Jowonews

Polisi Bubarkan Demo Rusuh UU Cipta Kerja di Semarang

SEMARANG, Jowonews- Aparat kepolisian dari Polda Jateng dan Polrestabes Semarang membubarkan demontrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang berlangsung rusuh di depan kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah, Semarang, Rabu (7/10). Polisi membubarkan kerumunan buruh dan mahasiswa dengan cara menembakkan gas air mata dan menyemprotkan air melalui kendaraan  meriam air atau water cannon. Polisi yang mengamankan unjuk rasa tersebut sempat bertahan dan berupaya tidak terpancing dari aksi provokasi pendemo yang melemparkan batu, botol air mineral, serta petasan. Selain melakukan aksi provokasi, seribuan orang demonstran juga melakukan pengrusakan fasilitas di halaman gedung DPRD yang masih satu kompleks dengan kantor Gubernur Jateng itu. Selain menjebol gerbang Gedung DPRD Jateng, massa juga merusak ornamen-ornamen di sekitar lokasi unjuk rasa, lapor Antara. Setelah membubarkan unjuk rasa, polisi berhasil menangkap beberapa orang yang diduga sebagai provokator karena mengaku bukan dari kalangan buruh ataupun mahasiswa. Pasca-unjuk rasa yang berakhir ricuh tersebut, beberapa orang tampak mengalami luka dan kendaraan rusak akibat terkena lemparan batu dari pendemo yang anarkistis. Saat berorasi para demonstran mengaku kecewa karena UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan kalangan pekerja disahkan tanpa mendengarkan aspirasi rakyat sehingga harus segera dibatalkan.

Tolak UU Cipta Kerja, 1000 Buruh dan Mahasiswa Jebol Gerbang DPRD Jateng

SEMARANG, Jowonews- Aksi tolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja terus melanda di berbagai daerah. Di Semarang, seribuan orang dari kalangan buruh dan mahasiswa sampai menjebol gerbang gedung DPRD Provinsi Jateng saat berunjuk rasa memprotes UU tersebut, Rabu (7/10). Massa menjebol gerbang karena tidak diizinkan masuk ke gedung DPRD Jateng oleh aparat kepolisian yang mengamankan aksi. Akibat tindakan anarkistis tersebut seorang anggota Resmob Polrestabes Semarang mengalami luka pada bagian kaki sehingga dibawa ke rumah sakit. Setelah menjebol gerbang, para demonstran dihadang oleh ratusan aparat kepolisian agar tidak masuk ke gedung dewan. Demonstran sebenarnya sudah ditemui oleh anggota Komisi C DPRD Jateng dari Fraksi Demokrat Bambang Eko Purnomo. Namun Eko ditolak, karena mereka ingin bertemu dengan perwakilan dari seluruh partai politik yang duduk sebagai legislator. Sambil berorasi secara bergantian menolak pengesahan UU Cipta Kerja, para demonstran tetap berusaha memasuki gedung DPRD Jateng. lansir Antara. Mereka mengaku kecewa karena UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan kalangan pekerja disahkan tanpa mendengarkan aspirasi rakyat sehingga harus segera dibatalkan. Hingga pukul 13.00 WIB, aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Jateng masih berlangsung dengan pengaman ketat dari kepolisian.

