Jowonews

HNW Tolak Rapid Test bagi Anggota DPR/MPR, Minta Dialihkan untuk Rakyat

JAKARTA, Jowonews.com – Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, tegas menolak rencana dilakukan uji cepat alias rapid test COVID-19 bagi anggota DPR/MPR dan keluarganya. Menurut dia, tes massal COVID-19 sebaiknya dilakukan untuk rakyat yang lebih membutuhkan maupun tenaga medis sebagai garda terdepan penanganan wabah COVID-19. “Batalkan rencana rapid test COVID-19 bagi anggota DPR/MPR dan keluarganya, dan ubah jadi untuk rakyat yang membutuhkan terutama tenaga medis,” kata dia, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa. Ia mendorong DPR fokus dukung dan kawal rencana realokasi anggaran yang telah diputuskan Presiden Joko Widodo dalam Inpres Nomor 4/2020 tentang Penekanan Kembali Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Politisi PKS itu juga mendorong DPR bersama pemerintah menyediakan payung hukum bagi BPJS untuk menanggung pembiayaan pasien yang terpapar COVID-19, sebagaimana dimintakan direktur utama BPJS. “COVID-19 telah menjadi ‘teror’ dan mungkin berlangsung lama, oleh karena itu DPR mendorong pemerintah mengajukan APBN Perubahan 2020 dalam rangka penanganan COVID-19,” ujarnya. Hal itu menurut dia sesuai dengan UU Nomor 20/2019 tentang APBN 2020 yaitu revisi APBN bisa diajukan jika terjadi perubahan asumsi makro dan keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran. Ia mencontohkan, Kementerian Sosial harus meningkatkan belanja bansos untuk masyarakat miskin yang mata pencahariannya terdampak COVID-19. “DPR perlu mendorong pemerintah mengajukan APBN-P secepatnya, agar anggaran negara sekitar Rp2.500 triliun tahun ini, fokus untuk keselamatan rakyat dari COVID-19 dan masalah-masalah terkait,” katanya. (jwn5/ant)

DPR-Kemendikbud Sepakat Tiadakan UN Tahun Ini

JAKARTA, Jowonews.com – Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda mengatakan DPR dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sepakat pelaksanaan Ujian Nasional (UN) ditiadakan untuk melindungi siswa dari COVID-19. “Dari hasil rapat konsultasi DPR dan Kemendikbud, disepakati jika pelaksanaan UN SMP dan SMA ditiadakan, untuk melindungi siswa dari COVID-19,” ujar Syaiful Huda dalam keterangannya di Jakarta, Selasa. Kesepakatan itu didasarkan atas penyebaran COVID-19 yang kian masif. Padahal jadwal UN SMA harus dilaksanakan pada 30 Maret, begitu juga UN SMP yang harus dijadwalkan paling lambat akhir April mendatang. “Penyebaran wabah COVID-19 diprediksi akan terus berlangsung hingga April, jadi tidak mungkin kita memaksakan siswa untuk berkumpul melaksanakan UN di bawah ancaman wabah COVID-19 sehingga kami sepakat UN ditiadakan,” ujar dia. Huda mengatakan saat ini Kemendikbud mengkaji opsi pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) sebagai pengganti UN. Kendati demikian opsi tersebut hanya akan diambil jika pihak sekolah mampu menyelenggarakan USBN dalam jaringan (daring). “Kami sepakat bahwa opsi USBN ini hanya bisa dilakukan jika dilakukan secara daring, karena pada prinsipnya kami tidak ingin ada pengumpulan siswa secara fisik di gedung-gedung sekolah,” ujar dia. Jika USBN via daring tidak bisa dilakukan, maka muncul opsi terakhir yakni metode kelulusan akan dilakukan dengan menimbang nilai kumulatif siswa selama belajar di sekolah. Untuk tingkat SMA dan SMP maka kelulusan siswa akan ditentukan melalui nilai kumulatif mereka selama tiga tahun belajar. Pun juga untuk siswa SD, kelulusan akan ditentukan dari nilai kumulatif selama enam tahun mereka belajar. “Jadi nanti pihak sekolah akan menimbang nilai kumulatif yang tercermin dari nilai rapot dalam menentukan kelulusan seorang siswa, karena semua kegiatan kurikuler atau ekstrakurikuler siswa terdokumentasi dari nilai rapor,” kata dia. (jwn5/ant)

