Kebocoran Data Terjadi Kembali, 2,9 Juta Data User Diperjualbelikan
SEMARANG, Jowonews- Pakar keamanan siber dan komunikasi CISSReC Doktor Pratama Persadha mengungkapkan kembali kebocoran data. Kali ini dari cermati.com. Bahkan terjadi jual beli data di raidforums atau forum hacker (peretas) mencapai 2,9 juta user (pengguna). “Penjualnya dengan username Expertdata,” kata Pratama Persadha yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Selasa (3/11), melalui percakapan WhatsApp. Disebutkan pula ada 2,9 data user yang diambil dari kegiatan 17 perusahaan. Sebagian besar kegiatan finansial. Mulai dari kartu tanda anggota (KTA), asuransi, sampai kartu kredit. Oleh karena itu, dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini memandang perlu melakukan penyelidikan mendalam lewat digital forensik untuk mengetahui lubang keamanan mana saja yang mengakibatkan breach data (data pelanggaran) terjadi. Menurut dia, peristiwa ini melengkapi sederet kasus kebocoran data di tanah air sejak awal tahun 2020. Bahkan, ini makin memperlihatkan bahwa ada potensi celah keamanan karena work from home (WFH). Ia menyebutkan setidaknya ada tiga penyebab terbesar breach data. Yaitu kesalahan manusia sebagai user, kesalahan sistem, dan serangan malware sekaligus peretas. “Faktor kesalahan manusia ini meningkat selama pandemi, salah satunya karena WFH,” kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini. Seharusnya, lanjut Pratama, WFH diikuti dengan memberikan sejumlah tools keamanan, seperti jaringan pribadi virtual atau virtual private network (VPN), terutama saat pegawai sedang mengakses sistem kantor. Selain itu, dengan pembatasan jam kerja, menurut Pratama, bukan berarti pengawasan terhadap sistem jadi berkurang. Bahkan, di luar negeri, menurut Microsoft, pengawasan dan anggaran belanja untuk keamanan siber malah naik selama pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, edukasi juga wajib dilakukan. Misalnya, pegawai dilarang mengakses sistem kantor dengan jaringan yang berisiko, seperti wifi publik, wifi kafe, dan sumber jaringan lain yang tidak jelas siapa adminnya. “Tanpa edukasi standar seperti ini, sistem kantor akan terekspos dengan mudah,” kata Pratama.