Mahasiswa Hingga Rektor Uniba Surakarta Demo Tuntut Mundur Ketua Yayasan

SOLO, Jowonews.com – Ratusan mahasiswa, dosen, karyawan dan alumni Universitas Islam Batik Surakarta melakukan aksi damai menuntut Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Islam Batik (Yapertib) mundur, di halaman UNIBA di Solo, Selasa. Para pengunjuk rasa yang menuntut mundurnya Ketua Yapertib UNIBA Surakarta Solichul Hadi Ahmad Bakri, yang seharusnya  bertanggung jawab terhadap semua kebijakan pengelolaan universitas justru tidak menemui mahasiswa. Pengunjuk rasa menilai dalam pengelolaan yayasan maupun universitas tidak sehat. Para mahasiswa, dosen, dan karyawan UNIBA juga membentangkan sejumlah spanduk antara lain berbunyi “Hentikan Liberalisasi dan Komersialisasi Pendidikan oleh Yayasan”, “Kewajiban Mahasiswa Sudah Dibayar Lunas, Tetapi Haknya Terpangkas”, “Bisnis Untuk Pendidikan atau Pendidikan Untuk Bisnis”, dan “Biyen Aku Isih Betah Sue-Sue Wegah Ngerti Kampusku Samsayo Bubrah”. Dekan Fakultas Tehnik Sain dan Pertanian UNIBA Surakarta Sri Yuli Rahmawati dalam orasinya mengatakan aksi damai hari ini (Selasa, 30/6) menindaklanjuti aksi sebelumnya yang digelar oleh mahasiswa UNIBA, Senin (22/6), yang berakhir dengan ditandatangani dan disetujui 10 tuntutan oleh pihak Yapertib. Namun, kata Sri Yuli, Dewan Pembina yakni Solichul Hadi Ahmad Bakri yang seharusnya bertanggung jawab terhadap semua kebijakan pengelolaan universitas justru melarikan diri bersama anaknya yang bertindak sebagai staf bendahara Yapertib UNIBA. Bahkan, kata Sri Yuli, aksi mahasiswa tersebut berdampak keluarnya Surat Keputusan (SK) pelimpahan wewenang dari Yapertib kepada Rektor UNIBA. Hal ini, membuktikan bahwa Dewan Pembina dan Yapertib cuci tangan dan tidak bertanggung jawab terhadap tuntutan mahasiswa. Selain itu, kata Direktur Paska Sarjana UNIBA Surakarta Istiatun, penyelewengan jabatan di Yapertib sudah sangat jelas ketika Ketua Yapertib mengangkat dirinya sebagai Dewan Pembina dan kemudian memasukkan kedua anaknya ke jabatan strategis di Kepengurusan Yapertib, yakni sebagai sekretaris dan staf bendahara. Sehingga, kata Istiantun, dengan kekuasaan sebagai Dewan Pembina instruksinya semakin arogan kepada pengurus Yapertib. Bahkan, pejabat-pejabat di perguruan tinggi diperlakukan seperti boneka oleh Yapertib. Rektor UNIBA Surakarta Dr Pramono Hadi dalam kesempatan itu mengatakan aksi damai ini merupakan puncak dari semua aktivitas yang dilakukan mahasiswa, dosen, karyawan, rektorat, dan alumni UNIBA, karena sudah terjadi tata kelola yang tidak benar di UNIBA, baik ditingkat sumber daya manusia (SDM) yang tidak kompeten maupun pengalokasian dana yang tidak pas. Sehingga, kata Rektor, terjadi kesalahan kelola yang berdampak kepada kekecewaan para mahasiswa, dosen, karyawan, dan alumni untuk melakukan aksi damai yang merasa ikut bertanggung jawab apa yang terjadi di UNIBA. Konsep kesalahan yang pertama, yakni Direktorat hanya bisa mengeluarkan daya usul, bukan pengambil daya keputusan. Sehingga, semuanya tersentral kepada yayasan, maka kesalahan Yapertib sangat pokok dan perlu direformasi. “Saya sebagai rektor harus bertanggung jawab, artinya sebagai kegagalan dan kami harus mundur sebagai etika akademik,” kata Pramono. Amir Junaedi selaku koordinator lapangan mengatakan aksi mahasiswa pada 22 Juni 2020 menjadi penyemangat dosen, karyawan, dan alumni UNIBA melakukan aksi hari ini. Menurut Junaedi, mahasiswa, dosen, karyawan, dan alumni dalam aksi damai sepakat menolak adanya nepotisme di dalam Yapertib Surakarta dengan mengeluarkan ketua bersama kroninya, lakukan audit investigasi seluruh aset Yapertib. Selain itu, pengunjuk rasa juga menolak intervensi Yapertib dalam pengelolaan universitas, kembalikan sistem atau aturan penggajian dan honorarium dosen dan karyawan sesuai aturan kepegawaian UNIBA, hilangkan jabatan-jabatan boneka di lingkungan Yayasan dan Universitas. Para pengunjuk rasa sempat membakar ban bekas di tengah halaman UNIBA, karena pihak Yapertib tidak mau menemui mereka dan mengancam akan menyegel UNIBA jika pihak yayasan tidak mau merespons. (jwn5/ant)