Batal Naik, DPR: Pemerintah Wajib Kembalikan Iuran BPJS Kesehatan

Semarang, Jowonews.com – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Dewi Aryani menyatakan pemerintah wajib mengembalikan iuran BPJS Kesehatan pascaputusan Mahkamah Agung yang mengabulkan judicial review Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. “Dengan dibatalkannya Perpres No. 75/2019 tentang Perubahan atas Perpres No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan harus kembali semula,” kata Dewi Aryani di Semarang, Senin malam, ketika merespons putusan MA tersebut. Sejak pemberlakuan Perpres No. 75/2019 per 1 Januari 2020, iuran BPJS Kesehatan bagi peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) sebesar Rp42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, sedangkan kelas II sebesar Rp110 ribu/orang/bulan dan kelas I sebesar Rp160 ribu/orang/bulan. Sebelumnya, kata Dewi Aryani, iuran bagi mereka sebesar Rp25.500,00 untuk kelas III, sebesar Rp51 ribu untuk kelas II, dan sebesar Rp80 ribu untuk kelas I. Karena perpres tersebut sudah dibatalkan MA, kata Dewi Aryani, iuran yang sudah terbayar mulai Januari hingga Maret 2020 wajib dikembalikan kepada peserta PBPU dan BP sesuai dengan kelasnya masing-masing. “Misalnya, untuk kelas III, pemerintah wajib mengembalikan sebesar Rp16.500‬,00, sedangkan untuk kelas II Rp59 ribu dan kelas I Rp80 ribu. Dengan demikian, total pengembalian sebesar iuran yang mereka bayarkan kali 3 bulan,” kata Wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Kabupaten/Kota Tegal dan Kabupaten Brebes) ini. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan, lanjut Dewi Aryani, harus segera membahas teknis pengembalian iuran masyarakat yang sudah dibayarkan sejak Januari sampai Maret 2020. “Ini tidak mudah. Jadi, harus benar-benar membuat langkah yang paling tepat agar tidak membuat kegaduhan baru,” kata anggota Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan) DPR RI ini. Politikus PDI Perjuangan ini menekankan, “Pemerintah jangan memulai gaduh dengan urusan kenaikan, kemudian mengakhiri dengan gaduh pula.” Dewi Aryani berpesan agar pemerintah menyelesaikan semua urusan rakyat sebaik-baiknya. Apalagi, masalah kesehatan saat ini adalah kebutuhan mendasar rakyat dan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat hingga daerah untuk memastikan semua mendapat pelayanan kesehatan (Jaminan Kesehatan Nasional/BPJS Kesehatan) sesuai dengan kategorinya. Ia menegaskan bahwa mereka yang masuk kategori miskin harus dapat Kartu Indonesia Sehat (KIS) Penerima Bantuan Iuran (PBI). Agar tepat sasaran, lanjut Dewi Aryani, data diverifikasi dan validasi (verval) ulang secara berkala oleh Kementerian Sosial dengan melibatkan Kementerian Dalam Negeri. “Untuk BPJS mandiri dengan tidak adanya kenaikan iuran kelas III, diharapkan kesadaran masyarakat yang mampu membayar makin tinggi untuk segera mendaftarkan diri sebagai peserta mandiri,” kata anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dewi Aryani. (jwn5/ant)

