19. Selain itu dia juga mencontohkan negara yang terjadi kasus namun belum melaporkan kasus lagi selama lebih dari dua minggu yaitu Belgia, Kamboja, India, Nepal, Filipina, Rusia, Sri Lanka, dan Vietnam. Menurut dia, virus COVID-19 bisa dikendalikan di negara tersebut karena masing-masing negara melakukan langkah-langkah awal yang agresif untuk mencegah penularan sebelum virus itu dapat berkembang. “Sekali lagi, ini bukan waktunya untuk takut. Ini adalah waktu untuk mengambil tindakan sekarang, untuk mencegah infeksi dan menyelamatkan nyawa. Ketakutan dan kepanikan tidak membantu. Orang dapat memiliki masalah, dan memang demikian. Orang bisa khawatir, dan memang begitu. Yang paling penting adalah untuk tenang dan melakukan hal yang benar untuk melawan virus yang sangat berbahaya ini,” kata Dirjen WHO itu. (jwn5/ant)