Mahasiswa IAIN Purwokerto Demo di Rektorat Tuntut Pengembalian UKT 30 Persen

PURWOKERTO, Jowonews.com – Seratusan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto yang tergabung dalam #AliansiAhmadYaniMenggugat menggelar aksi damai untuk menuntut pengembalian uang kuliah tunggal (UKT) sebesar 30 persen. Dalam aksi yang digelar di depan Gedung Rektorat IAIN Purwokerto, Jalan Ahmad Yani, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa, mahasiswa membawa berbagai poster di antaranya bertuliskan “Kampus Sepi Birokrasi Party”, “UKT Uang Kuliah Terseleksi”, dan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Mahasiswa”. Aksi damai yang menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 itu juga diisi dengan berbagai orasi yang disampaikan oleh perwakilan mahasiswa. Saat ditemui di sela aksi, Koordinator Lapangan #AliansiAhmadYaniMenggugat Muhammad Fajar mengatakan tuntutan disampaikan mahasiswa karena pemotongan UKT sebesar 10 persen dirasakan sangat kurang. “Itu karena dari semester kemarin, kami tidak mendapatkan subsidi dalam bentuk apa pun termasuk kuota (internet) yang digunakan untuk kuliah daring, sehingga dengan keputusan rektor bahwa untuk semester gasal ini (potongan) yang 10 persen itu jelas tidak cukup mengganti semua yang terjadi,” kata mahasiswa Fakultas Syariah semester 6 itu. Oleh karena potongan sebesar 10 persen itu masih kurang, katanya, mahasiswa menuntut adanya diskon atau pengembalian UKT sebesar 30 persen karena mahasiswa melaksanakan kuliah daring selama setengah semester sehingga tidak menikmati fasilitas yang diberikan di kampus seperti jaringan internet nirkabel (wifi). Selain masalah UKT, lanjutnya, mahasiswa juga meresahkan pelaksanaan kuliah daring karena setiap dosen memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam penggunaan aplikasinya lantaran ada yang menggunakan Youtube, Zoom, WhatsApp, dan Telegram. “Jadi, kami juga menuntut kurikulum perkuliahan daring dari rektorat. Jadi, silakan diatur oleh pihak rektorat,” katanya. Dalam hal ini, katanya, mahasiswa menuntut adanya penyeragaman aplikasi yang digunakan untuk kuliah daring agar tidak memberatkan mahasiswa terutama ketika tidak memiliki kuota internet. Menurut dia, mahasiswa juga mempertanyakan kuota kuliah kerja nyata (KKN) yang selama ini dibatasi namun saat sekarang justru setiap mahasiswa yang mendaftar KKN dimasukkan semua. “Tapi poin utama tuntutan kami adalah pemotongan UKT sebesar 30 persen untuk seluruh fakultas dan adanya keseragaman. Jadi, tidak ada persyaratan yang diharuskan bagi mahasiswa yang mengajukan pengurangan UKT karena pada dasarnya seluruh mahasiswa terdampak COVID-19,” tegasnya. Lebih lanjut, Fajar mengatakan #AliansiAhmadYaniMenggugat sedang melakukan negosiasi dengan Rektorat IAIN Purwokerto terkait dengan tuntutan pengembalian UKT sebesar 30 persen tersebut. Menurut dia, mahasiswa tidak akan menuntut yang lainnya termasuk subsidi kuoata internet jika tuntutan pemotongan atau pengembalian UKT sebesar 30 persen itu terealisasi. “Jadi, kami sangat mengusahakan diskon 30 persen ini bisa gol. Tapi kalau misalkan seperti kampus-kampus lain yang berbasis keagamaan seperti IAIN itu ada yang 20 persen. Kalau (hanya) 20 persen, kami akan negosiasikan lagi,” katanya. (jwn5/ant)

Ratusan Mahasiswa dan Buruh Demo Tolak RUU Omnibus Law di Temanggung

TEMANGGUNG, Jowonews.com – Ratusan mahasiswa dan buruh di Kabupaten Temanggung yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak Omnibus Law menggelar unjuk rasa menolak omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, di depan Gedung DPRD Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Senin. Sebelum melakukan orasi di depan DPRD Kabupaten Temanggung, mereka berjalan kaki dari Tugu Pancasila (Tugu Jam) yang berjarak sekitar 1 kilometer dari gedung DPRD. Selain berorasi, mereka menggelar sejumlah poster dan spanduk yang intinya menolak RUU Omnibus Law. Pada pendemo tersebut juga menggelar teatrikal yang menggambarkan ketidakberdayaan buruh melawan pengusaha dan penanam modal. Koordinator Aksi, Yudha mengatakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja bukanlah cipta kerja tetapi cipta sengsara, sebab merugikan tenaga kerja, buruh semakin terpuruk dan terancam masa depannya. “Kami berjuang untuk menolak RUU Omnibus Law, sebab akan merugikan keberlangsungan untuk peningkatan kesejahteraan buruh,” katanya. Ia mengemukakan ada sejumlah poin yang merugikan buruh, antara lain tanpa kepastian nilai pesangon buruh yang terkena PHK, hilangnya upah minimum kabupaten/kota, penggunaan tenaga kontrak yang masif, karyawan kontrak pada berbagai lini, hapusnya jaminan sosial, dan membanjirnya tenaga kerja asing. Selain itu, katanya tidak ada aturan yang jelas dalam pengaturan jam kerja, dihapusnya sanksi pada pengusaha yang tidak membayar upah buruh, dan kemudahan pengusaha melakukan PHK pada buruh. Dalam unjuk rasa tersebut mereka mendesak DPRD Kabupaten Temanggung untuk menyampaikan surat tuntutan ke DPR RI bahwa rakyat Temanggung menolak RUU Cipta Kerja. Mereka juga meminta negara melindungi dan memberikan apa yang menjadi hak-hak para pekerja, terutama buruh perempuan yang rentan terhadap pelecehan dan kekerasan. Ketua DPRD Kabupaten Temanggung Yunianto yang menemui demonstran mengatakan akan menyampaikan aspirasi dari mahasiswa dan buruh ke pemerintah pusat. “Kami akan kirim permintaan mahasiswa dan buruh ke pusat sesuai jalur,” katanya pula. (jwn5/ant)