Sertifikasi Halal di Omnibus Law, DPR Klaim Tak Akan Persulit Ekonomi Rakyat

JAKARTA, Jowonews.com – Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Diah Pitaloka menilai sertifikasi halal yang akan diatur dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja bertujuan untuk tidak mempersulit ekonomi rakyat khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). “Kita itu berkaca dari pengalaman dan masukan dari masyarakat, ormas, maupun dunia usaha. Mereka semua sampaikan bahwa proses pengurusan sertifikat halal itu lama dan menguras energi maupun biaya,” kata Diah Pitaloka dalam keterangannya di Jakarta, Jumat. Dia menilai pemerintah ingin memangkas energi dan biaya dalam pengurusan sertifikat halal sehingga secara prinsip DPR akan mendukung. Diah juga menilai masalah mendasar adalah peraturan yang tidak mempersulit ekonomi rakyat khususnya UMKM sehingga prinsipnya birokrasi jangan berbelit, ringkas, cepat, dan bisa diakses semua masyarakat yang membutuhkan. “Jangan dimonopoli (proses sertifikasinya). Itulah kenapa kemarin kita buat UU Jaminan Produk Halal,” ujarnya. Menurut dia, DPR RI membuka diri bagi semua pihak untuk memberi masukan soal sertifikasi halal seperti ormas maupun para ahli. Dia menginginkan agar masyarakat urus sertifikasi halal itu senang karena jadi nilai tambah ekonomi, bukan takut karena beban biaya atau takut dengan aturan yang ribet. (jwn5/ant)

Rapat Pemerintah dan DPR Cari Solusi Masalah BPJS Kesehatan

JAKARTA, Jowonews.com – Pemerintah dan DPR membahas solusi masalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam rapat gabungan di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Selasa. Rapat yang diikuti oleh perwakilan pemerintah serta Komisi II, Komisi VIII, Komisi IX, dan Komisi XI DPR tersebut antara lain akan membicarakan persoalan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. “Kita tahu bahwa ada kebijakan, terutama soal BPJS Kesehatan yang kami di DPR nilai bermasalah, terutama soal kenaikan iuran,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tubagus Ace Hasan Syadzily sebelum rapat gabungan dimulai. Politisi Partai Golkar itu mengatakan rapat gabungan akan membicarakan solusi masalah BPJS Kesehatan dari berbagai sisi. “Komisi II akan berbicara dari sisi pemerintah daerah, sejauh mana pemerintah daerah bisa membantu. Komisi VIII tentang kesejahteraan sosial, Komisi IX tentang kesehatan, dan Komisi XI tentang pendanaan, termasuk soal pendanaan subsidi,” ia menjelaskan. Komisi VIII, Ace melanjutkan, akan menyoroti data warga miskin dan data penerima bantuan iuran JKN serta apakah pemberian bantuan iuran JKN untuk warga berpenghasilan rendah sudah tepat sasaran. “Soal kenaikan iuran, saya kira ada subsidi dari pemerintah melalui penerima bantuan iuran yang datanya dari Kementerian Sosial,” katanya. Dalam rapat gabungan yang diadakan secara tertutup tersebut, DPR mengundang perwakilan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Badan Pusat Statistik, dan BPJS Kesehatan. (jwn5/ant)

Pemerintah Akan Sosialisasikan Omnibus Law Cilaka ke Seluruh Masyarakat Indonesia

JAKARTA, Jowonews.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat Indonesia terkait Omnibus Law Cipta Kerja. “Ini akan dilakukan sosialisasi ke seluruh provinsi di Indonesia yang melibatkan pemerintah bersama DPR dengan tujuh komisi terkait,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu. Airlangga menuturkan sosialisasi itu dilakukan agar seluruh masyarakat Indonesia mengetahui dan memahami secara rinci terkait isi dari Omnibus Law Cipta Kerja tersebut. “Masyarakat bisa mengetahui apa yang akan dibahas dan apa yang akan diputuskan,” ujarnya. Ia menegaskan Omnibus Law tersebut merupakan salah satu bentuk upaya dari pemerintah dalam menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan yang akhirnya akan mampu menunjang perekonomian tanah air. “Kondisinya memang murni untuk menciptakan lapangan pekerjaan di mana dalam situasi global maupun dengan adanya virus Corona salah satu solusi untuk meningkatkan lapangan pekerjaan,” jelasnya. Tak hanya itu, Airlangga menyatakan pemerintah juga berencana akan membuka Omnibus Law Cipta Kerja tersebut kepada publik namun masih menunggu mekanisme yang dijalani oleh pihak DPR. “Ya kita serahkan kepada mekanisme yang ada di DPR. Draf resmi adalah yang diserahkan kepada DPR jadi tidak ada versi lain di luar itu,” katanya. Sebagai informasi, Menko Airlangga telah menyerahkan Surat Presiden (Surpres) sekaligus draf Omnibus Law Cipta Kerja serta naskah akademiknya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Draf Omnibus Law Cipta Kerja terdiri dari 79 Undang-Undang (UU), 15 bab dengan 174 pasal yang menyasar 11 klaster dan akan dibahas oleh para anggota dewan sesuai dengan mekanisme yang ada. Airlangga mengaku dalam pembentukan dan penyusunan Omnibus Law tersebut telah melibatkan sepuluh konfederasi melalui dialog yang dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja. “Jadi kemarin sudah dibentuk dan melibatkan banyak konfederasi. Sepuluh konfederasi sudah diajak dialog dengan Menaker dan di bentuk tim serta seluruhnya sudah diajak dalam sosialisasi “ jelasnya. (jwn5/ant)

Tolak Omnibus Law, Ribuan Buruh Berdemo di Gedung DPR

JAKARTA, Jowonews.com – Puluhan ribu buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) memadati Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu, menolak RUU Omnibus Law yang dibahas tidak melibatkan kalangan buruh dan disinyalir merugikan pekerja. Buruh mulai berkumpul di Gelora Bung Karno, Jakarta sejak pukul 09.00 WIB. Siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu, menyebutkan mereka berdatangan dari berbagai daerah, seperti Bekasi, Bogor, Cikarang, Karawang, Tangerang, dan DKI Jakarta, dengan menggunakan bus. Barisan buruh langsung melakukan aksi ‘longmarch’ dikawal brigade KSPSI berbaju biru. Mobil komando berada dibelakang barisan. Ketika berjalan menuju gedung parlemen, buruh pun sambil meneriakkan jargon untuk menolak RUU Omnibus Law. “Tolak Omnibus Law,” teriak buruh. Aksi puluhan ribuan buruh memadati lalu lintas di kawasan di Jalan Gerbang Pemuda menuju DPR. Mereka sampai di DPR sekitar pukul 10.30 WIB. Berapa waktu kemudian, perwakilan buruh diterima pimpinan DPR, di antaranya Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel, Wakil Ketua Komisi IX DPR Sri Rahayu, Anggota Komisi IX DPR Obon Tabroni dan Rahmat Handoyo. Sepuluh perwakilan KSPSI yang diterima DPR dipimpin langsung Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea. Andi Gani menyampaikan beberapa tuntutan di depan pimpinan DPR, pertama, unsur buruh harus masuk ke dalam tim pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. “Kami minta unsur buruh masuk dalam tim pembahasan Omnibus Law karena sejak awal, unsur buruh tidak pernah diajak bicara sehingga banyak rumor tidak jelas soal RUU itu,” kata Andi Gani. Sebagai konfederasi terbesar dan dekat dengan pemerintah, KSPSI tidak pernah diajak dialog. Ia melihat situasi ini tidak normal, cenderung aneh. “Harusnya buruh diajak bicara. Bukan diundang untuk diberitahukan bahwa ini sudah selesai, Sangat berbeda. Kami ingin masuk ke dalam pembahasan. Mengidentifikasi masalah satu persatu. Bisa berargumentasi dan mengusulkan secara langsung,” ujarnya. Kedua, kata Andi Gani, jangan sampai aturan ini merugikan buruh. “Saya mengingatkan pemerintah akan terjadi gejolak di kalangan buruh karena dari awal seperti ada yang disembunyikan,” katanya. Andi Gani yang juga pimpinan konfederasi buruh ASEAN (ATUC) berharap DPR bisa menerima masukan dari buruh agar bisa terealisasi. Terkait jabatannya yang saat ini sebagai Presiden Komisaris BUMN PT PP (Persero) Tbk., Andi Gani mengaku ikhlas dan siap dengan segala risikonya, misalnya diberhentikan kalau tindakannya dianggap bersalah memimpin demo buruh karena apa yang telah dilakukannya untuk membela kepentingan buruh. “Persahabatan saya dengan Pak Jokowi juga akan tetap terjaga. Saya yakin Pak Jokowi tahu saya melakukan ini sebagai bentuk demokrasi yang hakiki,” katanya. Andi Gani juga mengapresiasi dan mengucapkan terimakasih kepada seluruh anggota KSPSI yang telah melaksanakan aksi unjuk rasa damai besar-besaran dengan damai dan tertib. Wakil Ketua Komisi IX DPR Sri Rahayu menyatakan menampung aspirasi dari para buruh. Sri juga menjelaskan, penggantian nama RUU Cipta Lapangan Kerja menjadi RUU Cipta Kerja. Ia menilai, penggantian nama itu untuk menghindari penyebutan menjadi RUU Cilaka. Usai memberi penjelasan, beberapa pimpinan DPR menemui buruh yang demo di depan Gedung DPR. Ketua Komisi lX DPR Felly Estelita Runtuwene dan Wakil Ketua Komisi IX Sri Rahayu ikut naik ke mobil komando dan menyapa massa buruh. “Kami pimpinan Komisi IX berjanji akan berjuang bersama buruh terkait Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja,” ucap Felly disambut teriakan setuju dari puluhan ribu buruh. (jwn5/ant)