Tolak Omnibus Law, Ribuan Buruh Berdemo di Gedung DPR

JAKARTA, Jowonews.com – Puluhan ribu buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) memadati Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu, menolak RUU Omnibus Law yang dibahas tidak melibatkan kalangan buruh dan disinyalir merugikan pekerja. Buruh mulai berkumpul di Gelora Bung Karno, Jakarta sejak pukul 09.00 WIB. Siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu, menyebutkan mereka berdatangan dari berbagai daerah, seperti Bekasi, Bogor, Cikarang, Karawang, Tangerang, dan DKI Jakarta, dengan menggunakan bus. Barisan buruh langsung melakukan aksi ‘longmarch’ dikawal brigade KSPSI berbaju biru. Mobil komando berada dibelakang barisan. Ketika berjalan menuju gedung parlemen, buruh pun sambil meneriakkan jargon untuk menolak RUU Omnibus Law. “Tolak Omnibus Law,” teriak buruh. Aksi puluhan ribuan buruh memadati lalu lintas di kawasan di Jalan Gerbang Pemuda menuju DPR. Mereka sampai di DPR sekitar pukul 10.30 WIB. Berapa waktu kemudian, perwakilan buruh diterima pimpinan DPR, di antaranya Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel, Wakil Ketua Komisi IX DPR Sri Rahayu, Anggota Komisi IX DPR Obon Tabroni dan Rahmat Handoyo. Sepuluh perwakilan KSPSI yang diterima DPR dipimpin langsung Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea. Andi Gani menyampaikan beberapa tuntutan di depan pimpinan DPR, pertama, unsur buruh harus masuk ke dalam tim pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. “Kami minta unsur buruh masuk dalam tim pembahasan Omnibus Law karena sejak awal, unsur buruh tidak pernah diajak bicara sehingga banyak rumor tidak jelas soal RUU itu,” kata Andi Gani. Sebagai konfederasi terbesar dan dekat dengan pemerintah, KSPSI tidak pernah diajak dialog. Ia melihat situasi ini tidak normal, cenderung aneh. “Harusnya buruh diajak bicara. Bukan diundang untuk diberitahukan bahwa ini sudah selesai, Sangat berbeda. Kami ingin masuk ke dalam pembahasan. Mengidentifikasi masalah satu persatu. Bisa berargumentasi dan mengusulkan secara langsung,” ujarnya. Kedua, kata Andi Gani, jangan sampai aturan ini merugikan buruh. “Saya mengingatkan pemerintah akan terjadi gejolak di kalangan buruh karena dari awal seperti ada yang disembunyikan,” katanya. Andi Gani yang juga pimpinan konfederasi buruh ASEAN (ATUC) berharap DPR bisa menerima masukan dari buruh agar bisa terealisasi. Terkait jabatannya yang saat ini sebagai Presiden Komisaris BUMN PT PP (Persero) Tbk., Andi Gani mengaku ikhlas dan siap dengan segala risikonya, misalnya diberhentikan kalau tindakannya dianggap bersalah memimpin demo buruh karena apa yang telah dilakukannya untuk membela kepentingan buruh. “Persahabatan saya dengan Pak Jokowi juga akan tetap terjaga. Saya yakin Pak Jokowi tahu saya melakukan ini sebagai bentuk demokrasi yang hakiki,” katanya. Andi Gani juga mengapresiasi dan mengucapkan terimakasih kepada seluruh anggota KSPSI yang telah melaksanakan aksi unjuk rasa damai besar-besaran dengan damai dan tertib. Wakil Ketua Komisi IX DPR Sri Rahayu menyatakan menampung aspirasi dari para buruh. Sri juga menjelaskan, penggantian nama RUU Cipta Lapangan Kerja menjadi RUU Cipta Kerja. Ia menilai, penggantian nama itu untuk menghindari penyebutan menjadi RUU Cilaka. Usai memberi penjelasan, beberapa pimpinan DPR menemui buruh yang demo di depan Gedung DPR. Ketua Komisi lX DPR Felly Estelita Runtuwene dan Wakil Ketua Komisi IX Sri Rahayu ikut naik ke mobil komando dan menyapa massa buruh. “Kami pimpinan Komisi IX berjanji akan berjuang bersama buruh terkait Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja,” ucap Felly disambut teriakan setuju dari puluhan ribu buruh. (jwn5/ant)