Wakil Ketua DPR: Pembentukan Pansus Jiwasraya Masih Panjang

JAKARTA, Jowonews.com – Wakil Ketua DPR Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Azis Syamsuddin mengatakan pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket Jiwasraya yang diusulkan Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera prosesnya masih panjang. “Prosesnya masih banyak yang harus dilewati,” kata Azis di Jakarta, Minggu. Dia membenarkan proses pengajuan usulan kedua fraksi itu telah diterima oleh Sekretariat Jenderal DPR dan akan diproses secara administrasi. Selanjutnya, materi usulan itu akan diagendakan dan dirapatkan di dalam Rapim (Rapat Pimpinan) untuk diputuskan di dalam Bamus (Badan Musyawarah),” ujar Azis. Setelah itu usulan akan dibacakan di dalam Rapat Paripurna DPR sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi. “Jadi belum ada jaminan akan dibacakan dalam forum Rapat Paripurna terdekat,” tambah Azis Syamsuddin, yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar. Komentar Azis Syamsuddin ini datang untuk menanggapi langkah dua fraksi di Parlemen yakni FPD dan FPKS yang telah secara resmi pada hari Selasa (4/2) kemarin, memasukkan usulan pembentukan Pansus Hak Angket Jiwasraya ke kantor sekretariat Dewan. “Ya, tidak ada jaminan proses (pembentukan Pansus) akan berjalan cepat dan mulus. Kita tidak bisa berasumsi lebih dulu. Kita ikuti saja prosesnya berjalan. Apalagi ini usulan baru masuk kemarin, jadi tentu masih dalam proses administrasi Sekjen DPR,” tambah Azis Syamsuddin. Azis mengingatkan saat ini juga telah terbentuk Panja (Panitia Kerja) Jiwasraya di tingkat komisi-komisi di DPR, yakni Panja di Komisi III, Komisi VI, dan Komisis XI yang bekerja untuk membahas masalah sama. “Sebaiknya kita tunggu perkembangan dan hasil rapat di tingkat Panja itu dulu, supaya tidak terjadi saling tumpang tindih penanganan masalah. Kita tidak bisa terburu-buru, karena semua ada mekanisme dan telah diatur prosedurnya,” ujar Azis. Sebagai Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Korpolhukam), dirinya terus memantau perkembangan masalah ini di parlemen. “Secara mekanisme, sebenarnya tidak boleh ya terjadi tumpang tindih penanganan masalah. Seperti sekarang ini ada usulan pembentukan Pansus, ketika Panja juga masih sedang bekerja. Seharusnya, biarkan saja terlebih dahulu Panja bekerja sampai tuntas dan mengambil kesimpulan, kemudian hasil kerjanya di follow-up dalam proses yang selanjutnya di Rapim dan Bamus, untuk kemudian sampai dibacakan di sidang Paripurna,” ujar Azis. Pada tingkat rapat di Bamus (Badan Musyawarah) semua masukan akan didengar dan dipertimbangkan untuk mengambil keputusan apakah usulan pembentukan Pansus perlu diagendakan dalam rapat paripurna terdekat atau tidak. “Ya di Bamus dan Rapim, semua masukan kita pertimbangkan, apa perlu usulan dibawa ke sidang paripurna atau tidak. Di Rapat paripurna yang akan memutuskan pembentukan Pansus atau tidak. Mekanismenya begitu. Jadi semua perlu proses dan menghormati aturan main di parlemen,” ujar Azis. (jwn5/ant)